Chapter 02

818 Words
Setelah dirawat selama beberapa saat akhirnya Nigel diperbolehkan pulang. Ingatan Nigel semasa hidup telah diterima jiwa Liliana seutuhnya. Saat ini Nigel kembali bekerja di kantornya. Jiwa Liliana yang bersemayam di tubuh Nigel harus beradaptasi dengan tubuh pria Nigel. Beberapa kali ia kelepasan melakukan kebiasaannya sebagai Liliana. Contohnya, ia pernah berjalan dengan lenggak-lenggok layaknya perempuan yang membuat beberapa orang melotot, kaget. Pasalnya, seorang Nigel yang terkenal dingin dan berwibawa berjalan seperti seorang wanita yang anggun. Hal itu tentunya memberikan serangan kejut yang kuat bagi orang-orang yang mengenal Nigel. Nigel duduk di kursi kebesarannya yang berada di lantai teratas gedung pencakar langit tempat Nigel biasa menghabiskan waktunya, kantor pusat Tama Grup. Nigel tengah memeriksa beberapa berkas yang sudah menggunung di mejanya karena keabsenannya selama beberapa waktu. Meskipun pekerjaan Nigel diambil alih oleh sang papa selama ketidakhadirannya tetap saja tumpukan berkas tersebut tidak berkurang banyak. Beberapa hari yang lalu Nigel mengutus orang kepercayaannya untuk mencari tahu tentang Liliana. Meskipun dia mengingat di mana rumah yang ditempati Liliana lebih baik dia mencari lagi dari sumber yang lebih terpercaya. Siapa tahu kehidupan Liliana saat ini sudah berubah karena sebuah faktor yang tidak diketahui? Nigel sudah menyusun segala rencana untuk membuat Liliana hidup dengan nyaman dan jauh dari keluarga sang mertua. Dia berharap semoga Liliana baik-baik saja. Beberapa waktu menggeluti berkas yang menumpuk membuat Nigel jenuh. Ia memutuskan untuk pergi menyegarkan kepalanya yang penuh dengan masalah kantor. Beruntungnya tubuh Nigel ditempati oleh Liliana yang merupakan lulusan cumlaude di fakultas manajemen jadi masalah bisnis seperti ini bisa dilalui dengan mudah. Nigel pergi ke sebuah kafe yang terletak tak begitu jauh dari pusat kota. Kafe itu merupakan salah satu tempat favorit Liliana untuk menghabiskan waktu saat stres dan jenuh. Kafe dengan model klasik, warna cokelat mendominasi seluruh ruangan dengan aksen hitam dan putih sebagai corak. Ada taman kecil di sebelah kanan kafe. Pengunjung dapat menikmati keindahan taman dari dalam kafe karena hanya berbatas dinding kaca. Nigel mengambil tempat di dekat taman. Dulu, Liliana suka duduk di sana hanya untuk menikmati kopi dan kue sambil memperhatikan taman yang asri. Kelebatan masa lalu berputar di kepala Nigel. Memori kehidupan Liliana—yang dulu—kala masih muda. Dia sering pergi ke kafe ini bersama teman-temannya terkadang bersama sang kekasih. Saat Nigel sedang menikmati kopinya, ia mendengar suara yang sangat tidak asing di telinganya. Menoleh ke arah sumber suara, tak jauh dari tempat duduk Nigel ada sepasang kekasih yang tengah duduk sambil menikmati kue dan kopi. Nigel memperhatikan mereka berdua dengan seksama. Sinar kerinduan tak dapat disembunyikan saat melihat mereka berdua. “Ini itu enggak gitu, Li!” tegur sang lelaki pada gadis di depannya. Gadis yang berada di depan lelaki itu cemberut. Dia menatap ke arah lelaki yang menegur tindakannya. “Terus gimana? Aku tahunya kayak gini, Rian!” kesal si gadis. Melihat sang kekasih cemberut tak bisa menghentikan tangan lelaki yang dipanggil Rian mendarat di kepala si gadis. Mengacak dengan gemas. “Jangan cemberut gitu! Bikin gemes,” kata Rian dengan senyuman tipis menyertai ucapannya. “Ish, jangan diberantakin rambut aku, Rian!” ucap gadis itu sambil menyingkirkan tangan besar yang merusak tatanan rambutnya. Nigel memperhatikan interaksi dua orang tersebut dengan senyuman tipis tercetak di wajahnya. “Liliana, Rian,” gumam Nigel. Dua orang yang dipandangi Nigel sejak tadi adalah Liliana dan Rian. Nigel bisa merasakan perasaan sepasang kekasih yang duduk tak jauh darinya itu. Keduanya diselimuti oleh aura penuh kasih sayang. Nigel tahu keduanya saling mencintai. Suasana hati Nigel tak begitu senang saat melihat sepasang burung merpati sedang memadu kasih tersebut. Ia mengingat apa yang terjadi pada Liliana di masa depan jika dia tetap bersama Rian. Nigel tidak ingin hal itu terjadi pada Liliana. Bagaimanapun caranya Nigel harus memisahkan Liliana dengan Rian agar hidup Liliana tidak sengsara di masa depan. Sementara Nigel sibuk dengan pemikirannya, tanpa ia sadari gadis yang sedari tadi dia perhatikan diam-diam, menyadari sosok Nigel yang terus memperhatikan ke arah mejanya. Liliana dengan sangat jelas menyadari tatapan Nigel ke arah mejanya, tetapi ia tak tahu kepada siapa lelaki itu memperhatikan. Entah kepadanya ataukah Rian? Ia tidak tahu. Entah mengapa Liliana merasa tak asing dengan wajah lelaki yang sejak tadi memperhatikannya. Di manakah ia pernah bertemu dengan lelaki itu? Liliana memutar kembali otaknya unntuk menemukan di mana dia pernah bertemu dengan lelaki yang sejak tadi memperhatikannya. Bukannya dia terlalu percaya diri, tetapi dia realistis saja. Tidak mungkin, kan lelaki itu memperhatikan Rian? Rian yang melihat ekspresi Liliana seperti sedang berpikir keras merasa aneh hingga ia memutuskan untuk bertanya pada sang kekasih apakah yang sedang dipikirkannya. “Bukan apa-apa, kok, Rian. Aku cuma lagi bingung aja, ini gimana selesein tugasnya. Aku bingung banget,” ucap Liliana dengan ekspresi mau menangis. Liliana tak mengambil pusing masalah lelaki yang sejak tadi memperhatikannya dan wajah familier lelaki tersebut. Ia bisa memikirkan hal itu nanti, jikalau teringat. Meskipun begitu, dalam hati Liliana masih penasaran kenapa lelaki itu memperhatikannya dan tatapan lelaki itu ke arahnya membuat dia bertanya-tanya. Tatapan penuh dendam, penyesalan, dan kesedihan. Apakah lelaki itu mengenal Liliana sebelumnya? Itulah yang membuat Liliana penasaran. *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD