BAB 4

1583 Words
Olivia mendatangi alamat apartemen yang sudah dikirim papanya. Ternyata... Letak apartment dengan hotel tempat olivia menginap masih berada dalam satu gedung. Dia merasa bingung, ini ide mama atau papa nya yang tiba - tiba berinisiatif untuk menyuruhnya tinggal diapartemen. Rasanya ada sedikit rasa bersalah karena sudah berbohong kepada papanya. Hingga hari ini pun dia juga belum mendapatkan pekerjaan. Setibanya di cafe yang berada dilantai bawa apartemen, olivia membuat janji dengan pemilik apartemen sebelumnya. Olivia memilih duduk diujung cafe dekat jendela yang tepat mengarah kearah luar. "Nona Olivia ? Anakknya pak Danu kan ?" Tanya seseorang pria menggunakan setelan jas  dan masih terlihat muda menghampiri meja oliv. "Oh iya benar, silahkan duduk pak." Ucap oliv ramah sambil mempersilahkan untuk duduk. "Jangan panggil saya pak, panggil saja Rama. Usia kita juga nggak terpaut jauh." kata pemilik apartemen itu sambil mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri. "Olivia. Anda pasti sudah mendengar nama saya dari papa." oliv mengatakan sambil membalas uluran tangan membalas jabatan tangan rama. Sambil mengangguk rama membenarkan perkataan yang olivia katakan tadi. “Oh iya, ini kunci apartemennya. Sepertinya saya tidak bisa lama. Karena setelah ini saya ada meeting." Rama melatakkan beberapa kunci dimeja lalu mengarahkan ke arah olivia. "Iya, kalo buru - buru boleh langsung aja kok." Ucap oliv sambil tersenyum. Rasanya pertemuannya mereka ini penuh dengan situasi yang kaku. "Yaudah kalau gitu, ini ada kartu nama saya. Kalo oliv butuh bantuan atau ada masalah dengan apartemennya bisa kabarin saya langsung." sambil memerikan kartu nama, rama tersenyum pada olivia "Saya pamit dulu ya. Maaf buru - buru soalnya." Pamit rama sambil berdiri. “Iya.” Olivia hanya mengangguk. Sambil berjalan keluar rama menyunggingkan senyum manisnya. Tujuannya untuk membuat olivia terkesima. "Lumayan juga anaknya pak danu. Untung masih sempat ninggalin kartu nama." batin rama, yang jelas olivia tidak tau. Saat olivia akan berdiri tiba - tiba muncul sosok pria yang olivia temui kemarin saat sarapan di resto hotel. Iya, dia.... Juna. "Kebetulan lu disini. Kenapa telfon gua nggak diangkat?” tanyanya dengan sedikit menunutut. Olivia yqng terkejut dengan kedatangan juna. Hingga dia hanya diam mematung. "Lu... lu ngapain disini ?" tanya oliv. “Mau minum kopi dulu ?" bukannya menjawab, juna malah menawarkan kopi kepada olivia. Sebelum dijawab, tiba – tiba langsung berdiri. “Mau kemana lu ?” "Mau beli kopi. Sekalian gua bayar utang salah paham waktu itu, lu mau beli kopi apa ?" olivia semakin kesal, karena juna malah memberikan pertanyaan lain. Dan tiba – tiba dia sudah berjalan menuju kasir untuk memesan kopi. "Kenapa sih masih pagi juga nih..... Udah ketemu aja sama orang satu ini." gerutu oliv sambil meremas lengan bajunya frustasi. “Kenapa dia ada dimana – mana sih ?” Juna datang membawa ice americano dan sepotong cake red velvet dengan cream cheese yang kebetulan merupakan cake favorit mereka. "Nih, terima." kata juna sambil meletkkan nampan di meja dan langsung mengarahkannya kepada oliv. "Lunas nih kita, gua ganti juga cake yang kemaren lu beli tapi gua makan karna salah paham." lanjut juna menjelaskan. Olivia terlihat bingung, dia melihat ke arah nampan dan ke arah secara bergantian. "Cowok ini agak aneh, kenapa masih pagi gini udah bawel banget ? Padahal kalo gua liat di social medianya, kayaknya nih orang susah bergaul." batin oliv bingung, tangannya secara tidak sadar menerima nampan yang diberikan juna. "Buruan makan cakenya dan minum tuh kopi. Gua buru - buru." kata juna sambil berdiri meninggalkan oliv yang masih terdiam memikirkan semua kebetulan hari ini. Hingga dia tidak merasakan tangan juna mengusap puncak kepalanya. Saat menyadari juna sudah pergi, olivia semakin bingung. "Nih anak kayak setan aja, tau - tau datang bawa kopi dan kue. Terus ngilang lagi." batin oliv. “Terus barusan apa lagi pake acak – acak rambut gua.” Olivia kesal dengan sikap juna, tapi jantungnya ini rasanya berdebar tidak karuan karena itu. Drrt... Drrt.... Ponsel oliv berbunyi, membuyarkan lamunannya. Tanpa melihat siapa yang menelfon, oliv menekan tanda jawab. "Halo" "Eh cewek galak, buruan dimakan itu cake. Minum juga kopinya, sebelum didatengin semut." Suara juna terdengar mengejek dari seberang sana. Olivia melihat layar ponselnya, terlihat nomer yang menelfonnya itu belum disimpan. Tapi dia tau siapa pemilik suara diseberang sana. "Eh, masnya hantu ya. Dateng - dateng bawa makanan sama minuman, terus pergi gitu aja." Omelnya. Seenaknya saja juna kepadanya. "Jadi.... maunya gua temenin gitu ya ?" goda juna, membuat oliv semakin uring - uringan. Bisa – bisanya di penyanyi tampan ini malah menggodanya. "Nggak perlu !!!” jawabnya galak. “Hahaha...” terdengan suara juna yang tertawa puas, karena sudah berhasil membuatnya kesal sampai ke ubun – ubun. “Diem lu!!” bentak oliv, membuat juna langsung berhenti tertawa. Dia sebenarnya tidak tersinggung sama sekali pada sikap juna. Hanya saja dia selalu ingin marah jika mendengar tawa juna. Karena saat mendengar suara tawa itu terlintas bayangan wajah tampan juna sedang tersenyum. Olivia kesal pada dirinya sendiri, tapi dia melimpahkannya kepada juna. Sungguh malang nasibmu, juna ! “Hmm.. tapi makasi cake sama minumannya. Lain kali bilang - bilang kalo mau dateng. Jangan kayak hantu, dateng nggak ada yang manggil, pulangnya juga nggak ada yg nyuruh." Oliv mengatakan dengan sedikit berapi - api. "Hahahaha... Iya.. iya.. lain kali gua ajakin janjian dulu ya.” Juna masih menggoda oliv. Terdengar suara orang yang sedang mengatur nafasnya, membuat juna benar – benar menghentikan kejailannya. Rasanya dia sangat suka melihat olivia yang seperti ini. “Lu simpen dulu nomer gua, biar nggak bingung kalo ada yang telfon. Bye cewek galak." sebelum sempat  membalas omongan juna, panggilannya sudah ditutup. Membuat olivia menaruh ponselnya dengan keras di meja. Hingga menarik perhatian beberapa orang yang duduk di dekat meja oliv menoleh. ** Sore hari, olivia sudah selesai beres - beres apartemen barunya. Menata dan mengatur barang - barang bawaanya. Dia membaringkan tubuhnya yang lelah diranjangnya, tanpa ada niatan membalas pesan sahabatnya yang sudah menumpuk. Beberapa hari ini, olivia benar – benar sibuk dengan dunianya sendiri. Sampai tidak mempedulikan sekitarnya. Bahkan panggilan telfonnya dari juna tadi juga masih dalam pengawasan pria itu. Drrt... Drrt... Panggilan masuk... Ternyata dari mamanya. Olivia bangun sambil menarik nafas panjang menyiapkan telinga dan hatinya menerima kata - kata mamanya lagi. Setelah beberapa hari tidak mendengarnya. "Halo, ma." ucap oliv pelan sambil siap - siap mendengarkan serangan dari mamanya. "Masi ingat punya mama ? Sudah berapa kamu nggak dirumah, nggak pernah ngasih kabar mama sama papa. Apa harus nunggu mama - papa telfon dulu baru mau ngasih kabar ?" oceh april panjang lebar. "Sudah kuduga, bakalan keluar kata - kata ini." batin oliv. Baru saja hidupnya sedikit tenang. "Iya, maaf ya ma. Oliv lagi adaptasi ma. Ini juga barusan selese beberes di apartmen." jelas oliv untuk menutupi kondisinya sekarang. "Gimana masalah tes kerjaannya ? Sudah ada kelanjutan nggak ? Kamu keterima apa enggak ?" todong mamanya dengan nada yang tidak enak didengar. Bahkan terkesan menyindir. "Belum ada kabar lagi ma, nanti kalo sudah jelas oliv kabarin ya ma." "Jangan sampe ya apa yg sudah disiapin mama dan papa buat kamu disana malah sia - sia, bahkan kamu malah keenakan disana. Dan berakhir kaum nggak menghasilkan apapun." Sindirian april semakin pedas di dengar telinga. "Apa nggak ada kata - kata lain yg bisa diomongin mama, ini sih kalah sebelum berperang. Belum maju udah hancur duluan karna omongan mama. Makin males banget nyari kerjaan, tapi nasib gua gimana kalo nggak buru - buru dapet kerjaan. Gangguan mental lama – lama." batin olivia, sambil menarik nafas untuk menenangkan diri. Dan menyampaikan pada dirinya bahwa ini tidak ada apa – apanya. "Iya ma, mama doain aja ya yg terbaik." "Nggak usah minta juga pasti didoain, mana ada orang tua yang nggak doain anaknya. Inget pesan mama. Kamu disana jangan terlalu boros." "Iya ma, yaudah ya ma ini oliv mau mandi habis beberes apartemen" ucap oliv ingin segera menutup telfon mamanya. "Yaudah." telfon langsung ditutup tanpa ada kata lain yang menenangkan. Kata – kata itu hanya di sampaikan pada senna, adiknya saja. Sambil menghela nafas, oliv berfikir untuk keluar mencari pekerjaan setelah dia mandi nanti. ** Ritual mandinya sangat lama kali ini, karena dia memilih untuk menenangkan dirinya dengan berdiri dibawah guyuran air hangat. Mengaliri tubuhnya yang lelah. Bukan hanya tubuhnya, mungkin pikirannya juga. Setiap malam seperti ini. Hari – hari yang sama. Meskipun ada sedikit perubahan. Karena kali ini hidupnya lebih tenang dan sendirian. Ini yang dia inginkan selama ini, tapi mengapa jika sendirian di kota orang tidak semenyenangkan dalam bayangannya. Dia langsung membuka situs yang menawarkan lowongan pekerjaan. Dengan handuk yang masih membungkus rambutnya. Oliv mencari ke atas dan ke bawah pekerjaan yang cocok untuknya. Ada beberapa pekerjaan yang cocok. Langsung saja oliv melengkapi persyaratan yang di minta. Di tempat lain, seorang wanita sedang sibuk di depan laptopnya menyeleksi satu per satu data pelamar yang mendaftar di perusahaannya. Malam itu juga, wanita itu mengirim pesan kepada pelamar itu. “Sibuk banget kak ?” tanya juna. “Enggak udah selesai.” Jawabnya. Tapi wanita itu masih sibuk memperhatikan laptopnya. “Lu ngapain sih ?” “Nih liat.. Gua udah pusing banget milih pegawai buat kantor cabang kita. Karena udah terlalu banyak masalah disana, gua mau pilih sendiri orangnya.” Jelasnya sambil memutar laptop ke arah juna yang duduk di depannya. Saat juna menscroll kursor, tiba – tiba dia terhenti saat melihat foto seseorang. “Sangat menarik.” Kata juna sambil tersenyum penuh arti. Tiba – tiba terpikirkan sebuah ide. “Lu kenapa sih jun ?” “Nggak, tiba – tiba gua ada urusan. Pilihan lu udah bener kak.” Katanya. Lalu, berdiri dan pergi meninggalkan wanita itu. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD