SYLMT 03

1441 Words
Keadaan kantin di jam istirahat sangat ramai. Dea duduk sembari mengaduk pelan es jeruknya dengan sedotan. Lena berjalan menghampiri Dea sembari membawa semangkuk bakso. "Lo nggak mau makan, De?" Lena bertanya. "Nanti aja, Len. Lagi nggak nafsu makan," jawab Dea. "Ciahh, gaya lo nggak nafsu makan. Lagi diet mungkin," goda Lena. Dea terkekeh pelan. "Badan udah segini kecilnya, pakai acara diet segala. Bisa sisa tulang nanti." Lena menyengir lebar. "Iya udah, gue makan nih ya." Dea mengangguk. Lantas menyedot minumannya. "PARA COGAN TUH, SHAY!" "a***y, AGA MAKIN HARI MAKIN UWWU AJA YA!" "AGA! IKAN HIU MELAYANG-LAYANG, I LOVE YOU SAYANG!" "BANG! ADEK RELA HAMIL SAMA ABANG!" Dea menoleh ke arah jalan masuk kantin. Matanya sedikit memicing, melihat kedatangan Aga dan Satria ke arena kantin. Aga mengangkat sedikit dagunya dengan dua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. Matanya menyorot tajam ke depan. Tak ada senyuman yang terpancar, namun pesonanya tak sedikitpun hilang. Tepat di samping Aga, Satria berjalan sembari memutar-mutar dasi. Mulutnya mengeluarkan siulan. "Mereka itu paling terkenal di sekolah," Lena bersuara, membuat Dea sontak menoleh. "Nah, si Aga itu meski bandel tapi otaknya encer. Dan yang satunya itu Satria, sahabat baiknya si Aga. Tapi Satria itu playboy. Beda sama Aga yang setia, tapi mantan pacarnya yang oon." "Maksudnya?" Dahi Dea berlipat bingung. "Iya, De. Pas malam Minggu kemarin, Aga sama mantan pacarnya si Sarah itu putus. Gue denger sih, ceweknya malah selingkuh. Padahal banyak cewek-cewek yang berlomba buat dapetin hatinya Aga, tapi dia yang udah jelas miliki Aga malah dipelas gitu aja. Kan oon kalau gitu," cerocos Lena dan Dea manggut-manggut mendengarnya. "Ceweknya sekolah di sini juga?" Dea bertanya. "Iya. Dia ketua cheers di sini," jawab Lena kemudian kembali menikmati baksonya. "Gue jadi laper lihat lo makan. Mau pesen dulu ah," ucap Dea lalu beranjak dari duduknya. Setelah mendapatkan semangkuk mi ayah, Dea kembali duduk bersama Lena. Lena menepuk-nepuk pundak Dea, membuat gadis itu menoleh dengan kening berkerut. "Kenapa, Len?" "Si Aga liatin lo udah kayak singa yang mau nerkam mangsanya," bisik Lena mengarahkan pandangan pada Aga yang duduk di bangku singgasana. Dea mengikuti arah pandang Lena. Dan benar, Aga menatapnya dengan tajam. Tangan laki-laki itu mencengkeram gelas miliknya. Keduanya saling beradu pandang. Setelah sekian detik menatap kedua mata tajam Aga, tiba-tiba Dea merasa panas. "De, lo kenapa?" Lena menggoncang pelan lengan Dea. Dea mengerjap beberapakali. Memutuskan kontak mata dengan Aga. "Nggak. Gue nggak apa-apa." Lena menganggukan kepala. "Saran gue, jangan berurusan sama Aga deh," "Emang kenapa?" "Bahaya. Aga bisa bikin lo jatuh cinta dalam sekian detik," jawab Lena dengan serius. Dea memicingkan mata, membuat Lena langsung tertawa. "Gitu banget ekspresinya. Gue bercanda kali. Tapi emang pesona Aga tuh melebihi batas maksimum tahu nggak." Dea terkekeh pelan. "Lebay lo." "Gue nggak lebay, De. Butuh pembuktian?" Lena menaik turunkan kedua alisnya. Alih-alih menjawab ucapan Lena, Dea justru menyuapi Lena dengan baksonya. "Makan tuh bakso, nanti keburu bel." "Ih, Dea." Lena menggerutu dengan mulut penuh bakso. "Tapi gue serius lho, De. Lebih baik nggak usah ada urusan apapun sama Aga. Apalagi Aga baru putus sama Sarah. Gue takut aja, kalau nanti si Sarah malah apa-apain lo. Soalnya dia terkenal sombong dan suka bertindak sesuka hati. Banyak yang nggak suka sama dia. Dan kabar putusnya hubungan Aga sama Sarah banyak disukai, karena merasa mereka itu nggak cocok," lanjut Lena. Dea hanya berdehem sebagai respon. Nyatanya Dea sudah membuat dirinya berurusan dengan Aga. Mungkin karena kejadian tadi pagi di bus, Aga sangat membencinya sekarang. Tapi Dea tak peduli, toh Dea sudah memberi tahu Aga kalau ia akan muntah saat duduk disamping kaca bus. Aga nya saja yang keras kepala dan tak mempedulikannya. ♡ Sembari menahan sesuatu yang minta dikeluarkan dengan segera, Dea sedikit berlari menyusuri koridor. "Aduh, tahan-tahan jangan keluar dulu," gumam Dea. Sampai di toilet, Dea segera masuk untuk mengeluarkan sesuatu yang sudah ia tahan sedari tadi. Di tempat yang berbeda, Aga menatap malas pada Sarah yang terus membujuknya. "Aku mohon Aga, jangan seperti ini." "Udahlah, Sar. Gue capek bahas ini terus. Mending lo jauh-jauh dari gue dan urusin tuh sama si Doni," ucap Aga. Sarah mengerucutkan bibir. "Aku bilang aku nggak ada apa-apa sama Doni. Soal kamu yang lihat aku ciuman sama Doni itu nggak seperti yang kamu pikirkin, Aga. Aku dipaksa, dan tenaga dia jelas jauh lebih besar dari aku." "Dipaksa kok keenakan," cibir Aga membuat Sarah tersentak. Sarah meraih tangan Aga, namun dengan segera Aga menepisnya. Tak berhenti sampai di situ, Sarah memeluk tubuh Aga dengan erat. "Sar, apa-apaan sih? Lepas!" Aga mencoba mendorong tubuh Sarah, namun gadis itu justru semakin melepaskan pelukannya. "Nggak! Aku nggak mau lepasin kamu kalau kamu nggak mau maafin aku," ucap Sarah. Aga mendengus kesal. "Lepasin gue atau gue akan benci lo selamanya!" ancam Aga, hingga pelukan itu akhirnya Sarah lepas. Aga memalingkan wajah ke arah lain. Sedangkan Sarah mengerucutkan bibir menatap Aga. "Hubungan kita baik-baik aja kan, Sayang? Aku masih pacar kamu kan?" "Gue kan udah bilang kemarin. Apa belum cukup jelas?" "Tapi aku nggak mau putus sama kamu Aga. Aku cinta sama kamu. Kamu tolong ngertiin aku dong," rengek Sarah. "Gue nggak sudi ngertiin orang yang nggak mau ngertiin orang lain," balas Aga dengan suara dinginnya. Sarah mendengus kesal. Aga ini memang sangat keras kepala seperti papanya. Tapi bagaimana pun juga, Sarah sangat mencintai Aga dan tak ingin lepas dari laki-laki itu. "Lupain gue, Sarah. Gue juga udah deket sama cewek lain," ucap Aga membuat Sarah menganga lebar. "WHAT?!" jerit Sarah, membuat telinga Aga pengang seketika. "Nggak! Kamu bohong kan, Aga? Kamu nggak mungkin cari cewek lain. Kamu itu milik aku, Aga!" "Kenapa nggak? Gue berhak deket sama cewek manapun." Sarah menggeleng tegas. Kedua tangannya terkepal kuat. "Kamu bilang gini cuma mau bikin aku bener-bener lupain dan jauhin kamu kan? Jangan gila, Aga. Aku nggak percaya sama kamu." Aga memutar bola mata malas. "Terserah." Kemudian Aga berjalan pergi meninggalkan Sarah. "Aga jangan tinggalin aku!" Sarah berlari menyusul langkah lebar Aga. "Hai, Sayang!" Aga berseru sembari melambaikan tangan. Membuat langkah Sarah terhenti dan menatap tak percaya pada Aga yang berjalan menghampiri seorang cewek. "Hai, kamu dari mana?" Aga tersenyum lebar pada Dea, lalu merangkul pundak gadis itu. "Apaan sih lo?" Dea mengerit bingung, menatap Aga. Aga hanya tersenyum menanggapi. Membuat Dea tak mengerti. "Gila lo ya. Lepasin gue, ih!" Dea mencoba melepaskan rangkulan Aga. Namun tenaganya tak cukup kuat untuk mengimbangi Aga. "AGA?!" Sarah menjerit, berlari menghampiri mereka. Dea tersentak kaget melihat kedatangan Sarah. "KAMU APA-APAAN SIH?!" Wajah Sarah memerah menatap Aga dan Dea secara bergantian. "TURUNIN TANGAN KAMU DARI CEWEK ITU, AGA!" Dea semakin tak mengerti. Lalu secara tiba-tiba Sarah menarik tubuh Aga agar menjauh dari Dea. Aga mendorong tubuh Sarah sampai terbentur dinding sekolah. "AWW!!" Dea terbelalak kaget. Tak ada cara lain selain menginjak kaki Aga agar terlepas dari rangkulan laki-laki itu. "Sshhh...." Aga meringis merasakan sakit pada kakinya. "Bar-bar banget sih jadi cewek." Dea segera membantu Sarah. "Eh, lo nggak apa-apa?" "Apaan sih?! Nggak usah pegang-pegang gue!" sentak Sarah, mendorong tubuh Dea dengan kencang. Hingga tubuh Dea menjadi oleng. Saat Dea akan terjatuh, dengan secepat kilat Aga menahannya. Untuk beberapa detik lamanya. Kedua mata itu kembali beradu. Aga maupun Dea sama-sama bisa merekam jelas wajah satu sama lain tanpa merubah posisi. Sedangkan Sarah yang menyaksikan itu secara langsung, melotot tajam tak terima melihat Aga yang memeluk cewek lain di mata kepalanya sendiri. "AAAA!!! HENTIKAN, TOLONG!" jerit Sarah. Membuat Aga maupun Dea sama-sama tersadar dan kembali ke posisi awal. Dea menjadi salah tingkah. Sedangkan Aga bersikap biasa saja. "Lo! Awas lo!" Sarah menunjuk pada Dea dengan emosi menggebu-gebu. Lalu gadis itu berlari meninggalkan mereka. Dea menoleh ke arah Aga yang juga sedang menatapnya. "Apa lo lihat-lihat?!" sentaknya. "Ge-er!" Aga menoyor pelan kepala Dea. "Ih, nggak usah noyor-noyor kepala gue. Udah di fitrahin tahu!" seru Dea tak terima. Aga tersenyum miring mendengarnya. Dea mendengus kesal. Menghentakkan kaki lalu memutar tubuh untuk kembali ke dalam kelas. Namun lebih dulu Aga mencekal tangannya. "Apaan sih lo?!" Dea menepis kasar tangan Aga, namun tangannya masih Aga cekal. "Lo harus tanggungjawab atas muntahan lo yang kena baju gue," ucap Aga. Dea terbelalak kaget. Lalu ia memalingkan wajahnya. "Iya! Nanti gue cuciin baju lo." "Gue nggak mau baju gue dicuci sama lo. Nggak akan bersih, yang ada malah tambah kotor nanti." "Semena-mena banget ya lo kalau ngomong!" Dea menatap tajam pada Aga. "Lo harus deket sama gue." "Ini udah deket. Mau sedeket apa lagi lo? Sedeket nadi, ha?" Aga berdecak kesal. "Terserah!" Kemudian ia melepaskan cekalannya dan berlalu begitu saja. Dea menatap tak percaya menatap kepergian Aga. "Stres!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD