BAB 2

2911 Words
BAB 2 Sesampainya dirumah, olivia merasa aneh dengan kejadian hari ini. Semuanya terasa sangat cepat. Padahal tadi pagi dia baru saja putus cinta, lalu di sore harinya bertemu dengan seorang penyanyi terkenal bahkan mendapatkan kartu namanya karena sebuah insiden salah paham. Setelah kejadian itu, barulah olivia melanjutkan harinya dengan menikmati waktunya sendiri. Dia memulai dengan makan sendirian, lalu berjalan - jalan tidak jelas, dan ditutup dengan menonton sebuah film di bioskop tanpa tahu alur ceritanya. Saat itu otaknya justru sedang sibuk sendiri memikirkan semua yang terjadi. Bahkan air matanya pun nyaris tak menetes satu pun. Ketika sudah sampai dirumah, dia membuka tas miliknya dan melihat kartu nama yang diberikan oleh juna si penyanyi terkenal. Bisa - bisanya juna dan juga manajernya menyuruhnya menyiapkan hal yang dibutuhkan selama acara. Padahal dia tak tahu menahu tentang hal itu. Bahkan sempat dituduh mencari kesempatan hanya karena sepotong kue. Olivia membolak - balik kartu nama itu, lalu dia memutuskan untuk mencari tahu tentang juna melalui akun sosial medianya. Saat akun sosial media itu terpampang nyata di depannya, olivia mulai mengagumi tubuh atletis juna. Bahkan sempat terbesit di otaknya tentang bagaimana kenyamanan yang diberikan bahu bidang milik juna itu jika dia bisa bersandar disana. Foto selanjutnya menunjukkan alasan dibalik terbentuknya tubuh juna yang begitu atletis. Ternyata juna adalah seseorang yang rajin berolahraga. Dan lari sepertinya menjadi olahraga andalannya. Setelah itu, beberapa foto lainnya menunjukkan tentang kepribadian juna yang introvert. Selama dia membuka akun sosial media juna dari atas sampai hampir ke bawah, olivia hanya menemukan tentang foto beberapa potong adegan film yang sedang dilihatnya, ada juga tentang peliharaannya, beberapa foto band yang menjadi favoritnya, ada juga video pendek saat dia sedang berlari, dan ditutup dengan beberapa foto wine yang sepertinya menjadi salah satu kesukaannya juga. Olivia sampai terheran - heran saat tidak menemukan satupun foto teman - temannya. Sempat terpikirkan betapa kesepiannya hidup juna jika dia benar - benar tak memiliki satu teman pun. Satu lagi yang membuat olivia semakin heran adalah hanya ada satu foto juna bersama keluarganya saat mereka sedang berlibur. “Orang yang aneh. Clubbing aja masih sendirian, kasian banget.” komentar olivia pada akhirnya sebelum akhirnya dia menyadari bahwa itu ada foto terakhir yang ada di akun sosial media juna. Tanpa terasa dia melihat hampir semua foto milik juna. Perasaannya tak menentu saat melihat juna dari halaman akun sosialnya, ada sedih, merasa iba, dan juga perasaan aneh lainnya. Sebelum olivia keluar dari akun sosial media juna, tangannya berhenti di sebuah video saat juna mengcover sebuah lagu milik penyanyi lain. Sebuah ketenangan olivia rasakan saat mendengar suara merdu juna. Bahkan dia juga sempat terkesima dengan sebuah senyuman yang menghiasi wajah juna. “Bisa senyum juga nih laki.” pujinya tanpa sadar. Seakan sedang terhipnotis, olivia terus mengulang video itu hingga akhirnya dia sadar. Olivia menggelengkan kepalanya. “Bisa - bisanya otak gue ini.” katanya merutuki perbuatannya sendiri sambil memukul kepalanya sendiri. Lalu olivia menyimpan kartu nama juna di balik case ponselnya yang kebetulan memang transparan. Selesai memuaskan rasa penasarannya tentang sosok juna, olivia akhirnya masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Beberapa menit berlalu, olivia keluar dan merasa penasaran dengan jawaban ditya yang kini sudah resmi menjadi bagian masa lalunya. Saat dilihat ternyata pesan itu sudah dibaca oleh ditya tanpa adanya balasan sama sekali. “Dia kira chat gue koran apa, dibaca doang dibales nggak!! Fine, gue anggep dia setuju!!” gerutu olivia. Lalu dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Hingga beberapa menit kemudian hanya terdengar deru nafas teratur olivia yang menandakan gadis itu sudah memasuki pulau mimpi. ** Pagi ini olivia bangung lebih awal, hal ini dikarenakan semalam dia bisa tidur nyenyak. Tapi apa yang dia dapatkan ? Tentu saja hanya sebuah sindiran dari sang mama, apalagi yang olivia harapkan. Tidak mungkin sang mama tiba - tiba memuji begitu saja. “Tumben bangun pagi ? Mau minta sesuatu ya ?” Sindir sang mama. “Mama nih apaan sih, bangun siang salah. Giliran aku bangun pagi juga masih aja salah.” “Aneh aja liat anak yang sukanya bangun siang tiba - tiba udah duduk di meja makan jam segini.” kata april sambil melihat ke arah jam dinding. “Emang udah dapet kerjaan ? Liat tuh anaknya tante mirna, tetangga sebelah. Anaknya tuh udah dapet kerjaan di salah satu bank punya negara. Pasti gajinya banyak tuh, bentar lagi aja udah mau nikah juga. Kurang beruntung apa coba ? Terus mama liat kamu yang masih gini - gini aja jadi heran. Liat tuh senna, bentar lagi juga lulus tuh adek kamu. Kuliahnya aja lancar banget nggak pernah ngulang, habis gini pasti cepet lulusnya. Terus dapet kerjaan lebih cepet dari kamu.” ceramah april dilanjutkan dan membuat olivia hanya bisa bungkam. “Terus gimana tuh pacar kamu ? Palingan udah putus kan ? Kamu pasti diselingkuhi. Nggak bisa jagain sih.” bagai seorang cenayang kali ini tebakan april benar hingga membuat nafsu makan olivia hilang seketika. SHIT!! “Mama kenapa sih bahasannya itu mulu ?” “Sadar diri dong kak, kamu belum banggain mama dan papa.” “Terus mama maunya oliv ngapain ? Ini juga oliv udah cari kerja ma, beberapa interview juga udah tahap selanjutnya tapi belum ada kabar lagi. Terus olivia harus gimana ?” olivia tak tahan lagi jika harus diam tanpa menjelaskan semua yang sebenarnya sedang terjadi padanya. Tentunya bukan tentang ditya, tapi tentang betapa perjuangan yang dia lakukan untuk mencari kerja. Padahal sebenarnya sang papa pun memiliki sebuah usaha, bisa saja olivia kerja disana. Tapi nyatanya sang mama menginginkan dirinya berusaha mencari uang sendiri tanpa meminta bantuan dari papanya. Ini hal yang baik, hanya saja seharusnya april juga memahami banyak juga hal yang harus dialami oleh sang anak. “Perusahaan kan banyak. Kamu kurang pinter apa ? Kurang cantik mungkin jadinya nggak dipertimbangin .” sindiran april semakin melantur kemana - mana membuat telinga olivia panas. “....” olivia hanya bisa diam sambil memainkan sendoknya dengan wajah lesu. “Mau sampe kapan kamu bergantung gini sama mama dan papa ? Umur juga makin nambah. Kalo begini juga gimana mau dapet jodoh. Mereka mana mau punya menantu model kamu gini.” terdengar suara sendok yang diletakkan dengan keras. “Makin banyak cabenya aja tuh omongan mama. Oliv tuh selama ini nggak pernah ngerepotin mama dan papa. Ya, minimal uang kuliah oliv juga nggak semahal senna lah. Lulus juga masih tepat waktu. Terus salahku dimana ma ? Salah oliv kalo sampai sekarang belum dapetin kerja ? Aku mana tau pertimbangan perusahaan mereka, ma.” bela oliv untuk dirinya sendiri. Sudah cukup sepertinya pagi ini dia menerima banyak kata - yang tak mengenakan telinga dari sang mama. “Berani ya kamu sama mama ? HAH ?!” april langsung membentak olivia setelah gadis itu menyelesaikan kata - katanya. “....” mendengar bentakan itu olivia memilih diam. Sepertinya memang percuma saja dia membela diri, pada akhirnya tetap dia yang salah disini. Dan bisa memancing aksi baku hantam antara ibu - anak. “Kenapa diem ? Kamu keberatan sama omongan mama ? Kalo keberatan kamu boleh pergi, nggak perlu membela diri.” “Maksud mama gimana ? Oliv di usir dari rumah ? Cuma gara - gara hal ini ?” tanya olivia untuk memastikan bahwa dia tak salah mengartikan kata - kata mamanya. “Terserah kamu anggap omongan mama apa.” setelah mengatakan itu april pergi meninggalkan ruang makan keluarga dengan wajah penuh amarah. Sedangkan olivia hanya bisa terdiam lalu pergi meninggalkan ruang makan dengan wajah lesunya. ‘Apa gue seburuk itu ya selama ini ?’ batin olivia miris saat menaiki tangga untuk menuju kamarnya. Saat sudah sampai di ruangan teraman di rumahnya ini, olivia langsung mencari tempat kos di Jakarta melalui ponselnya. Tak lupa dia juga mengambil buku tabungan dan menghitung semua biaya yang dibutuhkan selama tinggal sendiri nanti. Dan berharap bahwa selama masa itu dia akan segera mendapatkan pekerjaan. Saat malam tiba, olivia mengetuk sebuah pintu yang sanggup membuat jantungnya berdegup kencang. Tak lama terdengar suara seseorang yang mempersilahkannya masuk. “Pa…” panggil olivia saat melihat sang papa, danuarta. “Ada apa, sayang ?” tanya danu pada anak kesayangannya itu. “Begini pa, aku ada panggilan wawancara.” “Bagus dong.” “Iya, tapi tesnya di luar kota. Penempatannya juga disana.” jelas olivia dengan tangan yang sudah dingin karena gugup. “Perusahaan apa ?” “Ada pa, perusahaan swasta di Jakarta.” kali ini olivia menjawab dengan kepala tertunduk. Dia tak ingin papanya menyadari kebohongan yang olivia buat. “Kira - kira berapa lama ? Mau tinggal di hotel aja ?” “Kalo misalkan kurang dari tiga hari boleh deh pa di hotel. Tapi nanti kalo ternyata lebih mendingan aku kos aja.” “Yaudah nanti papa yang urus akomodasi kamu kesana ya, sayang. Kamu tenang aja. Tapi harus inget disana kamu harus hati - hati ya, kak. Papa nggak bisa jagain kamu disana, jadi kamu bertanggung jawab penuh sama diri kamu sendiri.” jelas danu panjang lebar. Kata - kata seperti ini lah yang sebenarnya olivia butuhkan. Selama ini sang papa selalu memberikan fasilitas lengkap untuknya. Tapi dukungan dan kata - kata ini yang berhasil menghangatkan hati olivia yang lebih dibutuhkan. “Iya, pa.” “Kamu butuh uang saku berapa ? Biar papa transferin.” “Secukupnya aja, pa. Nanti biar aku yang atur sendiri uangnya. Lagian nanti mama marah kalo tau papa kasih uang oliv terlalu banyak.” hati danu terasa sesak saat mendengar sang anak tak menginginkan dirinya bertengkar dengan april hanya karena hal sepele seperti ini. “Kamu tenang aja, anggep uang ini adalah modal buat kamu. Nanti kalo kamu udah dapet kerja, kamu boleh ganti uang papa dengan bentuk lain.” “Bentuk lain ?” tanya olivia membuat danu hanya menjawab dengan anggukan. “Sebuah kebahagiaan di wajah kamu, sayang.” kata danu lagi. Olivia yang mendengar hal itu langsung memeluk papanya erat. “Kamu udah besar masih manja gini.” “....” olivia hanya menunjukkan wajah penuh senyum lebar miliknya ke arah danu. “Jangan lupa kabarin papa kalo ada apa - apa.” “Siap, bos.” Setelah itu olivia kembali memeluk sang papa dengan erat. ‘Maafin oliv, pa.’ batinnya sedih harus membohongi orang yang paling dia sayangi ini. “Oliv balik ke kamar dulu ya, pa.” danu mengangguk sambil tersenyum. Dia memandangi punggung sang anak sampai keluar dari ruang kerjanya. ‘Papa tau kamu bohong, sayang.’ ** Mungkin ini adalah malam terakhirnya hidup dengan fasilitas yang lengkap dari sang papa. Dan mungkin malam ini juga adalah malam terakhir dia akan mendengar sindiran dari mamanya. Setidaknya setelah ini olivia akan menjalankan hidupnya yang mungkin lebih berat, tapi mungkin itu adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah kemajuan hidupnya nanti. Tiba - tiba terdengar suara pintu kamarnya yang terbuka. Olivia langsung menemukan sosok sang mama yang masuk ke dalam kamarnya begitu saja. “Sudah dibawa semua, kan ? Jangan sampe barang sepele harus beli di luar, selama dirumah masih ada.” kata april. “Iya, ma.” “Harus hemat, jangan sering buang uang hanya untuk hal yang tidak penting. Diluar sana jangan seenaknya. Jangan bikin malu keluarga.” lanjut april dengan nada penuh sindiran. “Iya, ma.” olivia hanya bisa menanggapinya dengan wajah dan suara datar. Malam ini dia tak ingin bertengkar dengan mamanya. “Besok mama nggak bisa anter lama - lama, cuma bisa drop aja di bandara.” “Nggak papa, ma.” “Yaudah. Ingat jangan sampe ada yang ketinggalan.” pesan april untuk terakhir kalinya sebelum dia keluar dari kamar sang anak. Dan saat keesokan harinya tiba, olivia benar - benar hanya diturunkan begitu saja oleh sang mama. Tak ada pelukan hangat ataupun pesan yang menghangatkan hatinya sebelum dia pergi. Olivia merasa seperti diusir dengan cara yang sangat halus. Atau mungkin sang mama memang senang melihatnya pergi dari rumah. Ini adalah keputusannya. Olivia lari dari kenyataan sikap mamanya yang tak pernah hangat padanya. Selama ini dia hanya menerima ketakutan akan kenyataan saat mendengar kata - kata sang mama. Dia hanya lelah. Dan semoga keputusannya ini tak salah langkah. Tapi semakin dipikirkan entah kenapa membuat olivia menjadi ragu. Dia seperti kabur dari rumah dengan ijin papa dan mamanya, serta fasilitas yang disiapkan danu untuknya dan juga uang saku. “Gue bisa!!” kata olivia sambil menyemangati dirinya. Saat berjalan memasuki bandara, olivia teringat dengan sahabatnya. Dia lupa belum menceritakan tentang keputusannya ini pada dee. Akhirnya dia memutuskan untuk mengirimkan sebuah pesan padanya. *Dee, ide lo buat pergi dari negara api lagi gue laksanain nih. Sekarang gue lagi di bandara buat kabur dari kenyataan ini. Nanti gue kabarin lagi. BYE!! Jangan kangenin gue.* Setelah pesan itu terkirim bertepatan pula dengan terdengarnya panggilan penerbangan olivia. ** Beberapa jam berlalu dan sekarang olivia sudah sampai ke kota dimana dia akan mengadu nasibnya. Dia merasa tidak asing dengan kota ini. Bahkan lebih terasa seperti kembali ke tempat yang seharusnya. Lalu, dia memesan sebuah taksi yang akan membawanya ke hotel dimana dirinya akan menginap untuk beberapa hari ke depan. Selama perjalanan olivia mengamati jalanan itu dalam diam. Entah kenapa hatinya terasa lebih tenang dan nyaman. Mungkin ini reaksi tubuhnya saat menyadari bahwa dia tak akan lagi terancam mendengar sindiran - sindiran lagi dari sang mama. Hingga tak terasa taksi tadi sudah sampai ditujuan. Olivia turun dan berjalan menuju ke resepsionis. Dia melihat ke sekitar dengan senyuman yang menghiasi wajahnya. “Wah, papa perhatian juga sampe pesenin hotel bagus kayak gini.” katanya pelan. Saat berjalan menuju ke kamar miliknya, olivia menyadari bahwa hotel ini memiliki akses langsung menuju ke mall yang berada tepat di sampingnya. Langsung tersusun rapi rencana di otaknya untuk berjalan - jalan nanti. Setelah masuk kamar, olivia mengecek ponsel miliknya. Dia tidak kaget saat menemukan hampir sepuluh notifikasi dari sahabatnya. Dasar sahabat posesif ! Sedangkan pesan lainnya adalah pesan dari sang papa. Dan satu lagi notifikasi yang kembali membuat emosi olivia kembali bergejolak, yaitu sebuah notifikasi dari akun sosial media ditya. Kemarin dia memang lupa belum keluar dari akun sang mantan itu. Ternyata isinya adalah orang - orang yang menyukai foto yang baru saja diunggah. Olivia langsung membukanya dan matanya itu seketika membulat sempurna. “DASAR SIALAN NIH LAKI!!! BARU KEMARIN PUTUS DARI GUE TANPA KEJELASAN, SEKARANG UDAH MAIN GANDENG CEWEK LAIN AJA!! DASAR b******k MANA FOTO GUE MASIH ADA JUGA!!” olivia berteriak - teriak penuh emosi di kamar miliknya. Dia tak bisa melakukan hal seperti ini di rumahnya, jadi ini adalah kesempatan emas untuknya melimpahkan semua emosi. Karena terlalu emosinya, olivia sampai jatuh tertidur. Kejadian akhir - akhir terjadi sangat cepat hingga membuat olivia lelah karena tak sempat mempersiapkan diri. ** “Mas, saya pesan makanan ini, ini, ini, sama ini ya. Minumnya yang ini. Terus jangan lupa dessertnya yang ini.” kata olivia saat menyampaikan pesanannya pada pelayan sebuah restoran makanan jepang favoritnya. Saat terbangun tadi olivia merasa sangat lapar. Selain karena emosi negatif yang harus dikeluarkan karena ditya, dia juga belum sarapan sejak pagi. “Baik kak, apa da pesanan lagi atau mau menunggu temannya aja ?” tanya sang pelayang dengan senyuman ramah di wajahnya. “Emang keliatan saya nunggu orang lain, ya ?” si pelayan itu langsung menggeleng. “Ini semua pesanan saya.” kata olivia dengan tegas dan wajah juteknya. Dia sedang dalam mode tak bisa diajak bercanda dan basa - basi sekarang. Dia hanya ingin makan sampai kenyang. “Ba-baik, kak. Saya permisi dulu.” olivia itu hanya mengangguk saat pelayan itu pergi dengan wajah tak enak karena salah menilai olivia. Lima belas menit berlalu, semua makanan dan minuman yang olivia pesan mulai berdatangan satu per satu. Dia langsung mulai makan dengan lahap. Makanan pertama yang dia makan adalah semangkuk ramen yang ditaburi begitu banyak bubuk cabai. Lalu dia melanjutkan dengan makanan lainnya hingga habis tak tersisa. Olivia tak sadar bahwa sejak kedatangannya ke restoran ini sudah mengganggu perhatian seseorang. Dari meja yang tak jauh letaknya dari meja olivia dia diperhatikan oleh seseorang yang menggunakan topi hitam. “Makannya banyak juga.” kata pria bertopi yang tak lain adalah juna. Hari ini olivia dan juna memiliki kesamaan. Mereka sama - sama ingin menjauh dari keramaian dan menikmati waktu sendirian. “Tapi kenapa dia nggak keliatan ceria kayak waktu awal ketemu ya ? Cewek bawel itu kali ini kelihatan lebih jutek dan tak bersahabat.” komentar juna saat masih mengamati olivia. Aktivitas makan olivia akhirnya selesai. Dia langsung memencet bel untuk memanggil pelayan dan meminta bill. Dia ingin segera kembali ke kamarnya. Beberapa saat kemudian pelayan datang sambil membawa bill yang olivia minta. “Totalnya berapa ? Bisa bayar pakai kartu kan, mas ??” “Ini makanannya sudah dibayar, kak.” “HAH ?? Dibayar siapa ?” tanya olivia dengan wajah bingung. “Dibalik bill ada nomor yang bayar makanan kakak. Saya permisi dulu.” hanya penjelasan singkat yang diberikan pelayan itu pada olivia hingga membuatnya bingung. Sebelum melihat nomor ponsel si orang asing yang membayar makanannya tadi, olivia melihat total makanan yang seharusnya dia bayar. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat nominal itu. “Gila, makan gue banyak juga.” katanya sambil melihat dengan teliti semua daftar makanan yang tertulis disana. Lalu dia membalik bill itu dan menemukan sebuah nomor ponsel yang rasanya tak asing untunya. “Ini nomor siapa, ya ?” Olivia berpikir sambil mencoba memasukkan nomor itu ke ponselnya dan hasilnya nihil dia tak menemukan siapa pemilik nomor itu. ‘Siapa yang mau repot - repot bayarin makan gue yang rakus ini, ya ? Jangan - jangan ini modus lagi.’ **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD