Mas Andi Mulai Berkelit

1015 Words
Jangan lupa klik berlangganan dan subscribe dulu ya teman-teman. Terima kasih. *************************************** Tanda Merah Di Leher Suamiku 2 Saat makan malam ini, Mas Andi memakai kaos polo warna abu, dan kerah kaos itu pun menutup sempurna tanda merah yang kulihat tadi. "Mas tadi kamu dari mana saja sih?" tanyaku saat kami sedang makan malam. "Mancing Dek, ya ampun kok masih tanya terus sih?" jawabnya sambil menyendokkan makanan ke mulut. "Soalnya tadi itu aku nge-chat sama Mila, katanya dia lihat kamu ada di mall," ucapku sambil melihat wajahnya, aku benar-benar ingin tahu, bagaimana ekspresi Mas Andi ketika aku mengucapkan hal ini. "Uhuk uhuk!" Tiba-tiba saja suamiku itu tersedak mendengar pernyataanku tadi. "Nih, minumnya Mas," ucapku sambil mengangsurkan segelas air putih padanya. Mas Andi segera menegak air putih itu hingga tak bersisa. "Napa sih Mas, kok tiba-tiba kayaknya kaget gitu, sampai tersedak pula?" selorohku sok bodoh, ternyata suamiku benar-benar kaget dan panik. "Nggak kaget kok Dek, cuman ini tadi aku makanya terburu-buru akhirnya tersedak deh!" jawabnya sambil tersenyum. "Oh iya sampai lupa, bener nggak yang Mila bilang? Kalau kamu kemarin habis dari mall?' desakku lagi. Tapi suamiku itu masih diam, sepertinya pura-pura tak mendengar, sambil terus makan. Sepintar itu kau berusaha membohongi, namun ingat Mas, aku ini bukan wanita yang bodoh. "Mas, jawab dong! Di tanya kok malah diam saja sih?! Mila itu lihat kamu dan cewek di parkiran basement mall itu!" Desakku. Kali ini ganti mata Mas Andi yang terbelalak menatapku sambil mulutnya yang penuh makanan terbuka lebar. "Apaan sih jorok banget!" kataku sambil menutupkan kembali. Kecurigaanku kini semakin bertambah. Jika dia tak berbuat macam-macam di luar sana, maka responnya pun tak akan sekaget itu. "Oh itu Dek, tadi kami memang sempat mampir untuk cari makan!" Kali ini suamiku itu memang menjawab dengan menunduk sambil menghabiskan makananya. "Enak dong cari makan di mall, ngapain tadi nggak ngajak aku? Eh tapi siapa wanita yang kata Mila duduk di bangku depan bersamamu?!" ucapku sesantai mungkin. "Itu... itu istrinya Rico Dek, kebetulan 'kan dia gampang pusing kalau naik mobil, jadi dia aku suruh duduk di depan saja." Mas Andi berkata dengan gugup, dan menurutku itu jawaban yang sangat tidak masuk akal. Usaha yang bagus untuk mengelabuhiku Mas. Mungkin suamiku ini sudah lupa kalau istri Rico itu adalah seorang wanita yang taat beragama, kemanapun dia pergi, tak pernah lepas dari hijabnya. Sedangkan wanita yang tadi, menurut Mila, wanita yang bersama Mas Andi tadi memakai dress diatas lutut. "Bukannya istri Rico itu selalu berpakaian muslimah ya Mas, jika keluar rumah? Padahal menurut Mila, wanita yang bersamamu tadi memakai pakaian dress diatas lutut loh!" Kali ini suamiku itu menaruh sendok dan garpunya, lalu menatapkan sambil memberikan sebuah senyuman. Dia kemudian menarik nafas panjang, sebelum menjawab pertanyaanku tadi. "Gini Dek, itu bukan Rico yang kamu kenal itu. Rico ini teman baru yang ku kenal di tempat pemancingan. Kamu kok sepertinya nggak percaya banget sih sama aku? Percayalah Dek, nggak akan ada wanita lain deh. Lagian, tadi 'kan juga sudah video call to? Masak masih ragu sih Dek?" ucapnya sambil memandangku. "Laki-laki sekarang 'kan pinter banget berbohong Mas. Apalagi sekarang kan juga banyak banget wanita yang suka mengganggu hubungan rumah tangga orang lain." "Jangan samakan aku dengan laki-laki di luaran sana dong Dek. Sampai kapanpun aku akan tetap setia kepadamu," ucapnya sambil tersenyum. "Mas, kita 'kan sudah sekitar satu bulan ini tak melakukan hubungan suami istri, bagaimana perasaanmu? Jawab dengan jujur ya!" "Perasaanku ya biasa saja Dek. Kebutuhan seperti itu menjadi nomer seratus untukku saat ini. Yang terpenting adalah kamu dan calon bayi kita selamat. Apalagi kalau mengigat betapa susahnya mendapatkan kehamilan ini, aku jadi tak ingin apapun terjadi. Aku akan sabar menanti saat bisa melakukan hal itu bersamamu lagi Dek. Kamu nggak perlu khawatir ya." "Baguslah kalau begitu Mas. Berarti nggak salah dong aku dulu lebih memilihmu dari pada si Boby." "Pasti dong Dek, aku ini suami yang setia, kamu nggak usah punya pikiran yang buruk-buruk deh sama aku. Meski di luar sana banyak perempuan yang menggoda, percayalah kesetiaanku tetap hanya untukmu." Perkataan itulah yang selama ini selalu di ucapkan oleh Mas Andi. Memang semenjak kami menikah sekitar tiga tahun yang lalu, dia tak pernah menampakkan keanehan sekalipun. Dia memang adalah sosok suami siaga yang selalu sayang kepada istrinya. Namun satu bulan terakhir ini, tepatnya setelah dokter memvonis placenta previa pada kehamilanku ini, aku rasa dia sedikit berbeda, Dia jadi sering keluar dan penampilannya pun sekarang makin trendy dan wangi. Dan puncaknya adalah hari ini, sejak Dewi mengirimkan chat tadi pagi hingga tanda merah itu. Aku harus cepat bertindaak sebelum semuanya terlambat, dan aku akan menanyakan tentang tanda merah itu sekarang juga. "Terus dua tanda merah di lehermu itu kenapa Mas?" ucapku sambil menunjuk bagian lehernya. Seperti yang sudah kuduga, suamiku itu pun langsung salah tingkah, dia berusaha menutupi dua tanda merah itu dengan kerah kaos polonya, yang tadi sedikit melenceng. "Nggak usah di tutupi Mas, aku sudah lihat jelas saat kamu mandi tadi kok!" "Eh...ini tadi gatal Dek! Soalnya di tempat pemancingan tadi aku sempat kejatuhan ulat bulu dan jadinya begini deh merah-merah semua," ucapnya gugup. "Ulat bulu? Kok ulat bulu itu bisa sampai nangkring di lehermu sih Mas? Apa jangan-jangan tuh ulat bulu itu cewek ya, yang lagi butuh belaian!" "Apaan sih Dek.. eh aku mau keluar sebentar ya. Sampai lupa aku tadi sudah janjian di rumahnya Sony. Aku berangkat dulu ya Dek. Assalamualaikum!" Tanpa menunggu jawaban persetujuanku, Mas Andi langsung ke depan, kemudian suara deru mobilnya mulai menjauh dari pekaranganku. Ternyata suamiku ini pengecut sekali. Saat aku akan merapikan meja makan, tiba-tiba Sari melintas membawa dua buah tas kertas warna-warni. "Sar, kami kok nyelonong aja sih? Masuk rumah orang tanpa permisi!" "Maaf Bu, saya nggak tahu kalau Bu Siska ada di disini. Saya permisi ke kamar dulu ya Bu, baru nanti merapikan rumah," ucap Sari sambil menunduk, dan pergi meninggalkanku. Sepertinya ada yang berbeda dari penampilannya Siska ini. "Kamu kok kelihatanya beda sih Sis?" teriakku. "Iya Bu, ini tadi saya barusan dari salon," jawabnya dari dalam kamar. Benar penampilannya kini berbeda rambutnya yang panjang itu kini terlihat hitam berkilau dan di luruskan, padahal rambut Sari awalnya berwarna coklat dan ikal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD