BAB 3

2409 Words
BAB 3 Saat berjalan menuju kembali ke kamar hotel, olivia benar - benar tidak memperdulikan sekitarnya. Bahkan, dia memilih memasang airpods miliknya sambil terus memandangi nomor ponsel di belakang bill makanannya tadi. Sedangkan juna, sejak tadi masih setia memperhatikan bahkan sudah mengikuti olivia yang terlihat sangat cuek. Dan bodohnya olivia tak menyadari hal itu. ‘Gue liat nih nomor dimana, ya ?’ batin olivia benar - benar penuh dengan rasa penasaran. Ketika sudah sampai di kamar, olivia membuka laptop miliknya dan bersiap - siap untuk melakukan movie marathon drama korea favoritnya. Untuk memastikan kenyamanannya selama menonton, dia sudah memilih tempat yang cocok yaitu dekat dengan colokan. Ini menjadi perhatian penting bagi olivia untuk mengantisipasi ketika baterai laptopnya habis nanti. Lalu, untuk kali ini dia tak menyiapkan cemilan untuk menemaninya menonton. Karena perutnya masih terasa kenyang setelah berhasil menghabiskan banyak makanan tadi. Terakhir sebelum mulai menonton, olivia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Seperti biasa, dia memang jarang melakukan ritual mandi di pagi hari karena olivia menganut mandi satu kali sehari. Dan dia selalu lakukan sebelum tidur di malam hari. Itu pun lengkap dengan rambut yang di blow, ritual skincare malam yang juga lengkap. Jadi, ketika pagi - pagi dia saat dia terburu - buru, olivia tak perlu menghabiskan waktunya untuk mengulang aktivitasnya yang satu ini. Setidaknya saat bangun dia masih dalam keadaan wangi, tinggal menyempurnakan penampilan dengan make up tipis dan juga parfum sebelum melakukan aktivitasnya. Semuanya sudah siap, mulailah kegiatan menonton film. Dan film yang olivia pilih malam ini adalah drama melow yang mengetuk jiwa dan raga. Padahal kenyataannya film ini hanyalah modusnya untuk bisa meluapkan rasa sesak karena sakit hati yang disebabkan sang “mantan” jadi pada akhirnya dia bisa menangis dengan lebih leluasa. Jika ada yang bertanya alasannya menangis, olivia tinggal mengkambing hitamkan film itu. Padahal sadar atau tidak mantannya pun bukanlah pria paling tampan di dunia, tapi tingkahnya benar - benar memuakkan. Dan olivia menyia - nyiakan air matanya untuk pria itu. Beberapa adegan di film berhasil membuat olivia menitikan air mata. Harus dengan cara seperti ini dulu baru dirinya bisa benar - benar menangis. Olivia memang tipe orang yang tegar didepan orang lain, padahal sebenarnya hatinya sangat rapuh. Malam itu pun berakhir dengan laptop yang memandangi seorang gadis yang jatuh tertidur karena terlalu lelah menangis. Sebenarnya adegan di film tidak begitu menyedihkan, tapi olivia merasa seperti ikut merasakannya hingga tangisannya dengan deras membasahi pipi seolah - olah terjadi hujan badai. Keesokan paginya, olivia bangun disambut dengan wajah sembab dilengkapi dengan mata kodok yang mengharuskan dirinya mengompres area matanya terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitasnya. Hari ini olivia memutuskan untuk menikmatinya waktunya sendiri dengan berjalan - jalan ke salah satu taman hiburan terbesar di Jakarta. Hal seperti ini harus dia lakukan agar bisa segera melupakan situasi hatinya yang buruk. Hingga akhirnya dia lupa dengan tujuan utamanya datang ke kota ini. Saat memandangi kaca, olivia sudah siap untuk melakukan semua kegiatan yang direncanakannya. “Gue sarapan dulu kali ya sebelum berangkat, lumayan bisa isi tenaga sampai nanti siang.” katanya pada pantulan dirinya di depan kaca. Lalu dia melihat jam tangan klasik berukuran kecil di pergelangan tangan kanannya sebelum akhirnya keluar dari kamar. Saat di restoran hotel. “Maaf dari kamar nomor berapa ?” tanya salah satu pegawai hotel dengan sopan. “Kamar 701.” jawab olivia, lalu pegawai hotel itu langsung melihat ke arah daftar nama tamu yang menginap untuk mencari nomor kamar yang olivia sebutkan. “Hanya satu orang saja, kak ?” olivia mengangguk. Tapi didalam hatinya sudah mengomel tanpa alasan, ‘emang dia gak liat apa gue dateng sendirian ?’ “Silahkan.” kata pegawai itu dengan senyuman yang menghiasi wajahnya. Olivia langsung masuk dengan wajah datar nan jutek miliknya. “Jelas - jelas gue sendirian, masih aja ditanyain!!” gerutu olivia pelan saat dia berjalan menuju ke salah satu meja untuk meletakkan tas miliknya. Setelah itu, dia memilih makanan untuk sarapannya pagi ini. Sudah cukup kekesalan tak ber alasannya karena olivia sedang dalam mode sangat sensitif dan juga galak. Dan hal ini semakin menambah nafsu makannya karena terus menerus terbawa energi negatif dari dalam dirinya. Hingga tanpa sadar olivia sudah meletakkan hampir empat piring makan di mejanya, satu piring berisikan omelette, satu piring berisikan salad, satu piring berisikan berbagai roti manis beserta butter, dan terakhir ada satu piring lagi berisikan potongan buah lengkap dengan yogurt diatasnya. Jangan lupakan gelas berisikan jus buah dan juga s**u masing - masing satu gelas. Memang luar biasa sekali kekuatan makan manusia patah hati satu ini. “Lo nggak kenyang makan ini semua ?” tiba - tiba terdengar suara seseorang yang menginterupsi acara makan olivia. Dan rasa nya suara ini tak asing di telinga olivia. Langsung saja dia mendongakan kepala sambil terus mengunyah makanan yang ada di dalam mulut. TIba - tiba mata olivia membulat sempurna, dia sangat terkejut saat melihat sosok manusia yang ada di depannya ini. ‘Dia kan...’ “Lo!!! Ngapain lo ada disini ?” tanya olivia dengan nada ketus saat sudah menelan makanannya secara buru - buru tadi. Lalu dia kembali melanjutkan acara makannya seolah tak terpengaruh dengan kedatangan pria itu. “Kenapa lo nanya urusan gue disini ? Ini kan tempat umum, yang aneh tuh lo ngapain ada disini ? Bukannya lo tinggal di Bandung ?” tanya juna dengan nada yang tak kalah ketus. Ternyata nada ketus olivia dengan mudahnya menular ke juna, padahal tadinya pria itu ingin menggodanya. Tapi saat mendengar nada bicara olivia, dia jadi ikut terbawa suasana. “Ya… suka - suka gue dong. Katanya ini tempat umum. Berarti gue boleh dong dateng kesini. Emang tempat ini punya lo ?” juna hanya menggeleng sambil menarik tipis bibirnya untuk menahan rasa tertariknya saat melihat olivia. “Lo yang punya daerah sini ?” pertanyaan olivia semakin provokatif karena tak mendapatkan jawaban dari juna. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk menarik kursi dan duduk di seberang olivia. Ya…. dugaan kalian benar. Laki - laki yang menegur olivia adalah juna. Si penyanyi terkenal yang sempat salah paham pada olivia beberapa waktu lalu. Dan juga pria yang sama saat di restoran dan membayar semua tagihan makanan milik olivia semalam. “Lo kenapa belum ngehubungin gue buat minta kompensasi ?” tanya juna sambil melipat kedua tangannya di atas meja dan memperhatikan wajah olivia secara seksama. “Kenapa emangnya ? Harus minta ganti rugi apa gue ke lo ? Cuma perkara beli kopi doang mah biasa aja kali.” kata olivia yang sengaja menundukkan kepalanya saat menyadari tatapan mata juna berhasil membuatnya gugup. Dia terus mengoleskan butter diatas roti miliknya, seolah - olah tak peduli dengan kehadiran juna. “Tapi manajer gue udah nggak sopan dan salah paham sama lo.” “Harusnya dia yang kasih kompensasi, kenapa harus lo ?” “Karena dia gitu gara - gara gue.” “Yaudah anggep aja gue bantuin manajer lo beli kopi, selesai kan masalahnya ?” Jelas olivia yang terus makan dengan lahap agar bisa menghindari tatapan juna. “Gue nggak suka punya utang budi.” kata juna singkat. “Yaudah, lain kali lo beliin gue kopi aja. Impas kan ? Beres kan masalahnya ?” usul yang diucapkan olivia membuat juna tersenyum singkat. Padahal maksud olivia agar masalah mereka cepat selesai dan tidak perlu untuk saling bertemu lagi. Tapi nyatanya juna menangkapnya lain. ‘Lain kali ? Pasti ada lain kali…’ batin juna. Saat olivia masih sibuk dengan makanannya, juna melihat ponsel olivia yang tergeletak di meja. Langsung saja dia mengambil ponsel itu dan melakukan panggilan ke ponsel miliknya sendiri. “LO!!! Lo apaan sih ? Main ambil hape orang!!” maki olivia yang baru tersadar saat melihat ponselnya sudah berada di tangan juna. “Kita udah beberapa kali bertemu, tapi gue masih nggak tau nama lo.” kata juna santai sambil terus menghindari gerakan tangan olivia yang ingin merebut ponselnya. “Lagian kalo nggak gini, kayaknya lo nggak bakal ngehubungin gue kan ?” lanjut juna. Lalu dia meletakkan ponsel olivia kembali ke meja, agar gadis di depannya ini bisa melanjutkan acara makan yang sengaja dia ganggu. “Emang buat apa gue telfon lo cuma perkara kopi ?” tanya olivia dengan nada galak tapi wajahnya terus menampilkan kepolosan. Tapi juna justru terkejut saat mendengar pertanyaannya. Bayangkan saja, baru kali ini ada seorang gadis yang tidak tertarik kepadanya. Padahal diluar sana banyak sekali yang ingin mendapatkan nomor ponsel juna. ‘Apa dia nggak tau gue siapa ?’ batin juna yang merasa penasaran melihat sikap olivia. “Kenalin, gue juna. Juna archer.” kata juna memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya. Dia dengan sengaja menyebutkan namanya secara lengkap, juna berharap olivia menyadari siapa dirinya. ‘Nih anak kenapa ya ? Ribet banget perkara kopi doang. Padahal gue aja udah lupa.’ batin olivia sambil melihat uluran tangan juna dihadapannya. “Olivia.” hanya jawaban singkat ini yang bisa olivia keluarkan dari mulutnya. Padahal hatinya masih menduga - duga, dalam pikirannya malah terlintas bahwa juna melakukan hal seperti ini pada setiap wanita yang bertemu dengannya. Sedangkan dalam hati juna sempat terlintas sebuah perasaan yang sulit dijelaskan setelah mengetahui nama gadis di depannya ini adalah olivia. Nama yang sama dengan seseorang. “Dari tadi kek, capek nih tangan gue nungguin lo.” “Ish!! Siapa juga yang nyuruh ?” “Galak amat, pasti selama ini lo jomblo terus ya ?” ledek juna sambil tersenyum lebar. “Bodo amat!!” jawab olivia dengan ketus sambil menundukkan kepalanya, hampir saja dia terpesona oleh senyuman tampan pria itu. “Dasar cewek aneh!! Yaudah, gue pergi dulu. Kabarin aja mau beli kopinya kapan, nomor gue udah ada di hape lo.” kata juna panjang lebar sebelum pergi. Olivia hanya menatap punggung juna yang semakin menjauh lalu melanjutkan acara makannya. ** Suara panggilan tersambung… ‘Bang, gue mau minta tolong.’ ‘Apa ?’ ‘Kirim orang suruhan lo buat awasin seseorang di taman hiburan siang ini.’ ‘Seseorang ? Siapa ?’ ‘Ada pokoknya. Suruh mereka hubungin gue, biar nanti gue kirim fotonya.’ ‘Oke.’ Lalu, panggilan pun terputus. Beberapa menit sebelumnya... Tadi, saat juna sedang menunggu mobilnya di lobby hotel, dia sempat melihat olivia sedang menunggu taksi. Dia merasa aneh karena baru menyadari pakaian yang dipakai oleh olivia terlihat sedikit kekurangan bahan. “Mau kemana tuh cewek galak ?” kata juna pelan, tapi pandangan matanya masih terus menatap olivia sampai naik ke taksi. Kebetulan mobil juna juga datang, dia langsung dengan cekatan mengikuti taksi yang membawa olivia pergi. Juna terus mengikuti olivia sampai taksi itu berhenti di sebuah taman hiburan. Lalu hati juna tergelitik ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh olivia hingga akhirnya dia memberikan sedikit pekerjaan pada orang suruhannya. Pekerjaan yang cukup mudah, hanya mengikuti olivia dan melaporkan kepadanya. Jika hari ini tak ada pekerjaan, juna ingin melakukanya sendiri dan mencari tahu. Di Taman hiburan, olivia sudah bersiap dengan kacamata hitamnya, rambut panjang yang dikuncir kuda, sepatu yang nyaman, dan juga baju lengan panjang yang tipis dipadukan dengan celana pendek yang panjangnya hanya beberapa senti di bawah pantatnya. Penampilan sederhana olivia ini berhasil menunjukkan kulit mulusnya yang selama ini jarang terekspose. “Gila!!! Ini panas banget. Untung tadi gue udah dobel sunblock.” gerutu olivia sambil menutupi wajahnya dengan telapak tangan miliknya. Sesekali dia juga mengipasi dirinya menggunakan telapak tangan lainnya. Udara disini memang jauh berbeda dengan tempat tinggalnya. Olivia berjalan mengelilingi taman hiburan. Wahana pertama yang ingin dia coba adalah jet coaster. Dan ternyata lumayan untuk membangkitkan adrenalinnya. Setelah itu, dia mencoba wahana lain yang juga membuat adrenalinnya meningkat dan berhasil membuatnya puas karena bisa berteriak dengan sangat kencang tanpa merasa bersalah akan mengganggu orang lain. Hal ini adalah salah satu kegiatan yang olivia pilih untuk melepaskan semua rasa sakit yang akhir - akhir ini membuatnya merasa sesak. Dengan begini, seharusnya bebannya menghilang setengah. Setelah puas berteriak - teriak, perut olivia mulai keroncongan. Dia memilih untuk membeli beberapa cemilan dan juga minuman dingin di kedai sekitar sambil beristirahat. Hatinya benar - benar puas dengan hiburan pilihannya hari ini. Hingga tanpa terasa hari sudah berganti sore. Sebelum pulang, olivia memutuskan untuk menaiki bianglala sambil melihat pemandangan sore di sekitar. Dia duduk sendiri, menaikkan kacamata ke atas kepala, dan melihat ke sekeliling. Rasanya sangat lega, akhirnya dia tidak harus menyia - nyiakan waktu berharganya untuk orang yang salah lagi. Dengan begini dia bisa menikmati hidupnya yang indah. Seharian bermain - main, olivia seperti terlahir kembali. Walaupun lelah, tapi energi negatif dalam dirinya sudah sepenuhnya pergi dan menghilang. Dia memutuskan kembali ke hotel. Saat diperjalanan, olivia melihat notifikasi di ponselnya. Disana menampilkan banyak pesan dari dee dan juga panggilan tak terjawab dari nomor yang belum disimpan. Tapi terasa tak asing dengan nomor itu. Sebelum kembali ke kamar, olivia juga menyempatkan untuk membungkus beberapa makan untuk makan malamnya. Setelah sampai di kamar, olivia langsung membersihkan dirinya. Rasanya sangat segar. Lalu, dia kembali melihat notifikasi ponselnya tanpa ada keinginan untuk menjawab pesan atau melakukan panggilan ke nomor asing itu. Tiba - tiba saja, ponselnya berdering. ‘Halo, pa.’ ‘Belum, pa. Belum ada kelanjutannya, nanti olivia kabarin ya pa.’ ‘Daripada kamu di hotel terus, gimana kalo kamu pindah ke apartemen yang papa beli ?’ 'Haa ? Apartemen ? Sejak kapan papa beli ? Kok oliv nggak tau ?’ ‘Barusan aja. Biar kamu bisa masak sendiri, jadi nggak perlu terus - terusan beli. Apartemennya ada disekitar situ juga.’ ‘Mama tau nggak, pa ?’ ‘Hmm.’ ‘Mama yang nyuruh ya, pa ?’ ‘....’ ‘Oh, mungkin biar hemat kali, pa. Sekalian investasi juga.’ ‘Besok kamu ketemu sama pemilik sebelumnya ya, sayang.’ ‘iya, pa.’ ‘Semuanya udah papa urus, jadi kamu tinggal nempatin aja. Nanti ada orang yang membersihkan apartemennya dua kali dalam seminggu. Jadi kamu tinggal fokus ke tes kerja aja.’ ‘Iya, pa. Makasih banyak ya, pa.’ ‘Iya, sayang.’ Panggilan pun terputus. Hari ini olivia mendapatkan banyak kejutan. Tidak tahu apa yang menjadi pertimbangan sang papa hingga akhirnya membelikan apartemen untuknya. Yang semakin membuat olivia khawatir adalah dia tak ingin masalah pembelian apartemen ini nantinya akan menimbulkan masalah antara mama dan papanya. Jika sampai pada kenyataannya sang mama tak tahu menahu tentang hal ini. Olivia sempat menduga bahwa ini pasti inisiatif sang papa untuk dirinya. Tanpa terasa olivia terhanyut dalam pikirannya sendiri. Sedangkan di tempat lain, juna sedang memperhatikan foto - foto olivia yang terlihat sangat bahagia dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya saat berada di taman hiburan tadi. “Dasar ceroboh, bisa - bisa pergi sendirian dan nggak sadar ada yang perhatiin.” kata juna sambil tersenyum. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD