Manusia Menyebalkan

1906 Words
Hari senin ini Agatha bekerja lembur di kantor. Ia bahkan tampak lebih giat bekerja dari biasanya. Susah sejak tadi ia berkutat dengan komputer dan tumpukan laporannya tanpa jeda sedikitpun. Bahkan kini matanya sudah terasa cukup perih terlalu lama menatap layar komputer. "Tha, pulang yuk" ajak Jinny. "Gue lembur nih Jin, lo duluan aja ya," balas Agatha tanpa menoleh karena masih fokus pada komputernya. "Ya ampun, tumben banget lo lembur-lembur, beneran nih mau lembur? Sepi banget loh," kata Jinny yang tampak khawatir dengan sahabatnya itu. "Gak papa kok, lagian kan lumayan kalau gue lembur terus, bisa nambah-nambahin buat bayar hutang gue," balas Agatha lagi sambil tersenyum pada Jinny. Jinny sangat salut pada sahabatnya ini, ia adalah wanita pekerja keras, Agatha tetap terlihat tegar, walaupun Jinny tau saat ini Agatha pasti sedang sangat stres dan banyak pikiran. Tapi pembawaannya yang memang selalu ceria membuat gadis itu tampak biasa saja. "Yaudah deh kalau gitu, gue Balik duluan ya. Lo hati-hati loh ntar pulangnya. Oh iya lo bawa mobil kan?"  "Enggak nih, mobil gue lagi di bengkel, mau ngilangin lecet-lecetnya sedikit karna ketabrakan kemaren. Kalau bos sampai tau, abis gue kena omel lagi," ucap Agatha mengingat bahwa mobil kantor itu tidak ada garansinya. Jinny hanya mengangguk mengerti lalu memutuskan untuk pulang sementara Agatha masih melanjutkan pekerjaannya. *** "Kita pulang aja yuk," ajak Andra pada Citra, pacarnya dengan sedikit berteriak agar suaranya tidak kalah dengan suara musik yang begitu kencang.  "Kok pulang sih Sayang? aku masih mau disini, minuman aku juga belum habis. Kamu emangnya gak minum?" Tanya Citra. "Sejak kapan aku minum begituan," balas Andra. Jika bukan karena paksaan kekasihnya itu yang membuat telinga Andra terasa panas karena tidak berhenti memaksa, rasanya Andra tidak minat datang ke tempat seperti ini.  "Ih kamu apaan sih norak banget, ke club kok gak minum. Emangnya kamu disini mau minun apa? kopi?" Tanya Citra asal. Sepertinya gadis ini benar-benar mabuk. "Terserah deh, aku mau pulang. Kalau kamu gak mau pulang, terserah," kata Andra lalu berlalu keluar dari club itu. Jujur saja, Andra sangat tak suka tempat itu, tapi pacarnya sangat memaksa. Citra sama sekali tidak menyusul Andra, mungkin kini dia benar-benar tidak sadar karna mabuk. Sebelum pulang, Andra sempat menitipkan Citra kepada teman-teman wanitanya disana untuk membawanya pulang nanti. Andra melajukan mobilnya pergi dari club itu untuk segera pulang dan berisitirahat. Rasanya hari ini ia sangat lelah usai bekerja.  Sebenarnya Andra tidak tega meninggalkan kekasihnya itu, tapi apa boleh buat, ia tidak bisa dilarang. Ini pasti karena ia sudah sangat lama tidak kembali ke tempat itu hingga kembali lupa diri. Tadi katanya hanya ingin berjumpa dengan teman-temannya saja. Andra dan Citra sudah menjalin hubungan sejak 1 tahun yang lalu. Citra adalah seorang model yang Andra kenal dari salah satu temannya. Citra adalah gadis yang cantik dengan sifat manjanya di mata Andra. Andra cukup jarang sebenarnya mengenal wanita, oleh karena itu jika ia sudah mendapatkan satu, ia akan mempertahankannya karena merasa enggan untuk kembali memulai proses berkenalan dengan wanita baru. *** "Huhhhh, akhirnya selesai juga." Agatha meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku karena duduk berjam-jam. Ia melirik jam di tangannya yang membuat matanya membulat sempurna. "Ya ampun, udah jam setengah 12, mampus gue. Pulang pakai apa nih, masih ada angkutan umum gak ya. Ah atau taksi online," kata Agatha cemas sambil membereskan barang-barangnya ke dalam tas lalu bergegas keluar dari kantor.  Agatha berdiri di pinggir jalan mencari taksi. Tak begitu banyak kendaraan yg lewat, maklum saja sudah hampir tengah malam dan daerah kantor ini memang tidak begitu ramai. Agatha memperhatikan ke kiri ke kanan mencari taksi atau angkot yang lewat. Rasa takut menyelimuti dirinya di tempat yang sepi seperti ini.  Tiba-tiba saja lewat di hadapan Agatha 2 orang bertubuh besar dengan tato berbagai bentuk ditangannya. Nafas Agatha mulai cerkat, berharap orang-orang ini mengabaikan kehadiran dirinya dan pergi saja. Tapi melihat pandangan mereka fokus pada Agatha membuat jantung Agatha berdegup sangat cepat. "Haiii neng, sendirian aja," kata orang itu yang sudah pasti preman, sebut saja nama kedua orang itu Tang dan Obeng. Agatha tampak ketakutan. Agatha merutuki dirinya yang malah berjalan untuk mencari taksi, harusnya ia menunggu di depan kantor saja karena disana masih ada satpam. "Eh jangan macam-macam ya, kalau kalian macam-macam gue bakal teriak nih," kata Agatha waspada. "Galak bener sih Neng, kita cuma mau minta tasnya kok," kata si Obeng membuat Agatha langsung siaga dan memeluk tasnya erat. "Tapi kalau Neng mau, kita juga bisa antar Neng pulang," kata si Tang pula dengan tatapan nakalnya. "Eh jangan liat gue kayak gitu ya, lo pikir gue cabe-cabean goceng apa, gue colok nih mata lo," ancam Agatha. Si Tang dan Obeng tertawa mendengar ucapan Agatha. Dengan sigap mereka menarik tas yg ada di tangan Agatha, namun dengan sigap pula Agatha menariknya.. "Tolong....tolong...." teriak Agatha. "Serahin tasnya," ucap si Obeng yg mulai marah. Namun tiba-tiba, Brukkkk!!!! Si Obeng ambruk terkena pukulan seseorang. "Eh jangan ikut campur ya lo," ucap si Tang lalu melayangkan pukulannya kepada orang itu. Tak terima dipukul, orang itu membalas tiada ampun. Dan kembalilah si Tang ambuk bersama si Obeng. Karna takut mendapat pukulan lagi akhirnya si Tang dan Obeng lari ntah kemana. "Aduh, makasih banget ya Mas,makasih banget," kata Agatah yang sedari tadi memperhatikan dengan waspada bergulatan itu. Namun tiba-tiba Agatha kaget saat melihat wajah orang itu yang tidak cukup asing baginya. "Lo lagi?"  "Kalau tau itu lo, gue gak bakal bantu deh," balas orang itu terdengar ketus sambil merapikan jasnya yang sedikit terangkat. "Ngapain sih lo malam-malam di pinggir jalan, udah kaya.." "kaya apa? Jangan mikir yg macam-macam ya lo, gue itu baru pulang kerja," jelas Agatha memotong cepat ucapan Andra, seseorang yang berada di hadapannya kini. "Gak peduli juga." Andra berbalik siap untuk kembali ke mobilnya yang ia parkiran di pinggir jalan karena melihat seorang wanita yang tadi diganggu oleh 2 orang pria. Makin lama langkah kakinya semakin melambat sambil memikirkan sesuatu. Agatha mengepalkan kedua tangannya dan memukulnya ke udara kesal melihat pria yang menyebalkan itu. Rasanya ia ingin berterima kasih, tapi entah mengapa jika melihat pria yang menjadi sumber masalah dalam hidupnya kini membuat ia merasa kesal. "Berhubung gue lagi baik, gue bakal anter lo pulang, soalnya biasanya jam segini udah jarang ada taksi yang lewat sini" ucap Andra berbalik. Ia merasa msih harus memiliki sisi manusiawi untuk tidak meninggalkan gadis itu sedirian, bisa-bisa dua preman tadi akan datang lagi. "Gak usah, makasih," balas Agatha ketus. "Oh yaudah, tapi jangan salahin gue ya kalau ntar lo lewat tikungan disitu tuh, kepala, badan, kaki sama pipi lo yang chubby itu bakal misah. Soalnya banyak preman," kata Andra santai lalu berlalu menuju mobilnya "ehhh, ehh tunggu-tunggu," panggil Agatha lalu menyusul Andra. "Gue mau deh dianterin sama lo, tapi janji jangan macam-macam ya," kata Agatha mengingatkan.. "Gue kalau mau macam-macam juga milih-milih kali." Andra berlalu masuki mobilnya. Agatha terlihat sangat kesal dengan jawaban Andra yang terkesan memiliki unsur menyindir. Yang benar saja, jadi menurutnya Andra, Agatha tidak menarik? padahal Agatha selalu merasa dirinya sangat cantik saat bercermin. "Jadi ikut gak lo? Atau mau disitu aja?" Tanya Andra. Agatha yang masih kesalpun langsung masuk ke dalam mobilnya dengan wajah yang ditekuk. Setelah Agatha memberi tau alamat tempat tinggalnya, Andrapun langsung melajukan mobilnya menyusuri jalan raya yang sudah tampak sepi. Setelah beberapa lama akhirnya mereka sampai di depan tempat tinggal Agatha. "Udah sampai nih," kata Andra, namun tidak ada jawaban. Andrapun menoleh pada Agatha. "Lah, ni orang malah tidur. Dia pikir gue sopir apa bisa tidur seenaknya. Gue doang nih pengusaha terkenal dan sukses yang diperlakukan kayak gini." Ternyata Agatha sudah tertidur pulas. Untuk sesaat Andra tanpa sadar memperhatikan wajah gadis itu yang terlihat damai dalam tidurnya. Gadis berbadan mungil dengan wajah imut tidak sesuai dengan umurnya ini terlihat cantik juga. Matanya bulat, hidungnya sangat mancung, serta bibirnya yang tipis serta berwarna merah muda. "Kalau lagi tidur gini lumayan juga," batin Andra mulai menilai. Andra sedikit menyingkapkan rambut Agatha yang menutupi wajahnya. Dengan cepat ia menarik tangannya saat sadar ia baru saja memperhatikan wanita lain selain pacarnya. Tiba-tiba Agatha terbangun dari tidurnya. Andra langsung mengalihkan pandangannya dari Agatha. "Lo mau keluar sendiri, atau gue tendang?" tanya Andra dengan nada ketus yang selalu ia keluarkan pada Agatha. "Ya ampun, gue ketiduran ya. Makasih banget ya," balas Agatha lalu turun dari mobil Andra. "Ini rumah lo?" Tanya Andra membuka kaca mobilnya memperhatikan rumah 2 lantai dengan banyak sekali pintu-pintu. "Bukan, gue ngekos," balas Agatha.  "Orang tua gue di Bandung. Sejak SMA gue udah hidup sendiri di Jakarta. Gue gak mau nyusahin orang tua gue, makanya gue mutusin buat mandiri. Karna gue hobi masak, jadi gue dulu jualan kue di sekolah terus lanjut di kampus buat nambah-nambah uang," cerita Agatha dengan muka memelas. "Nah dia pasti kasian denger cerita masa lalu gue, terus dia pasti bakal kasih diskon buat hutang gue. Asikkkkk," batin Agatha girang. "Jangan lupa, waktu lo untuk bayar hutang 4 hari lagi," kata Andra lalu menutup kaca mobilnya dan melaju pergi. Agatha terdiam membisu di tempatnya. Ternyata sangat jauh dari dugaanya. "Ih, tu cowok hatinya terbuat dari es kali ya. Gak ada kasian-kasiannya sama gue!" dumel Agatha kesal. Ia masuk ke rumahnya dengan menghentak-hentakkan kakinya masih dibaluti rasa kesal. *** Andra kini telah tiba di rumahnya yang bak istana itu. "Dari mana aja kamu Ndra?" Tanya papa Andra, Tio yang sedang duduk sambil menonton TV. "Abis jalan sama Citra, Pa." Andra menghampiri papanya. "Mau sampai kapan kamu bermain-main sama pacar kamu itu?" tanya Tio, pandangannya masih fokus pada pertandingan sepak bola di TV yang sedang ia saksikan. "Main-main? Maksud Papa apa?" Tanya Andra heran. "Papa yakin pasti kamu tau kan kalau papa membangun Ghanza Company itu mulai dari nol hingga seperti sekarang. Papa ingin orang yg meneruskan Ghanza Company nanti adalah orang yg tepat. Tapi bagaimana bisa papa menyerahkannya kepada kamu satu-satunya pewaris tunggal kalau sifat pemimpin kamu sama sekali belum terlihat." Ucap Tio. "Loh, akukan udah resmi jadi CEO menggantikan papa. Lagi pula aku baru aja dapat menghargaan atas pencapaian aku. Itu udah bisa membuktikan dong kalau aku adalah calon pemimpin yang baik." "Kamu gak lupakan kalau kamu masih dalam masa uji coba? Bahkan papa masih mengerjakan dan memantau kamu secara penuh untuk setiap pekerjaan di kantor. Untuk penghargaan itu, mereka berikan karena kamu anak papa. Apa kamu bisa memegang sepenuhnya perusahaan tanpa bayang bayang papa?"  "Papa kok gitu sih? ya papa tinggal kasih aja perusahaannya sama aku, kenapa msih harus pakai uji coba," ucap Andra bingung. "Papa akan mewariskan Ghanza Company seutuhnya buat kamu dengan 1 syarat. Papa kasih kamu waktu 1 bulan. Kalau dalam bulan ini kamu belum juga menikah dan membangun keluarga kecil kamu, papa akan mewariskan Ghanza Company kepada Aron sepupu kamu," jelas Tio lalu berlalu dari Andra.  "Pa, gak bisa gitu dong. Pa... dengerin aku dulu," teriak Andra namun tak dihiraukan. Andra mengacak rambutnya kesal.  Sebenarnya Andra sadar bahwa ia masih sangat bergantung pada ayahnya itu. Andra yang awalnya tidak tertarik pada bisnis keluarganya membuat Andra harus banyak belajar. Bahkan kini meskipun sudah menjadi CEO karena ayahnya yang tidak bisa terlalu banyak bekerja karena sering kelelahan tapi tetap mendampingi Andra. Bahkan bisa dibilang bahwa semua yang dilakukan Andra atas perintah ayahnya. Ya seperti itulah yang sebenarnya terjadi meskipun orang-orang diluar sana berpikiran bahwa Andra adalah pengusaha yang sangat ahli.  Mendengar bahwa ayahnya berpikiran untuk membiarkan sepupunya, Aron untuk menggantikan tempatnya membuat Andra menjadi gusar. Aron sejak dulu selalu menjadi pembanding Andra karena ia bisa dikatakan mendekati kata sempurna untuk kriteria seorang anak. Andra tidak mungkin membiarkan hal itu terjadi. Sepertinya ia harus membicarakan tentang hal ini kepada Citra secepatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD