Chapter 3

2777 Words
“Ya, ampun. Sebenarnya di mana rumah orang itu?” gerutu Ruby seraya menolehkan kepalanya ke segala arah. Ia lalu berhenti sejenak dari perjalanan panjangnya di bawah sebuah pohon rindang seraya meletakkan tasnya di samping kakinya. Seraya menghela napas, Ruby menyeka keringat yang mulai bercucuran di keningnya karena lelah, juga sinar matahari yang sejak tadi menyorotinya. Ia pikir, setelah melewati gerbang besar di depan tadi, ia bisa langsung melihat rumah yang akan menjadi tempat kerjanya. Tapi nyatanya, setelah berjalan kaki selama hampir lima belas menit, ia hanya bisa melihat jalan setapak yang dikelilingi pepohonan lebat seperti ini. Ia bahkan tak melihat adanya tanda-tanda sebuah rumah di sekitar sana. “Aku yakin ini alamat yang tepat dengan alamat yang Leo kirimkan padaku,” gumamnya seraya melihat kembali pesan yang Leo kirimkan padanya. Dan memang benar, tempat yang ia datangi ini adalah cocok yang alamat yang tertera di papan depan gerbang tadi. Tapi, kenapa di sini tidak ada rumah? “Apa orang itu tinggal di dalam hutan tanpa rumah?” tebak Ruby mulai takut dengan kepribadian calon majikannya nanti. Namun, ia segera menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir rasa takutnya. “Tidak, tidak mungkin. Orang macam apa yang tidak memiliki rumah tapi membutuhkan pelayan? Bahkan ada gerbang besar di depan sana dan seorang keamanan yang memeriksa identitasku,” gumam Ruby kemudian menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan seraya menutup mata. Ia melakukan itu berkali-kali untuk menenangkan dirinya. Ketika membuka mata, sontak Ruby memegang dadanya karena terkejut saat melihat sebuah mobil mewah tiba-tiba berada di sampingnya tanpa suara. “Jesus! Cobaan apa lagi ini?” gumam Ruby seraya mengusap dadanya. Tak lama kemudian, jendela pintu bagian belakang mobil itu terbuka dan menampilkan seorang wanita yang sangat cantik. Setelah melihatnya, barulah Ruby tersadar dan bertanya-tanya, mengapa mobil itu berhenti di sampingnya? “Siapa kau?” tanya wanita itu. Tak ramah, tapi juga tak jutek. Namun, sorot matanya jelas terlihat tak menyukai keberadaan Ruby di sana. “Mmm ... namaku Ruby Wynne. Aku sedang mencari rumah Mr. Jack Smith,” jawab Ruby sedikit ragu. ‘Siapa wanita ini?’ batin Ruby bingung. “Kenapa kau mencarinya?” tanya wanita itu lagi. Kali ini ia menatap mengintimidasi pada Ruby hingga membuatnya merasa sedikit takut. “A, aku pelayan baru yang akan bekerja di rumah Mr. Smith,” jawab Ruby. “Pelayan baru?” tanya wanita tersebut dengan kening yang mengerut. “Iya,” jawab Ruby seadanya. Sebenarnya, ia ingin menjelaskan pada wanita itu bagaimana ia bisa sampai di sini. Tapi, ia tak tahu siapa wanita itu. Lagi pula, ceritanya juga cukup panjang untuk diceritakan di tengah jalan seperti ini. Dan yang terpenting sekarang adalah ia bahkan belum menemukan rumah calon majikannya itu. “Naiklah,” pinta wanita itu dan membuat Ruby terkejut. “T, tidak apa-apa. Aku akan berjalan kaki saja,” tolak Ruby seraya melambai-lambaikankan kedua tangannya beberapa kali sebagai tanda penolakan. “Masih ada 5 menit lagi untuk tiba di rumah itu menggunakan mobil dan sekitar 15 menit jika berjalan kaki. Kau akan mati dehidrasi kalau berjalan kaki sampai di sana,” ucap wanita tersebut sontak membuat Ruby menganga. ‘Rumah macam yang jaraknya sampai setengah jam dari gerbang utama ke rumah? Apa pemilik rumahnya orang gila?’ batin Ruby menggerutu. “Naiklah,” pintanya lagi. Selama beberapa saat, Ruby membisu dengan otak dan batinnya yang saling beradu. Ia lalu menoleh ke arah jalan setapak yang sepertinya tak memiliki ujung itu. Dengan ragu, ia pun menerima tawaran tersebut dari pada ia benar-benar mati terlebih dahulu sebelum sempat bertemu dengan calon majikannya itu. Tanpa membuang waktu, Ruby segera masuk ke dalam mobil tersebut bersama tas bawaannya. Setelah ia duduk dengan baik, mobil tersebut langsung melaju menyusuri jalan setapak yang sangat panjang itu. Sesuai dengan ucapan wanita tersebut. Jarak ke rumah itu masih lumayan jauh dari tempatnya tadi. ‘Benar-benar hanya pepohonan. Kenapa Mr. Smith tinggal di dalam hutan seperti ini? Apa dia tidak takut rumahnya dimasuki hewan buas?’ batin Ruby yang sedari tadi memandangi sekeliling dan hanya menemukan pepohonan rindang yang tertata dengan rapi. “Dari mana kau berasal?” tanya wanita itu tiba-tiba membuat Ruby tersentak kaget. “A, aku berasal dari Perth,” jawab Ruby sedikit terbata karena tak menyangka akan mendapat sebuah pertanyaan dari wanita di sebelahnya ini. “Kau jauh-jauh datang ke Sydney hanya untuk jadi pelayan?” tanya wanita tersebut. “Bisa dibilang begitu. Karena, di sana tak ada tempat yang mau menerima orang sepertiku,” ujar Ruby tanpa sadar. “Ah, temanku yang merekomendasikan tempat ini. Katanya Mr. Smith sedang membutuhkan seorang pelayan untuk menggantikan pelayan yang sebelumnya berhenti,” ungkapnya canggung. “Siapa temanmu itu?” tanya wanita itu meski ia cukup bingung dengan maksud Ruby yang mengatakan, ‘orang sepertiku’. “Dia seorang koki di sebuah restoran yang ada di Perth,” jawab Ruby seraya tersenyum mengingat Leo dan keempat koki lainnya. Sebelum datang ke sini, para koki kesayangannya itu menyempatkan waktu mereka untuk mengadakan pesta perpisahan pada Ruby. Meski Ruby telah menolak usulan itu dengan tegas, tapi para koki itu sangat keras kepala hingga menarik Ruby pergi begitu saja. Walau pada akhirnya, Ruby juga ikut bersenang-senang bersama mereka. Setelah melewati jalan setapak yang cukup panjang, akhirnya Ruby dapat melihat sebuah taman yang sangat luas, bersih, dan sangat indah hingga membuat Ruby terkagum-kagum melihatnya. Tak lama kemudian, mobil tersebut berhenti di pelataran rumah yang di depannya terdapat sebuah air mancur yang sangat indah. “Wow~ Apa ini benar-benar sebuah rumah?” gumam Ruby begitu keluar dari mobil tersebut seraya menenteng tasnya. Matanya memandang kagum pada rumah mewah dan megah yang berada di hadapannya saat ini. Seumur hidupnya, ia belum pernah melihat rumah sebesar itu. Jadi, wajar kalau sekarang menganga saat melihat rumah tersebut. “Masuklah,” pinta wanita tadi seraya berlalu meninggalkan Ruby. Ruby yang tersadar dari lamunannya pun segera beranjak dari tempatnya mengikuti wanita itu memasuki rumah mewah tersebut. Meski matanya masih menelusuri setiap sudut rumah itu dengan kagum. “Selamat datang, Miss,” sapa beberapa pelayan yang melihat kedatangan wanita yang tengah Ruby ikuti saat ini. ‘Siapa sebenarnya wanita ini?’ batin Ruby semakin bingung karena semua pelayan menyapa wanita tersebut dengan penuh hormat. “Di mana Daddy?” tanya wanita tersebut pada seorang wanita paruh baya yang mengenakan pakaian yang berbeda dari pelayan lainnya. “Mr. Smith berada di ruang kerjanya, Miss,” jawab wanita paruh baya tersebut. Dari ucapannya yang sangat tegas, tubuh tegap, serta pakaian yang berbeda dari pelayan lain itu, Ruby dapat menebak kalau wanita paruh baya itu adalah kepala pelayan di sini. ‘Tunggu. Daddy? Mr. Smith? Apa mungkin ... wanita ini putrinya?’ batin Ruby terkejut dengan tebakannya sendiri. “Ah!” seru wanita tersebut saat hendak beranjak dari sana. “Apa kita sedang mencari pelayan baru?” tanyanya. “Benar, Miss. Dan harusnya, hari ini pelayan itu sudah berada di sini,” jelas wanita paruh baya tersebut. “Apa dia orangnya?” tanya wanita itu. Sontak, wanita paruh baya tersebut menatap Ruby yang masih berdiri di tempatnya tanpa bergerak seinci pun. “Siapa namamu?” tanya wanita paruh baya tersebut. “Namaku Ruby Wynne,” sahut Ruby. “Benar, Miss. Dia orangnya,” ujar wanita paruh baya itu kembali beralih pada wanita tadi. “Kalau begitu urus dia dengan baik. Aku akan pergi ke ruang kerja Daddy,” pinta wanita tadi kemudian beranjak dari sana. “Ikut aku,” pinta wanita paruh baya tersebut kemudian beranjak dari sana. Dengan segera, Ruby pun mengikuti wanita paruh baya itu hingga mereka sampai di sebuah kamar yang terletak cukup jauh dari pintu masuk tadi. “Mulai hari ini, kau akan tinggal di kamar ini,” ungkap wanita paruh baya tersebut. Ruby lalu mengamati kamar yang lumayan besar tersebut. Meskipun ini adalah kamar pelayan, tapi kamar ini lebih bagus dari kamarnya dulu. Dan tentu saja jauh lebih besar. “Namaku Beatrice Blenn, kau boleh memanggilku Beatrice. Aku adalah kepala pelayan di sini,” ungkap wanita paruh baya bernama Beatrice tersebut tanpa meninggalkan kesan tegas yang sejak awal wanita itu perlihatkan padanya. “Letakkan barangmu di sana lalu gantilah pakaianmu dengan pakaian yang ada di lemari. Setelah itu, aku akan mengajakmu berkeliling untuk menunjukkan hal-hal yang harus kau ketahui,” pinta Beatrice. “Baik,” ucap Ruby patuh kemudian segera mengikuti ucapan Beatrice. Setelah mengganti pakaian dengan pakaian khusus pelayan yang telah tersedia di dalam lemari, Ruby kembali berdiri di hadapan Beatrice yang menunggunya sejak tadi di depan pintu. “Ayo,” ajak Beatrice kemudian beranjak dari sana yang langsung diikuti oleh Ruby. Selama hampir satu jam, Beatrice mengajak Ruby berkeliling rumah mewah berlantai tiga tersebut dan menghafal setiap ruangan yang ada, akhirnya Ruby bisa menarik napas sejenak. Sejak tadi, kakinya terasa sangat pegal karena terus berjalan tanpa henti. Telinganya pun terasa panas dan gatal mendengar penjelasan Beatrice tanpa henti. “Apa kau sudah menghafal semuanya?” tanya Beatrice. “Sudah, Mrs.,” jawab Ruby. “Sudah kubilang panggil aku Beatrice,” tegur Beatrice. ‘Bagaimana bisa aku memanggilmu hanya dengan nama saja saat usiamu jauh lebih tua dariku?’ batin Ruby. “Baik, Beatrice,” ujar Ruby membuat Beatrice terlihat sangat puas dengan ucapannya. “Di rumah ini, kita hanya melayani tiga orang. Mr. Jack Smith, Mrs. Jennifer Smith, dan Miss Claire Smith. Kau akan melihat Mr. dan Mrs. Smith saat makan malam nanti,” jelas Beatrice. “Lalu Miss Smith? Apa dia tidak ada di sini?” tanya Ruby mencoba memastikan tebakannya. “Bukankah tadi kau datang bersamanya ke sini?” tanya Beatrice balik yang membuat Ruby baru merutuki dirinya sekarang. Seketika, ia langsung mengingat semua tindakannya tadi. Apa ia telah melakukan kesalahan pada majikannya itu saat ia menumpang tadi? “Karena kau di sini menggantikan pelayan yang baru saja berhenti, maka kau juga akan menggantikan semua tugasnya,” ungkap Beatrice yang membuyarkan lamunan Ruby. “Mulai besok, tugasmu adalah membersihkan kamar Miss Smith, membersihkan ruang kerja Mr. Smith, dan membersihkan taman di bagian Utara. Jika pekerjaanmu selesai sebelum jam makan malam dimulai, kau bisa membantu pekerjaan di dapur. Dan ingar, pastikan untuk tidak meninggalkan debu sebutir pun di mana-mana. Untuk hari ini, kau hanya perlu membantu bagian dapur untuk menyiapkan makan malam,” jelasnya. “Apa kau memiliki pertanyaan?” tanyanya. “Apa aku harus membersihkan kamar Miss Smith setelah dia bangun atau aku boleh membersihkannya sebelum Miss Smith bangun?” tanya Ruby. “Kau boleh membersihkannya sebelum Miss Smith bangun. Tapi ingat, kau tidak boleh membuat suara sedikit pun, karena telinga Miss Smith sangat sensitif terhadap suara sekecil apa pun. Dan kau juga harus kembali ke sana setelah Miss Smith bangun untuk merapikan tempat tidurnya yang masih berantakan,” jawab Beatrice panjang lebar. “Baiklah. Aku mengerti,” ucap Ruby. “Kalau kau masih memiliki pertanyaan, jangan ragu untuk mencariku,” ujar Beatrice. “Baik,” ucap Ruby. “Sekarang pergilah ke dapur,” pinta Beatrice kemudian beranjak dari sana. “Baik,” ucap Ruby patuh. Sepeninggal Beatrice, Ruby langsung menghela napas lega. Bersama Beatrice sejak tadi membuat jantungnya berdebar cepat. Tatapan wanita paruh baya itu terlihat sangat mengintimidasi. Ia bahkan selalu menahan napasnya beberapa saat jika wanita paruh baya itu kembali menatapnya. Tapi, jauh dari pada itu, Ruby mulai mengagumi sosok Beatrice yang masih aktif bekerja dan ingatan yang masih kuat meski usianya tidak muda lagi. ------- “Siapa kau?” tanya seorang pelayan saat melihat Ruby masuk ke area dapur dengan ragu-ragu. “Namaku Ruby Wynne, pelayan baru yang menggantikan pelayan sebelumnya,” jawab Ruby. “Ah~ Jadi kau pengganti Lana,” gumam pelayan tersebut. “Namaku Maia Gene, kau bisa memanggilku Maia,” lanjutnya memperkenalkan diri. “Senang berkenalan denganmu,” ucap Ruby. Maia lantas memperkenalkan semua pelayan dan koki yang berada di sana pada Ruby. Mereka semua juga menyambut Ruby dengan baik dan hangat hingga membuat Ruby merasa senang. Ia pikir, ia telah menemukan pekerjaan yang tepat untuknya. Tak lama kemudian, seorang pria dengan seragam koki masuk ke dalam membawa beberapa sayuran di dalam pelukannya seakan takut kalau sayuran-sayuran itu akan terluka. “Ah, itu Bierce!” seru Maia. “Ada apa?” tanya pria bernama Bierce Blade tersebut tampak bingung karena namanya tiba-tiba disebut. “Bierce, perkenalkan, dia adalah Ruby. Pelayan baru yang akan menggantikan Lana,” ungkap Maia. Tatapan Bierce lantas tertuju pada Ruby yang berada di samping Maia. “Jadi, kau yang namanya Ruby,” ucap Bierce. “Leo menitipkan pesan padamu. Katanya, ‘jangan ceroboh dan perhatikan setiap langkahmu’,” lanjutnya kemudian tersenyum kecil setelah menyampaikan pesan Leo padanya semalam. “Kau kenal Leo?” tanya Ruby bingung. “Tentu saja. Aku yang memberitahunya tentang pekerjaan ini,” jawab Bierce seraya membongkar sayuran yang ia bawa tadi di atas meja. Seketika, Ruby merasa bahwa dirinya sangat konyol. Benar. Waktu itu Leo memberitahunya kalau ia memiliki teman di sini yang juga bekerja sebagai koki. Kalau Bierce mengenal Leo, sudah pasti pria itulah yang Leo maksud tempo hari. “Ah, benar juga. Aku melupakan itu,” gumam Ruby. “Jangan dipikirkan. Lebih baik kau fokus dengan pekerjaanmu,” ucap Bierce seraya tersenyum. Ruby pun membalas senyuman pria itu seraya menganggukkan kepala. Sesaat kemudian, Ruby mulai mengerjakan pekerjaan yang bisa ia bantu di dapur. Dan semuanya ia kerjakan dengan penuh kehati-hatian. Ia tak ingin sikap cerobohnya membuatnya harus kehilangan pekerjaan lagi seperti tempo hari. Beberapa saat kemudian, akhirnya pekerjaan di dapur selesai setelah para koki menyediakan berbagai jenis makanan di atas meja dapur. Para pelayan pun mulai menyajikan makanan tersebut di atas meja makan. Termasuk Ruby yang ikut membantu. Setelah menyajikan makanan di atas meja, para pelayan dan koki yang bertugas di dapur berbaris di sisi meja makan. Ruby yang saat itu tak tahu harus ke mana ikut berdiri di sana. Tak lama kemudian, ketiga majikannya masuk ke ruang makan dan duduk di kursi masing-masing. Jack, Jennifer, dan Claire. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, ketiganya mulai memakan makanan masing-masing hingga menimbulkan kesan dingin bagi siapa pun yang melihatnya. ‘Kenapa auranya sangat dingin? Apa semua orang kaya memang seperti ini?’ batin Ruby. “Dad,” panggil Claire membuka suara. “Ada apa, Baby?” tanya Jack Ruby lantas menarik pikirannya yang menganggap bahwa keluarga di hadapannya ini memiliki kesan dingin setelah mendengar Jack memanggil putrinya dengan sangat hangat seperti itu. “Aku ingin mobil baru. AC mobilku yang sekarang sudah tidak dingin lagi,” ujar Claire manja. ‘Apa? Dia mau ganti mobil hanya karena AC mobilnya sudah tidak dingin?’ batin Ruby tak percaya. “Cukup beritahu Paul –sekretaris Jack- mobil apa yang kau mau,” pinta Jack. “Jangan selalu menuruti keinginannya, Sayang. AC mobilnya ‘kan masih bisa di service, jadi tidak perlu mengganti mobil,” sahut Jennifer lembut. “Tidak apa-apa. Lagi pula sudah lama juga putri kita tidak mengganti mobilnya,” ujar Jack. “Sudah lama? Dia baru mengganti mobilnya tiga minggu yang lalu hanya karena ban mobilnya bocor,” ucap Jennifer mengingatkan. “Itu sudah lama bagiku. Biasanya dia mengganti mobil dua minggu sekali. Lagi pula, siapa lagi yang akan menghabiskan uangku kalau bukan putri kita?” ujar Jack. “Kenapa kalian selalu menggosipi orang tepat di hadapan orang yang bersangkutan?” dengus Claire. “Bukankah itu lebih baik dari pada menggosipimu di belakang, Baby,” ucap Jack. “Benar. Lagi pula, tidak ada yang perlu di sembunyikan darimu, Little Baby,” sambung Jennifer membuat Claire merajuk dengan memanyunkan bibirnya. Di tengah percakapan ketiga orang itu, Ruby menyesali penilaian awalnya terhadap keluarga tersebut. Ternyata kita benar-benar tidak boleh melihat sesuatu hanya dari sampulnya saja. Ia lantas tersenyum melihat keharmonisan keluarga kecil tersebut. Meski jauh di lubuk hatinya, ia tengah merindukan sosok kedua orang tuanya. Lamunan Ruby seketika buyar saat ia mendengar namanya disebut. “Apa dia si pelayan baru itu?” tanya Jack tiba-tiba saat melihat wajah baru di dalam ruang makannya. “Benar, Sir,” jawab Beatrice yang juga berada di sana. Jack lalu melemparkan senyum hangat pada Ruby setelah mendengar jawaban Beatrice. “Semoga kau betah di sini. Kau bisa melaporkan semua masalah yang kau alami di sini pada Beatrice. Semua pelayan di sini juga melakukan hal yang sama,” ucapnya. “Benar. Jangan sungkan untuk memberitahu Beatrice apa saja yang kau butuhkan. Kami selalu mendengarkan keluhan pelayan kami,” sahut Jennifer. “Terima kasih atas perhatian Anda, Sir, Ma’am,” ujar Ruby membalas Jack dan Jennifer dengan senyuman lebarnya. Ruby sangat senang dan bersyukur, karena ia bisa mendapat majikan yang sangat baik hati seperti Jack dan Jennifer. Kedua majikannya itu bahkan tak sungkan menambutnya dengan hangat seperti tadi. Ia harap, ia bisa bekerja di sini lebih lama dari apa yang ia bayangkan. Ia bahkan rela mengabdikan seluruh waktunya untuk menjadi pelayan karena majikannya yang terlampau baik tersebut. ------- Love you guys~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD