02

1184 Words
Pukul sepuluh malam saat Windy mengemasi barang-barangnya. Ia baru saja mendapatkan hukuman dari Chakra, pria itu memintanya lembur untuk menyiapkan meeting dan beberapa jadwalnya esok hari. Dengan menggerutu, Windy berjalan ke arah lift. Suasana kantor malam itu cukup sepi, hanya ada satpam penjaga yang tengah berkeliling dan beberapa karyawan lain yang baru saja selesai lembur seperti dirinya. "Dasar boss, sialan. Bisa-bisanya ngerjain aku, nyuruh lembur tapi sendirinya malah enak-enakan pacaran!" gumam Windy marah. Benar, beberapa jam sebelumnya memang Chakra kedatangan tamu seorang wanita cantik bertubuh semampai layaknya seorang model. Windy jelas kenal siapa dia. Namanya Karina, salah satu dari beberapa pacar Chakra. Beberapa? Iya, pria itu memang memiliki lebih dari dua kekasih. Dan hal itu terkadang membuat Windy terikut terkena getahnya saat Chakra meminta ia untuk mengurus salah satu kekasihnya itu. Pintu lift terbuka, Windy segera masuk ke dalam dan hendak menutup pintu. "Tunggu!" Sebuah sepatu mengganjal pintu lift, membuatnya urung terbuka. "Pak Sultan!" pekik Windy tertahan. Sementara pria yang dipanggil hanya tersenyum tipis. Pria dengan kemeja putih juga jas yang menggantung di lengan itu bernama Sultan. Ia adalah salah satu pemimpin perusahaan tempat Windy bekerja. Sultan juga sama terkenalnya seperti Chakra. Berkat tubuh atletis juga wajah tampan dan senyum manisnya ia bisa dengan mudah menjadi idola banyak orang. Banyak karyawan wanita yang menaruh hati padanya, bahkan tidak jarang beberapa dari mereka mengakui perasaanya secara terang-terangan. Termasuk Windy sendiri. Iya, Windy juga termasuk dari salah satu orang yang mengagumi Sultan dalam diam. Beberapa kali Windy bekerja sama dengan divisi Sultan, ia selalu saja mencuri kesempatan untuk bisa berinteraksi ataupun mencuri curi pandang ke arah pria itu. Namun Windy bukanlah tipe orang yang punya kepercayaan diri berlebih. Ia tidak berani menyatakan perasaan kagumnya kepada Sultan. Ia terlalu sadar diri dan tahu batasan. Sultan, pria itu berdiri di depan Windy. Membuat si gadis berkali-kali menghela napas gugup bukan main. Apalagi hanya ada mereka berdua di dalam lift, membuat perasaan Windy kian tidak karuan. "Kamu nggak nyaman ya ada saya di sini?" tiba-tiba suara Sultan terdengar. Dengan cepat Windy menggeleng, ia juga mengibaskan satu tangannya sebagai tanda jika hal itu tidak lah benar. Tentu saja tidak. Justru yang dirasakan Windy saat ini adalah kebalikan dari apa yang Sultan katakan. Ia merasa berdebar dan gugup bukan main. Meski keduanya memang cukup sering bertemu, entah itu tanpa sengaja atau berada di satu projek yang sama. Tapi melihat Sultan dari jarak sedekat ini tetap saja membuat Windy merasa gugup. "Enggak, pak. Anu, itu, saya." "Sultan aja. Kita seumuran, kan?" Windy melongo, belum lagi dirinya yang terpesona dengan senyuman kecil yang dilontarkan Sultan padanya. Gadis itu benar-benar merasa meleleh dibuatnya. "Tap, tapi. Saya ngerasa nggak sopan kalau cuma manggil nama," cicit Windy lirih. Batin gadis itu kian bergetar saat telinganya yang sudah berubah warna menjadi merah mendengar kekehan kecil dari si pria. Sungguh, rasanya Windy bisa pingsan saat ini juga. "Nggak papa. Kan cuma berdua." "Ah, iya. Oke, Sul-tan." Kikuk. Windy rasa ekspresi wajahnya saat ini tidak ada bedanya dengan orang bodoh. Otaknya tiba-tiba saja blank tidak dapat memikirkan apapun. *** Berada di satu lift berdua dengan Sultan bukan jadi ending dari keduanya malam itu. Disaat lift terbuka di lantai satu, Windy kembali mendapatkan kejutan yang mampu membuatnya terus tersenyum sepanjang malam. "Kalau begitu saya pulang dulu, Sultan. Malam," Windy menunduk kecil, hendak berpamitan saat kemudian tangannya serasa dicekal. "Kamu pulang naik apa?" "Ojek online, paling." "Boros. Mendingan saya anterin aja, kita searah, kan." DEMI TUHAN!! Entah berkah apa yang sudah ia dapatkan malam ini. Tapi Windy benar-benar tidak bisa berhenti bersyukur. Ia benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan rejeki nomplok apalagi sampai mendapatkan tawaran pulang bersama dari lelaki yang disukainya. "Nggak perlu, gapapa. Saya bisa pesen ojek online aja." "Nggak papa, lagian kita juga searah. Uang buat ongkos ojek bisa kamu pake buat ongkos besok pagi. Atau mau saya jemput?" "Nggak, nggak perlu. Takutnya malah ngerepotin." "Nggak masalah, selama itu kamu." Bengong. Windy kembali merasa blank setelah mendengar kalimat terakhir Sultan. Ia tidak percaya, sungguh. "Please, jangan bilang ini mimpi," batin Windy menjerit. "Ayok, kok ngelamun?" Tersadar dari lamunannya, Windy berlari kecil mengejar Sultan yang sudah mulai berjalan ke arah parkiran mobil. Mobil mercedes-benz berwarna merah itu terparkir rapi di tempatnya. Sultan masuk ke dalam mobil diikuti Windy kemudian. Dalam perjalanan, Windy hanya diam sembari menatap ke arah jendela. Sebenarnya ia hanya bingung. Karena sampai saat ini dirinya masih merasa apa yang dialaminya saat ini hanyalah mimpi. "Kamu kenapa? Laper, mau makan dulu?" "Eh, enggak pak. Nggak papa." "Tuh, manggil bapak lagi. Sultan." "Eh, iya. Sultan." "Kamu kenapa diem terus? Saya kira kamu laper." "Enggak, saya nggak laper. Cuma, ngerasa aneh aja." "Aneh kenapa?" "Saya nggak biasa naik mobil mewah, hehehe." Alasan konyol, batin Windy. Ia pasti terlihat bodoh sekarang, dan gadis itu menutuk dalam hati. "Kamu lucu juga ya, saya jadi gemes." Napas buatan! Windy butuh napas buatan! Rasa-rasanya Windy tidak aman jika berlama-lama berdekatan dengan Sultan. Bukan hanya jantungnya yang mendadak lemah, namun juga napasnya yang mendadak putus-putus karena melihat senyuman pria itu. Terdengar terlalu hiperbola, memang. Tapi itu semua akan terasa wajar saat jatuh cinta. Kisaran lima belas menit waktu yang diperlukan Windy juga Sultan untuk sampai di kediaman Windy. Gadis itu turun lebih dulu, diikuti Sultan kemudian. "Kamu mau mampir?" tanya Windy yang merasa heran mengapa Sultan ikut turun dari mobil. "Nggak. Saya cuma mau mastiin kamu masuk dengan selamat," katanya yang lagi-lagi sanggup membuat hati Windy serasa meleleh. "Kalo gitu, saya permisi dulu. Makasi buat tumpangannya, hati-hati di jalan." Baru saja Windy hendak membuka pintu gerbang, suara Sultan lebih dulu terdengar. Pria itu menghampirinya dan mengulurkan sebelah tangannya ke arah Windy. Melihat Windy yang kebingungan membuat Sultan tersenyum kecil, ia kemudian menjelaskan maksudnya. "Hape kamu. Saya belum punya nomor kamu." Dengan cekatan, Windy menggeledah isi tas dan memberikan ponsel miliknya. Beberapa detik Sultan sibuk mengetik sesuatu di ponselnya, pria itu mengembalikan lagi ponsel milik Windy dan berpamitan pulang. "Jangan lupa telpon atau SMS. w******p juga nggak masalah, saya tunggu," katanya sebelum melaju pergi. Windy yang mematung sontak mengecek ponsel miliknya. Di sana sudah tertera kontak person milik Sultan, dan nama yang pria itu tulis di sana benar-benar menggambarkan sosok pria itu di mata Windy. Pria idaman. "Aaaaaaaaaaa." Teriakan itu tertahan saat Windy membenamkan wajahnya di atas bantal. Sudah sejak tadi gadis itu berguling-guling ataupun berteriak kegirangan sambil menatap ponsel yang menampilkan nomor kontak milik Sultan. "Chat nggak, ya? Atau telpon sekalian? Ah, nggak. Kalo telpon bakalan ganggu waktu istirahat dia, mending chat aja." Dengan hati yang berdebar juga tangan bergetar, Windy menulis kalimat di ponselnya. Ia coba untuk menulis kalimat sesingkat dan se normal mungkin. Setidaknya ia harus menjaga image dan memberikan kesan yang baik. "Aaakh. Nggak pengen cuci tangan seminggu! Tanganku dipegang pak Sultan, eh Sultan!" Kembali menggila, Windy merasa benar-benar bahagia kali ini. Selang beberapa menit, ponsel miliknya berbunyi. Dengan cepat-cepat Windy melihat layar notifikasi. Senyum lebar yang tadinya merekah langsung surut seketika saat matanya menangkap siapa nama pengirim pesan. Itu bukan Sultan, melainkan Chakra. "Besok jangan sampai telat, atau kamu beneran saya pecat!! Sekalian beli bucket bunga mawar, besok Celine bakalan dateng ke kantor." Itu bunyi pesan yang dikirimkan Chakra. "Dasar bos nyebelin!!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD