Bagian 5

2476 Words
Lea tidak bisa tidur. Kenangan masa lalunya menggerogoti pikirannya. Pertemuan mereka tadi malam yang tak disangka-sangka membuatnya pusing memikirkan itu semua. Bertemu kembali dengan Rezka-pria yang menjanjikan pernikahan padanya-setelah empat tahun lamanya membuka kembali luka yang masih belum kering. Lea mendesah, meeting tadi pagi dia pending gara-gara pikirannya masih terpenuhi dengan Rezka. Sekarang pekerjaan di hadapannya sudah menumpuk. Ketukan pintu menyadarkannya dari lamunan. Mei, asistennya masuk setelah dipersilahkan oleh Lea. "Maaf, Bu Lea. Bu Cindy datang ingin menemui anda." Lea mengerutkan kening. "Kenapa tidak langsung menelfonku?" "Maaf, Bu. Saya sudah sejak tadi menghubungi Ibu, tapi Ibu sama sekali tidak mengangkatnya." Ucapan Mei menyadarkan Lea. Untuk mendengar telfon berdering saja dia bahkan tidak memperhatikannya. "Persilahkan dia masuk." Setelah mendapat perintah dari Lea, Mei segera keluar. Tak lama kemudian Cindy, salah satu rekan bisnis sekaligus temannya dan Rizky, masuk ke dalam ruang kerja Lea. "Astaga Lea, aku udah telfon kamu hampir ribuan kali, dan kamu malah nggak ngangkat satu pun?" ujar Cindy dengan pernyataan yang sudah jelas berlebihan. "Maaf, Cin. Aku lagi banyak pikiran, makanya nggak konsen." Cindy memutar bola matanya. "Jadi CEO emang ribet, ya? Untung aja bokap gue nggak jadiin gue CEO." Untuk menjawab itu, Lea hanya tersenyum. Ya, menjadi seorang pemimpin perusahaan besar itu sangatlah susah dan butuh tanggung jawab yang besar. Apalagi dengan keadaan suasana hati yang lagi kacau balau. "Btw Cin, ada apa kamu ke sini? Tumben banget loh," tanya Lea. Ya, dia mengenal Cindy sebagai wanita yang jarang sekali mengunjungi kantor orang lain kecuali ada kepentingan perusahaan. Namun, melihat kedatanga Cindy yang cukup santai, ini bukanlah urusan bisnis. "Aku terpaksa ke sini," jawab Cindy. "Tetpaksa gimana?" Cindy mendesah, "Itu, calon suamimu, ngerecokin aku mulu gara-gara kamu nggak ngangkat telfonnya dari tadi pagi." Cindy Wirya Pratama. Sahabat sekaligus rekan bisnis Rizky. Sejak kecil Risky dan Cindy memang bersahabat. Semua masalah yang dialami Rizky, pasti diketahui oleh Cindy. Segala keluh kesah Rizky, Cindylah yang menjadi tempat curhatnya. Makanya, setiap Lea tidak memberikan kabar kepada Rizky, Cindy yang akan mendapat gangguan dari Rizky. "Maaf ya, Cin. Rizky jadi ngerepotin kamu terus," ujar Lea dengan nada menyesal. "No problem. Rizky emang rese. Untung aku udah terbiasa," ujar Cindy. "Tapi Lea, apa sih yang jadi beban dipikiran kamu? Sampai-sampai calon suamimu, kamu abaikan?" Apa? Apa yang jadi beban pikirannya? Lea mendesah. Pikirannya dipenuhi oleh ingatan pertemuannya dengan Rezka tempo hari. Pertemuan pertama setelah empat tahun tak bertemu. Dan yang cukup membuatnya tertegun saat itu adalah Manda, gadis kecil yang membuatnya jatuh hati adalah anak dari Rezka dan Stella. Kejadian beberapa hari yang lalu berkelabat dibenaknya. Bagaimana dia berjalan dengan langkah berat menghampiri Rezka yang juga menatapnya dengan tatapan yang tak bisa diartikannya. Saat sampai di hadapan Rezka dan diperkenalkan sebagai calon istri oleh Rizky pun, Lea sama sekali tidak bersuara. Mulutnya tiba-tiba terkunci rapat-rapat. Tenggorokannya terasa tercekat. Saat dinner malam itu pun dirinya hanya makan sebentar saja itu pun karena tak ingin Rizky bertanya-tanya perihal sikapnya yang berubah. Dan ucapan terakhir Manda yang membuat seluruh tubuhnya menegang adalah saat Manda mengatakan bahwa Manda ingin Lea menjadi ibunya. Dan menimbulkan perdebatan antara Rizky dan Rezka. "Lea!" Panggilan Cindy menyadarkan Lea dari lamunannya. Dia mendongak dan menatap Cindy. "Kamu kenapa, sih?" Lea tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, kok. Tenang aja. Bilang sama Rizky, kalau aku gak apa-apa. Aku cuman banyak pikiran aja." "Baiklah." Setelah pamit pada Lea, Cindy segera pergi. Stella mengajak Lea ke cafe yang berada di dekat sekolah mereka. Meninggalkan Kinar dan Alya di belakang karna mereka sangat suka berdebat. Bahkan untuk keluar dari kelas saja butuh berjam-jam untuk menunggu mereka selesai berdebat. Entahlah, Kinar dan Alya suka sekali berseteru meski pun mereka bersahabat. "Kinar sama Alya kok lama banget?" gerutu Lea. Stella terkekeh. "Lagian lo kayak nggak kenal mereka aja. Ribet kali ngajakin mereka," ujar Stella. Setelah pesanan mereka datang, Kinar dan Alya baru sampai di sana. Tentunya setelah mereka berdebat dulu. "Lama banget, sih?" "Kinar tuh, jalannya lambat banget!" ujar Alya menatap Kinar dengan sebal. Kinar menoyor kepala Alya. "Eh, kamu kali yang lelet!" balas Kinar tak mau kalah. Dan perseteruan kembali di antara mereka. Stella dan Lea hanya memijat kepala mereka. Pusing dengan pertengkaran kedua orang itu. "Rezka!" teriakan Stella membuat Kinar dan Alya berhenti bertikai. Baik Kinar dan Alya, Lea juga ikut menoleh ke arah orang yang diteriaki Stella. Seorang cowok mendekati mereka. Wajahnya karismatik dan membuat Kinar dan Alya menjerit tertahan akan ketampanannya. "Hy, Stell!" sapa cowok itu. Stella membalas sapaannya dan mempersilahkan dia untuk bergabung bersama mereka setelah memperkenalkan ketiga temannya pada cowok bernama Rezka yang ternyata adalah teman Stella. Bertemu dengan Rezka, entah kenapa menggetarkan hati Lea. Sejak saat itu, Lea mulai dekat dengan Rezka. Rezka juga merasakan hal yang sama, dia mulai menyukai Lea sejak pertemuan mereka. Baru setelah lulus SMA, Rezka menyatakan cintanya pada Lea dan meminta Lea untuk jadi pacarnya, namun Lea menolaknya dengan halus. "Sory Rez, bukannya aku tidak ada menyukaimu. Bahkan aku juga punya rasa yang sama untukmu. Hanya saja, dalam islam kita tidak diperbolehkan untuk pacaran. Pacaran bisa mendekatkan kita pada zina." Mendapat jawaban seperti itu, Rezka mengangguk mengerti. Bukannya sedih akan penolakan Lea, dia malah senang karna baginya selain cantik, Lea juga menghindari larangan Allah SWT. Walau tak bisa menjadikan Lea sebagai pacarnya, Rezka tidak putus asa. Dia malah memposisikan dirinya sebagai sahabat hidup Lea yang selalu ada di saat Lea membutuhkannya. Kenangan itu kembali membuat Lea merenung. Dia teringat saat pertama kali bertemu dengan Rezka. Stella yang memperkenalkan mereka, tapi kenapa Stella malah merebut Rezka darinya? Lea mendesah, bangkit dari duduknya dan keluar dari ruang kerjanya menuju ruang meeting berada. "Aku cinta kamu, Zal. Aku ingin kita menjalin sebuah hubungan serius. Yaitu hubungan pernikahan." Ucapan Rezka membuat Lea mengembangkan senyum. Perasaan senang meluap di dalam dadanya. Bahagia adalah satu kata yang menggambarkan perasaannya. Bagaimana tidak? Sejak mengenal Rezka dia sudah tertarik pada laki-laki yang karismatik itu. Namun, mereka memilih taaruf daripada pacaran. Dan akhirnya Rezka mengucapkan kalimat yang sudah lama ingin didengarnya dari bibir Rezka. Setelah menerima lamaran tidak langsung dari Rezka. "Kita sudah meminta restu pada Kak Rakha. Bulan depan, aku akan datang bersama orang tuaku untuk melamarmu." Namun, bulan depan yang dijanjikan Rezka hanyalah omong kosong belaka. Pernikahan Rezka memang terjadi tetapi, bukan Lea yang bersanding bersamanya. "Rezka akan menikah dengan Stella. Ini undangannya," ujar Alya. Rezka Steven Ferlando Stella Adinda Bramantyo Air mata menetes di kedua pipi Lea dan tentu saja membuat para koleganya yang masih berada di ruang meeting bertanya-tanya. Mei, asistennya segera menyentuh bahu Lea dengan pelan dan menyadarkan Lea dari lamunannya. Lea menghapus air matanya yang menegucur begitu saja tanpa sepengetahuannya. "Bu Zalea, Anda tidak apa-apa?" tanya salah seorang koleganya. Lea memberi senyum sedikit. "Tidak apa-apa, Pak. Saya hanya sedikit sakit kepala," jawab Lea asal. "Kalau Bu Zalea kurang sehat, meeting bisa diwakilkan, Bu." "Tidak apa-apa, Pak." Lea berdehem sebentar sebelum berkata, "Baik, sampai di mana pembahasan kita tadi?" "Daddy! Ini Onty cantikna Anda, Onty cantik, ini Daddyna Manda," ujar Manda seraya menarik tangan Lea dan tangan Rezka hingga keduanya bersalaman. Baik Rezka maupun Lea, saat tangan mereka bersentuhan, perasaan yang telah lama hilang kini kembali mencuat kepermukaan. Perasaan sayang, rindu dan juga, cinta. Tidak mau berlama-lama, Lea segera menarik tangannya dan memalingkan wajahnya ke arah yang lain. Saat tangan Lea terlepas, perasaan sakit menjalar di hati Rezka. Itu sudah menandakan bahwa dirinya tak mendapat maaf dari Lea. "Daddy! Onty cantik ini yang beliin Anda cepatu!" seru Manda girang dan tanpa malu-malu naik di pangkuan Lea. "Oh, jadi Manda sudah kenal sama Aunty cantik, ya?" tanya Rizky pada keponakan tersayangnya itu. Manda mengangguk senang menimpali pertanyaan Rizky. "Iya, Uncle Isky, Anda kenal sama Onty cantik. Onty cantik jadi mommynya Anda, ya?" Ucapan Manda membuat Rizky terkekeh. Rizky mengacak rambut Manda dan berkata, "Nggak bolehlah Sayang. Aunty Lea kan, calon istrinya Uncle." Tanpa Rizky sadari, mendengar ucapan Manda, kedua insan yang duduk berhadapan itu saling terpaku. Ucapan Manda yang ngawur benar-benar membuat mereka seperti dihantam godam besar. Risky mengambil alih Manda dari pangkuan Lea. "Manda nggak boleh rebut Aunty Lea dari Uncle ya, Uncle sayang banget sama Aunty Lea," ujar Rizky sambil tersenyum. "Tapi Anda mau Onty cantik, Uncle, kalau Onty jadi istlina Uncle, Onty cantik gak boleh main sama Anda lagi, dong." "Nggak kok, Sayang. Aunty cantik tetap main sama Manda." "Pokoknya Uncle Isky nggak boleh nikah sama Onty ca-" "Shut up, Manda!" Teguran Rezka yang terkesan membentak Manda membuat Manda menyembunyikan wajahnya di d**a Rezka. Menyaksikan itu Lea hanya diam, tak tahu harus berbuat apa. Ingin membela Manda, ia takut kalau kedua laki-laki di hadapannya ini beranggapan lain. Bisa saja mereka mengira kalau Lea memang ingin menjadi istri Rezka kan? Rizky yang pertama membuka suara. Merasa tidak enak pada Lea dan sedikit kesal pada Rezka yang menurutnya childish. "Apaan sih, lo, Rez? Manda kan cuman bercanda," ujar Rizky kesal. "Dia gak sopan, Rizky!" "Dia cuman anak kecil!" "Ah, sudahlah!" Rezka menghetikan perdebatan mereka. Dan makan malam itu hanya diisi dengan kesunyian setelahnya. Rezka menghembuskan napas dengan berat. Ingatan tentang pertemuannya dengan Lea saat itu membuatnya dilanda kegalauan. Galau karna wanita yang akan dinikahi Rizky adalah Zalea, wanita yang pernah dijanjikannya sebuah pernikahan namun dikhianatinya. Dan lagi, ternyata sampai sekarang perasaannya pada Lea masih sama seperti dulu. Ketika melihat Lea jantungnya masih berdetak seperti dulu. Perasaannya pada Lea tetap sama. Perasaan yang disebutnya dengan ... cinta. "Bu Lea, manager dari Ferlando Grup baru saja menelfon dan mengatakan kalau mereka menerima proposal dari perusahaan kita. Dan yang menyetujuinya adalah CEO mereka sendiri," ujar Mei pada Lea yang sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya. Lea mendongak sekedar melihat Mei. "Baiklah kalau begitu. Insya Allah, proyek kita bisa berjalan dengan lancar." Mei mengangguk. Setelah pamit ia langsung pergi, namun baru beberapa langkah, Mei berhenti dan kembali ke hadapan Lea. "Bu Lea, CEO Ferlando Grup berpesan, untuk perencanaan lebih lanjut, sekiranya kalian bisa bertemu untuk membicarakannya secara terperinci." "Baiklah," jawab Lea. "Atur saja pertemuan kami." "Baiklah, Bu. *** Lea turun dari mobilnya dan segera masuk ke dalam cafe tempatnya janjian dengan CEO Ferlando Grup. Sedikit tergesa-gesa karna terlambat beberapa menit. Takut jika koleganya bosan menunggunya. "Meja nomor tiga," gumamnya dan mencari tempat yang tadi diberitahukan Mei padanya. Sampai di meja nomor tiga, seorang laki-laki berdiri membelakanginya sambil menelfon. Lea menyipitkan matanya seperti mengenali punggung tegak di hadapannya itu. "Assalamu'alaikum," sapanya. Laki-laki itu membalikkan badan sambil menjawab salamnya. "Waalaikum'sal-" Rezka terhenyak begitupula dengan Lea. "Le ... Lea?" gumam Rezka terbata-bata. Sama seperti Rezka, Lea juga terkejut. Ternyata investornya adalah Rezka. Setelah berdeham beberapa saat mereka akhirnya duduk. Walau canggung, Lea dan Rezka berusaha bersikap propesional. Pekerjaan tetaplah pekerjaan, urusan pribadi haruslah dikesampingkan dulu. Setelah segala urusan pekerjaan mereka selesai dan kata sepakat sudah keluar. Mereka akhirnya bersama-sama keluar dari cafe. "Ehm ... baiklah, Rez. Aku duluan ya!" ujar Lea saat akan masuk ke dalam mobilnya. Namun Rezka dengan cepat menahannya. "Ada apa?" tanya Lea bingung dan sedikit canggung. Menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal, Rezka berucap, "Eh ... aku minta maaf." Lea mengerutkan kening, "Maaf untuk apa?" "Semuanya." "Maksudnya?" "Lea, aku minta maaf atas segala pengkhianatan yang pernah kulakukan. Bukannya aku tidak ingin menikahimu ta-" Ucapan Rezka terhenti saat Lea menaikkan menaikkan tangannya pertanda agar Rezka berhenti. "Sudahlah Rez, aku sudah mengikhlaskan semuanya. Apa yang sudah terjadi tidak bisa dirubah lagi," ujar Lea. "Dengar Lea, aku bukannya ingin mengkhianatimu. Aku menikahi Stella bukan karna kemauanku. Aku menikah dengan Stella karena itu permintaan terakhir Mama Amelina." Mama Amelina yang Rezka maksud, adalah Mama kandung Stella. Rezka dan Lea sangat dekat dengan beliau, bahkan beliau meminta Rezka dan Lea memanggilnya Mama seperti Stella. Karena mereka sudah Amelina anggap seperti anak kandungnya sendiri. Yang kenal dan dengan Amelina hanya Lea dan Rezka, karena mereka yang sering ke rumah Stella. Untuk mengerjakan tugas, atau hanya untuk bermain saja. "Terakhir?" Rezka mengangguk. "Maksudmu, Tante Amelina sudah mening ... gal?" Sebagai jawaban Rezka mengangguk. Karena terlalu kecewa pada Stella, Lea sudah memanggil Amelina kembali dengan sebutan Tante tidak lagi memanggilnya Mama. Lea sedih mendengar kabar itu, karena dia juga sangat menyayangi Amelina. "Aku turut berduka cita atas meninggalnya Tante Amelina." Amelina memang meminta pada Rezka untuk menikah dengan Stella, agar Rezka dapat menjaga Stella dalam ikatan halal. Amelina tidak memiliki keluarga lagi selain Stella anaknya, karena Amelina adalah anak yatim piatu sejak kecil. Keluarga dari almarhum Rendra--- Papa Stella---, Amelina sama sekali tidak pernah mengenalnya. Amelina dan Rendra tanpa restu dari keluarga Rendra, jadi mereka melakukan kawin lari. Sejak saat itu, Rendra tidak di akui lagi oleh keluarga Bramantyo. Stella juga seperti itu, tidak memiliki siapapun selain sang Mama. Maka dari itu, Amelina menitipkan Stella dan seluruh hartanya pada Rezka. Amelina begitu percaya dengan Rezka, karena Rezka menurut pria yang sangatlah baik. Sebenarnya Rezka ingin menolak menikahi Stella, tetapi karena hutang budinya pada Amelina. Rezka terpaksa menerima untuk menikah dengan Stella. Rezka merasa begitu hutang budi pada Amelina, karena dulu saat keluarga susah Amelinalah yang membatu keluarganya. Tidak tahu bagaimana caranya membalas budi pada Amelina, selain menikah dengan Stella. Akhirnya, Rezka berjanji untuk menikah dan akan terus menjaga Stella. Amelina meminta Rezka menikahi Stella saat itu juga, karena dia ingin menyaksikan pernikahan sang putri sebelum meninggal dulu. Setelah Reza mengucap ijab kabul dan sudah disahkan menjadi suami istri dengan Stella, Amelina menghembuskan nafasnya terakhir. Amelina meninggal dengan tersenyum, karena sudah bisa menyaksikan pernikahan sang putri dengan pria yang menurutnya terbaik. Setelah pemakaman Rezka membawa Stella pulang ke rumah orang tuanya, kedua orang tua Rezka jelas sangat kaget. Saat tau putra mereka yang baru saja lulus sekolah, ternyata sudah menikah tanpa memberitahu mereka terlebih dahulu. Kedua orang tua Rezka, jelas sangat kecewa karena hal itu. Kedua orang tua Rezka, meminta Rezka mengadakan resepsi pernikahan. Agar mereka tahu, Rezka dan Stella sudah menikah. Jadi mereka tidak akan salah faham lagi. "Sekarang kamu mengerti kan, kenapa aku menikahi Stella? Itu semua karena keing-" "Kalau begitu baiklah, tidak usah menjelaskannya lagi. Kalian sudah bahagia, apalagi kalian memiliki putri secantik Manda," ujar Lea sambil tersenyum meningat wajah lucu Manda. Entah kenapa setiap mengingat Manda, hatinya jadi menghangat. "Tidak Lea. Aku dan Manda tidaklah bahagia." "Apa maksudmu?" Rezka mendekat dan menggenggam tangan Lea. Lea tersentak kaget saar Rezka menatapnya begitu lekat. Niatnya ingin menarik tangannya malah dia tidak berkutik karena tatapan itu. "Lea, Manda tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Stella," Rezka menghela napas sebelum melanjutkan, "dia meninggal sesaat setelah melahirkan Manda." Air mata Lea menetes tanpa disadarinya. Stella meninggal? Batinnya. "Itu sebabnya, hari ini aku ingin kamu membatalkan pernikahanmu dengan Rizky dan menikah denganku. Manda membutuhkanmu Lea, Manda butuh ibu sepert-" "Cukup Rezka!" Lea menarik tangannya lalu segera masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan Rezka yang tengah menjambak rambutnya. Baru sadar kalau ucapannya terkesan b******k. Membatalkan pernikahan hanya untuk seorang Rezka? Laki-laki yang sudah menghianatinya? Tidak mungkin! Tidak jauh dari tempat Rezka yang berjongkok dan tampak nelangsa, walaupun tidak mendengar apa yang tadi dibicarakan kedua orang yang dikenalinya, Risky sudah cukup tahu bahwa ada sesuatu yang terjadi di antara Rezka dan Lea.                                                        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD