Bagian 2

2331 Words
Zalea pov Aku sekarang sudah di kamar kesayangku, yang sudah lama tidak ku tempati. Karena sejak dulu aku jarang ada di mansion, aku lebih suka di apartement bersama sahabatku, Kinar. Oh, iya. Aku mau cerita, aku tinggal di Revano Mansion, tempat keluargaku tinggal. Keluargaku termasuk orang kaya no 2 di Indonesia, keluargaku memiliki saham di perusahaan yang bernama Revano Corp. Revano Corp memiliki banyak cabang di Indonesia dan di luar negeri. Selain perusahaan, keluargaku juga memiliki Butik, Restoran, Cafe, Hotel dan Aparetement. Bahkan Apertement yang aku tempati, juga termasuk punya keluargaku. Bukannya sombong lohhh, aku hanya bercerita kenyataan. Namaku Zalea Angelica Revano. Anak ke dua dari Frans Alexander Revano dan Adira Natasha Amarta. Ibuku dari keluarga Amarta, tidak kalah kaya dengan keluarga Revano. Kekayaan keluarga Amarta bahkan lebih banyak, keluarga Amarta adalah keluarga terkaya di dunia. Aku adalah princess kesayangan keluarga Revano dan keluarga Amarta, meski begitu aku bukanlah anak manja yang selalu mengandalkan kekayaan keluargaku. Aku kuliah di London selama 5 tahun. Aku baru seminggu balik ke Indonesia, tujuanku adalah untuk kerja menjadi designer di Indonesia. Sebenarnya tujuan utamaku, kuliah di London adalah melupakan seseorang. Seseorang yang sangat aku cintai dari dulu sampai sekarang yaitu Rezka. Rezka seorang laki-laki yang tampan dan karismatik. Dia adalah sahabat hidupku, aku dan Rezka memang tidak berpacaran karna dalam Islam tidak boleh pacaran. Kita memilih menjadi sahabat hidup dan punya komitmen, untuk saling jaga perasaan. Dia bahkan sudah meminta izin dari kakakku, Kak Raka, untuk menjagaku. Sebenarnya ia juga ingin bertemu Mommy dan Daddy tapi aku belum siap jika ia tau siapa aku. Rezka juga adalah orang yang tega menghianati aku dengan menikahi Stella, sahabatku yang selama ini sudah kuanggap sebagai saudaraku. Mengingat Stella dan Reska, dadaku terasa nyeri. Aku, Rezka, Alya dan Stella kita berempat sahabatan, kemudian Rezka dan aku menjadi sahabat hidup tapi itu tidak membuat persahabatan kita putus. Aku bahkan sangat terpukul, ketika mendengar Rezka dan Stella menikah dari sahabatku yang lain, Alya. Flash Back Zalea dan Kinar sekarang sedang makan di Revano's Restaurant milik keluarga Zalea. Zalea sebenarnya adalah putri pemilik restaurant itu. Ayahnya pemilik Revano Corp. Namun, beberbeda dari wanita-wanita lain yang sangat suka memamerkan kekayaan dan kekuasaanya, Zalea malah menyembunyikan identitasnya. Dia ingin orang yang menjadi temannya adalah orang yang benar-benar tulus padanya. Bukan karna memandang siapa Zalea. Zalea ingin orang datang padanya karna memang ingin menjadi temannya, bukan datang karena hartanya. Selain keluarga Revano dan Amarta, hanya Kinar dan beberapa pelayan di restaurant itu yang tahu siapa Zalea sebenarnya. Kinar adalah sahabatnya sejak kecil. Suka-duka mereka lalui bersama. Walau putri dari pemilik restaurant, Zalea tetap membayar apa pun yang dia pesan. Di saat tengah asyik menikmati pesanan mereka, seorang gadis masuk dan menghampiri mereka. Dia adalah Alya, salah satu sahabat mereka. "Hai, kalian!" sapa Alya. "Assalamualaikum, salam dulu baru say hai," tegur Zalea. Alya nyengir, "Iyaa maaf. Assalamu'alaikum, Ukhti," ucap Alya. "Waalaikum salam, Ukhti," jawab Zalea. "Waalaikum'salam," balas Kinar tidak bersemangat sambil memutar matanya. "Oh, iya, kalian lagi ngapain disini?" tanya Alya. Dia mengambil tempat di sebelah Zalea. "Ngepel lantai, udah tau kita lagi makan!" ucap Kinar ketus. "Aku nggak tanya kamu kali!" balas Alya tak kalah ketus. Kinar dan Alya memang tidak pernah akur, jika mereka bertemu pasti berantem. Entah kenapa mereka tidak bisa akur. Zalea yang memang biasa melihat mereka berantem hanya bisa menggeleng -gelengkan kepalanya karna jika dia menasehati mereka tidak akan yang mau mendengarkannya. "Perasaan tadi, kamu bilang kayak gini deh, 'Oh iya, kalian ngapain di sini?' deh, bukan 'Oh, iya Zalea kamu ngapain di sini?" ucap Kinar ketus, mengulang ucapan Alya tadi.   "Iya, juga sih, tetapi kamu juga harusnya jangan nyolot, dong!" ucap Alya ketus.   "Siapa yang nyolot? Kamu aja kali yang nyolot!"   "Udah! Mending kita makan, daripada kalian berantam terus," lerai Zalea yang sudah merasa pusing dengan pertengkaran kedua sahabatnya ini. "Kinar tuh, yang mulai, Le." "Alya tuh, yang mulai, Le!" "Kalian nggak capek apa berantem terus? Mending, Al, kamu pesan makanan aja deh, daripada ribut, emang kamu nggak laper apa?" lerai Zalea. Alya diam, dia mendelik tajam pada Kinar yang membalasnya dengan pelototan. "Kamu pesan aja, aku yang teraktir." Perkataan Zalea kontan membuat Alya membulatkan matanya senang dan membuat Kinar melotot. "Beneran?" tanya Alya girang. "Iyaa." "Makasih." "Yah ... Lea curang deh, masa Alya ditraktir gue nggak?" tanya Kinar sambil mengerucutkan bibirnya. "Eh? Hehe ... oke deh, kamu juga aku traktir," ujar Zalea kemudian memanggil pelayan. Pelayan yang dipanggil oleh Zalea langsung menghampiri meja Zalea. "Iya, Mbak. Mau pesan apa?" "Saya pesan, Iga Bakar madu sama orange jus." Zalea menyebutkan pesanannya pada pelayan tersebut. "Kalian mau pesan apa?" tanya Zalea pada kedua sahabatnya. Mereka bingung mau pesan apa, mereka masih membolak- balikan buku menu. Zalea mengetuk-ngetukkan kelima jarinya di meja sembari menunggu kedua sahabatnya ini memesan sesuatu. Sang waitress bahkan kelihatan sudah bosan menunggu kedua customer di hadapannya ini. Beberapa menit kemudian Kinar akhirnya berucap, "Mmm ... saya pesan udang asam manis sama jus melon." "Saya pesan nasi goreng seafood sama jus alpukat." Alya juga akhirnya ikut memesan. "Baik. Saya ulangi, satu iga bakar madu, satu udang asam manis dan satu nasi goreng seafood minumnya orange jus, jus melon dan jus alpukat. Apakah ada tambahan lagi?" ucap pelayan itu. "Tidak ,terima kasih." Setelah mencatat pesanan sang customer, pelayan itu pun segera berlalu. Beberapa saat kemudian, pesanan mereka akhirnya datang. Alya jadi bingung, kok bisa sih, pesanan mereka datang lebih cepat dari biasanya? Bisanya saat dia memesan makan di sini, pesanannya datang paling cepat sepuluh menit, dan ini baru lima menit sudah selesai. Sebenarnya, semua pelayan di sini selalu mendahulukan pesanan Zalea karna ia adalah putri pemilik restaurant. Walau pun Zalea pernah bilang kalau dia tidak ingin diistimewakan tetapi semua pelayan itu tetap mengistimewakannya. "Eh, kok pesanan kita cepat banget cuma nunggu lima menit udah dateng? Padahal biasanya lama," ucap Alya penasaran. "Emang iya, kita kalau makan di Restaurant ini soalnya -" "Kita berdua langganan di Restaurant ini." Sebelum Kinar membeberkan identitas Zalea, Zalea dengan cepat memotongnya. Dia tidak ingin ada yang tahu kalau dia adalah anak orang terpandang. "Oh. Gitu, ya?" "Ya, udah mending sekarang kita makan aja. Ntar keburu dingin," ujar Zalea. Setelah menghabiskan pesananya, mereka memutuskan untuk mengobrol-ngobrol sebentar sebelum pulang. "Btw, Lea. kamu masih pacaran sama Rezka?" tanya Alya tiba-tiba "Aku kan, emang nggak pernah berpacaran sama Rezka," jawab Zalea santai. Seakan ingat sesuatu, Alya menepuk keningnya. "Sorry, ralat sahabat hidup maksud aku." "Masihlah, bahkan dia udah janji bentar lagi mau ketemu orang tuaku. Buat ngelamar aku." "WHAAT!" teriak Alya tiba-tiba dengan mata melotot. Semua yang ada di Restaurant itu pun kaget, mendengar teriakan Alya. Beberapa pengunjung bahkan ada yang mengumpat saking kagetnya. "Kamu apaan sih, pake teriak segala, kaya orang utan aja teriak-teriak!" omel Kinar ketus. Alya meringis. "Aku kan kaget aja kami bilang masih ada hubungan sama Rezka, padahal dia mau nikah sama Stella." Ucapan Alya membuat Zalea menyemburkan jus yang diminumnya. "KAMU JANGAN BERCANDA DEH, BERCANDANYA SAMA SEKAKI NGGAK LUCU SUMPAH!" Bukan Zalea yang membentak, tetapi Kinar setelah membersihkan mulutnya dengan tissue. Zalea hanya diam, walau dirinya hancur setelah mendengar kabar itu.. "Aku gak bercanda!" "Kamu-" "Stella siapa?" "Stella sahabat kita." "APA?!" Untuk yang kesekian kalinya Kinar menjerit. Mendengar jawaban Alya, mendadak Zalea jadi pusing. Astaga, Rezka? Batinnya. "Aku nggak bercanda, bahkan aku juga diundang di acara Resepsinya. Nih, ada buktinya." Alya mengeluarkan sebuah undangan berwarna gold yang kelihatan begitu mewah. Kinar merebut undangan itu dan membaca isinya. Nama kedua mempelai yang tercantum di sana sukses meyakinkan Kinar bahwa Alya tidak bercanda. Kinar meneguk ludah dan menoleh pada Zalea. Tatapan iba yang diperlihatkan oleh Kinar membuat Zalea yakin bahwa Rezka sekarang bukan miliknya lagi. Tanpa berkata apa-apa, Zalea bangkit lalu pergi dengan berurai air mata. Dihiraukannya panggilan dari Alya dan Kinar. Setelah tau kenyataan jika orang yang dia tunggu untuk menghitbahnya malah menikah dengan sahabatnya sendiri, Zalea pun langsung pulang ke Mansion untuk menenangkan diri di kamar kesayangannya. Awalnya Alya ingin menyusul Zalea tetapi dicegah oleh Kinar, karena mungkin Zalea ingin menyendiri dulu. *** Sesampai di mansion Zalea berpas-pasan dengan abangnya yaitu Rakha, kemudian ia berlari menuju kamar. Melihat Zalea menangis, Rakha mendadak khawatir. Rakha segera menyusul Zalea di kamarnya takut jika sesuatu terjadi pada adiknya itu. Diketuknya pintu kamar Zalea. "Lea, buka pintunya, Dek. Ini Abang." Hanya suara sesenggukan dari Zalea yang merespon panggilannya. "Dek, kamu kenapa? Abang khawatir kamu kenapa-kenapa. Buka pintunya, Dek!" ucap Rakha tidak sabar. Tidak lama kemudian Zalea keluar dengan keadaan berantakan dan langsung memeluk Rakha sambil menanis sesenggukan di d**a saudaranya itu. "Bang ... hiks ..." "Kita masuk ke kamar dulu terus abis itu kamu cerita sama Abang," ucap Rakha. Rakha pun langsung mengajak Zalea masuk ke kamarnya. Zalea pun menceritakan semua tentang Rezka yang telah menghianatinya. Tentang bagaimana dia bisa tahu Rezka akan menikah dengan Stella, sahabatnya sendiri. Tentang undangan yang tadi diperlihatkan oleh Alya. Mendengar cerita Zalea, Rakha mengeraskan rahangnya. Amarah tiba-tiba menjalar di dadanya. Berani-beraninya Rezka sialan itu mengkhianati Lea! batin Rakha. Dengan gigi bergemelutuk, dilepaskannya pelukan Zalea. Dia bangkit hendak pergi tapi Zalea menghentikannya. "A ... Abang mau kemana?" "Abang mau kasih pelajaran si Rezka sialan itu! Bisa-bisanya dia nyakitin kamu!" "Jangan, Bang! Jangan! Abang nggak usah ngasih pelajaran sama Rezka!" "Abang nggak terima, Lea! Kami yang keluargamu saja tidak pernah nyakitin kamu kayak gini. Pokoknya Abang mau ngasih perhitungan dengan Rezka!" "Jangan, Bang. Lea mohon, Bang." Rakha tidak mau mendengarkan permohonan Lea. Dia tetap ingin memberi pelajaran pada Reska. Dia melepas pegangan Lea lalu keluar. Namun baru di depan pintu, Lea langsung berteriak. "Kalau Abang sayang sama Lea, Abang nggak boleh ngasih pelajaran sama Rezka!" Langkah Rakha terhenti. Dia berbalik menatap adiknya. Dia sangat sayang pada Lea. Lea adalah satu-satunya putri di keluarga Revano. Dia adalah Princess Revano. Jika ada yang berani menyakiti Lea, dia akan mendapat pelajaran. "Bang ... Abang sayang kan, sama Lea?" lirihnya kembali mengulang pertanyaan itu. Rakha menghela nafas dengan berat. Dia sayang sekali dengan Lea. Baginya Lea adalah segala-galanya. Jika dengan tidak memeberi perhitungan pada Rezka, Lea bisa bahagia, maka dia akan melakukannya. "Baiklah. Abang nggak akan menemui Rezka," ucapnya kemudian. Zalea memeluk Rakha dan mengucapkam terima kasih berulang kali. Flash back off Huh ... Desahku. Mengingat waktu itu kelopak mataku kembali berair. Aku sangat tidak mengerti kenapa Rezka tega menghianatiku waktu itu. Bahkan jika dia ingin menikah dengan Stella kenapa dia tidak memberi tahuku sejak dulu? Dia bahkan tidak mengundangku di pesta pernikahannya. Semua kenangan itulah yang dulu membuatku meninggalkan Indonesia. Aku memilih menenangkan diri ke London karna sakit hati akan penghianatan Rezka. Aku merahasiakan semua yang menimpaku kepada keluargaku kecuali Bamg Rakha. Aku mengatakan ingin kuliah di London bersama Kinar dan tinggal di sana untuk beberapa waktu. Sampai saat ini aku masih tidak mengerti dengan Reska. Kalau dia ingin menikah dengan Stella, kenapa dia berjanji padaku untuk menikahiku? Kenangan itu kembali membuatku sakit. Tok ... tok ... tok ... Ketukan pintu menyadarkanku akan kenangan masa lalu. Ku hapus air mataku dengan tissue. Aku bangkit dan membuka pintu. "Ada apa, Bang?" "Makan, yuk, Dek!" ajak Bang Rakha. Dia yang tadi mengetuk pintu. "Tumben Abang yang manggil, bukan Bi Asih?" Rakha tersenyum. "Lagi pengen aja." "Oke. Abang duluan aja, ntar aku nyusul deh." "Oke. Cepetan, ya!" "Iya, Bawel!" Bang Rakha pun keluar dari kamarku. Setelah mencuci wajah untuk menghilangkan bekas air mata, aku segera menyusul Bang Rakha ke ruang makan. Di ruang makan sudah ada Mommy, Daddy, Tante Amara, Om Zaki, Kak Trissya dan Digo, anak Kak Trissya dan Bang Rakha yang berusia lima tahun. Nama lengkap Digo adalah Arieldigo Arendra Revano. "Malem semua!" sapaku pada semuanya. "Malem, Lea!" balas mereka hampir bersamaan. "Malem Aunty cantik!" sapa Digo, keponakanku yang lucu dan menggemaskan ini. "Makasih keponakan Aunty yang paling ganteng!" balasku lalu mengambil tpat duduk di samping Digo. Karena Mommy orang yang tidak suka mengobrol sambil makan, kami akhirnya makan dengan tertib. Setelah makan kami mengobrol-ngobrol. "Kamu kapan mau mimpin perusahaan, Lea" tanya Daddy tiba-tiba. Jelas saja itu membuatku kaget. Aku? Mimpin perusahaan? Nggak mungkinlah. "Kok Lea sih, Dad?" tanyaku tidak mengerti. Harusnya yang mimpin perusahaan itu Bang Rakha bukan aku. "Ya. Memang kamu." "Kenapa bukan Bang Rakha aja, Dad? Kenapa harus Lea?" "Abang kamu kan, udah punya perusahaan sendiri," ujar Om Zaki "Kan ada Keenan, passion aku juga bukan di dunia bisnis, Daddy, Om!" ujarku. Astaga, bisnis bukanlah passionku. "Keenan masih terlalu muda, kalo sudah waktunya, Kennan juga akan mimpin perusahan di cabang lain. Kamu yang akan memimpin perusahaan utama," ucap Daddy. "Kok, perusahaan milik aku saja? Kan harusnya milik kami bertiga," tanyaku. "Karena saham kamu sekarang sebesar 70%. Milik kamu 40% dan 30% nya milik Abang kamu yang sudah dibeli Opa Amarta untukmu," jelas Daddy. Astaga! Opa benar-benar sayang banget sama aku. Ahkan dia rela membeli saham Bang Rakha untukku. "Kenapa Opa beli untuk Lea? Bukan yang lain?" "Karena itu untuk hadiahmu," ucap Mommy. "Tapi, kan-" "Tidak ada tapi-tapian, minggu depan kamu akan Daddy perkenalkan sebagai CEO Revano Corp." Jika Daddy sudah berdalih seperti itu. Aku sudah tidak bisa membantah. "Oke, terserah Daddy aja." Setelah menyetujui permintaan Daddy aku segera berlalu ke kamar. Kurebahkan tubuhku di atas spring bed queen sizeku. Ya, Allah. Besok aku harus menjabat sebagai CEO di perusahaan ayah. Bagaimana ini? Aku ingin jadi desainer terkenal tapi ayah membebaniku dengan tanggung jawab yang besar. Tiba-tiba Digo masuk ke kamar yang kebetulan aku lupa menguncinya. "Aunty!" panggilnya. Aku bangkit dan bertanya, "Iya sayang, kenapa?" "Aunty, Digo mau ke Mall sama Mama, Aunty mau ikut, nggak?" tanyanya. Hmm ... Kayaknya ide yang bagus. Jalan-jalan ke Mall, lumayan buat refresing. "Oke. Aunty ikutan, deh!" "Kalau gitu, Aunty cepet siap-siap, aku turuan duluan, ya. Kalau lama aku tinggalin!" ancam Digo. Aku tersenyum mengiyakan ucapannya. Sekarang aku harus bersiap-siap untuk ke Mall. Setelah berganti pakaian, aku segera turun ke bawah. Di bawah sudah ada Kak Trissya dan Digo yang sudah siap untuk jalan-jalan. "Kamu lelet baget sih, Lea!" gerutu Kak Trissya. "Iya. Aunty lama banget. Kita itu udah nunggu dari tadi tau!" omel Digo. Kak Trissya terkekeh melihat anaknya mengomeliku. Dasar! "Maaf," ujarku sambil mencubit pipinya. "Iya. Ayo, masuk mobil. Kita berangkat ke Mall," ajak Kak Trissya kemudian.                  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD