ALMEERA 01

4200 Words
  Almeera Pov   Aku sedang bersibuk dengan perkerjaannya di kantor, berkas-berkas menumpuk di depanku. Biasa menjadi Manajer keuangan, jadi aku sangat sibuk mengurusi keuangan kantor. Namun, tiba-tiba ada panggilan masuk dari ponselku. Langsung ku ambil ponselku yang tergeletak di meja, dan aku lihat ternyata yang menelpon adalah Bundaku. Aku langsung buru-buru mengangkat telfonnya, aku penasaran kenapa Bunda telfon. Soalnya tumben aja Bunda telfon aku di jam kerja, biasanya pas waktu pulang kerja baru telfon biasa mau nitip beliin sesuatu. Assalamualaikum Bun, Waalaikum salam Almeraa sayang, Ku dengar  suara Bunda seperti sedang menangis, ada apakah ini? Aku sangat khawatir, semoga Bunda dan Ayah nggak kenapa napa. Bunda kenapa nangis Bun? Ayah kamu Al hiks hiks hiks. Bunda malah menangis kencang, kenapa dengan Ayah? Aku bingung banget. Ayah kenapa Bun? Ayah masuk rumah sakit, tadi Bunda dapet telfon dari kantor. Ayah ditemukan pingsan di ruangannya. Astagfilullah, kenapa ayah sampe pingsan? Ayah sakit apa ya Allah? Semoga Ayah nggak papa deh. Di rumah sakit mana bun? Rumah sakit keluarga kita Al, Rumah sakit Rahmadhani Medika. Ya rumah sakit itu adalah milik keluarga kita, keluarga Rahmadhani adalah kelurga Ayahku. Dan Kakekku sendiri yang membangun rumah sakit itu, dengan uang jerih payahnya sendiri. Oke, Almeera langsung berangkat sekarang ke rumah sakit. Hati-hati sayang. Iya Bun. Bunda memutuskan telpon sepihak. Setelah mendapat kabar jika Ayah masuk rumah sakit, aku langsung keluar kantor untuk pergi ke rumah sakit . Aku buru-buru naik lift, untuk turun ke bawah. "Al kamu mau kemana?" tanya seorang pria yang kebetulan berada didalam lift. "Ke rumah sakit Mas Farzan," jawabku pada Mas Farzan. Pria itu adalah tunanganku, yang bernama Farzan Rayhaan Shakeil, nama yang sangat indah bukan. Arti namanya ladalah aki-laki berparas tampan yang bersikap bijaksana dan mengandalkan hidupnya kepada Tuhan. Bagus kan? laki-laki berparas tampan, seperti orangnya yang berparas tampan sehingga membuatku tergila-gila padanya. Oh iya lupa, kalian kan belum tahu namaku. Namaku adalah Almeera Azzahra Alfathunissa yang artinya Anak perempuan yang kelak tumbuh menjadi gadis yang luar biasa, cerdas nan lembut seperti seorang putri raja. Ya aku memang bak putri raja di rumahku dan dikelurga besarku, aku adalah Princess keluarga Rahmadhani. "Siapa yang sakit? Kamu sakit Al?" tanyanya khawatir.  Uhh so sweet, Mas Farzan pasti lagi khawatir sama aku. Emang deh, rasanya tuh aku beruntung banget punya tunangan kayak Mas Farzan. Udah ganteng, baik, perhatian lagi. "Bukan Mas." "Terus siapa?" "Ayah Mas." "Om Abdul sakit apa Al?" "Nggak tau Mas, Ayah tadi tiba-tiba pingsan di kantor." "Yaudah Mas aja yang anter kamu ke rumah sakit, kamu pasti nggak akan fokus nyetir kalo lagi kacau kayak gini." Bener juga omongan Mas Farzan, aku nggak bakal fokus nyetir. Jadi aku mau aja dianterin sama Mas Farzan, toh dia bukan orang lain bagiku. Kita berdua langsung menuju mobil Farzan yang di parkirkan di basemant. Kita naik mobil, Mas Farzan langsung mengedarai mobil ke rumah sakit. Tak perlu waktu lama kita udah sampai rumah sakit, karena Mas Farzan mengendarai mobil dengan kecepatan penuh jadi mereka cepat sampai. Aku langsung ke luar dari mobil, dan mencari ruang rawat Ayah. Aku sudah di depan ruang rawat Ayah, aku tak perlu susah-susah mencari ruang rawat Ayah. Karena suster yang melihatku  pasti tau aku mau menjenguk siapa. Dan pihak rumah sakit juga, pasti tau kalo Ayah masuk rumah sakit ini. Pihak rumah sakit juga mengenalku, dan keluargaku. Jelas pemilik rumah sakit, rumah sakit ini sudah diberikan ke Ayah. Aku masuk ke ruang rawat Ayah, berbarengan sama Mas Farzan. "Ayah kenapa bisa masuk rumah sakit?" tanyaku duduk di samping kasur Ayah. "Ayah nggak kenapa-napa kok sayang," jawab Ayah sambil membelai kepalaku yang sudah tertutup hijab. "Kalau nggak kenapa-napa kok saya bisa pingsan sih Yah, Ayah sakit apa? jujur sama Al, Almeera nggak suka Ayah bohong," kataku.   Tak lama dokter masuk, aku langsung menanyakan semua pertanyaan tentang Ayah. "Dok gimana keadaan Ayah saya? Apa penyakit Ayah saya?" tanyaku pada Dokter. "Ya ampun Al, nggak usaha panggil dokter kali. Ngomong pake kata kata saya, biasanya juga pake lo gue," ledek Dokter wanita itu.   "Saya selalu memakai kosa kata saya kamu kok Dok, Dokter siapa yaa? Kenapa Dokter sok akrab sama saya ya?" "Aduh Al, masa lo lupa sama gue sih. Gue itu Azkayra Hasna Nelida, sahabat loe yang paling cantik, paling baik, paling the best. Kita kan sahabatan sejak kecil, masa loe tega ngelupain gue? hiks hiks hiks," ujar Dokter itu lebay. Masya Allah, aku baru inget. Itu kan Kayra, sahabatku dari kecil. Dan aku kaget loh, ternyata dia sekarang udah jadi dokter. Keren banget sih sahabatku itu, yang aku bingung dari mana dia tau aku? Dia kok bisa ngenalin aku ya? Padahal aku aja nggak bisa ngenalin dia. Kita berdua kan pisah udah hampir 5 tahun lebih, dia kuliah di Belanda sedangkan aku di London. "Sumpah Kay, gue sama sekali nggak ngenalin loe. Kok loe bisa ngenalin gue sih?" "Almeera kesayang gue, jelaslah gue bisa ngenalin loe. Secara kan Om Abdul gue yang nangani, gue juga nggak lupa kali kalo Om Abdul itu Ayah loe." "Owh iya bu Dokter Kayra ya sekarang, dan sekarang loe kerja di rumah sakit ini." "Hehe iya gue kerja di rumah sakit terbesar di Indonesia, yaitu rumah kasit keluarga loe rumah sakit Rahmadhani Medika." "Selamat yaa, semoga sukses. Gue nggak nyangka bisa ketemu loe lagi, lima tahun lebih kita pisah. Dan kita juga lost contacs, gue seneng banget bisa ketemu sama sahabat gue yang paling nyebelin." Aku langsung memeluk erat Kayra, aku memang sangat merindukannya. "Gue lebih seneng Al, bisa ketemu sama loe. Gue kangen banget sama kebawelan loe." "Dih perasaan loe yang lebih bawel dari pada gue." Memang kenyataan Kyra memang lebih bawel dari aku, bahkan aku kadang suka pusing mendengar kebawelannya. Kami ngobrol sampe melupakan semua orang yang ada diruang rawat, bahkan Kayra sampe melupakan tugasnya sebagai dokter. "Hmm cowok ganteng disamping loe itu siapaa?" tanya Kayra menggoda. "Itu tunangan gue Kay." "Yah kirain masih jomblo, kalo jomblo gue mau kali jadi istrinya." "Sayangnya dia dah jadi milik gue, awas aja kalo loe berani ngambil Mas Farzan dari gue." Aku hanya mengancam dengan bercanda, mana mungkin Kay mau ngerebut Mas Farzan dariku. Apa tega dia sejahat itu? Ngerebut tunanganku, tunangan sahabatnya sendiri. "Canda kok, gue nggak bakalan ngerebut tunangan sahabat gue. Btw kenali dong gue ke tunangan loe." "Kenalan aja sendiri Kay." "Emang loe nggak cemburu?" "Kagak, tenang aja sih." "Kenalin gue Azkayra Hasna Nelida, panggil aja Kay. Gue sahabat tunangan loe Almeera." "Saya Farzan mbak, Farzan Rayhaan Shakeil." "Wah gue dipanggil mbak lagi, emang gue kelihatan tua yaa?" "Iya." Aku asal jawab Iya, eh muka Kayra langsung kesel. "Udah ah bercandanya, kenalannya, kangen-kangenannya. Gimana kondisi Ayah gue Dokter Kay? Ayah gue sakit apa?" "Maaf ya Al, gue harus ngasih tau. Kalo Om Abdul sakit kanker otak stadium 4," jawab Kayra. Sumpah aku nggak nyangka, penyakit Ayah separah itu. Kenapa Ayah nggak pernah bilang sama aku? Kenapa Ayah bohongin aku? Ayah sakit kanker otak, waktu Ayah nggak bakal lama. Walau umur nggak ada yang tau, aku nggak mau kehilangan Ayah dulu. Ayah super hero aku, pahlawan aku. Cowok pertama yang aku kenal, cinta pertamaku selama ini. Aku sayang banget sama Ayah, aku juga deket banget sama Ayah. Aku nangis tersengguk-senggguk, aku nggak mau kehilang Ayah. Aku nyesel, kenapa aku baru tahu sekarang? Aku janji Yah, apapun yang Ayah minta dari Almeera. Akan Almeera turutin, asal Ayah nggak ninggalin Almeera. "Ayah sama Bunda kenapa nggak kasih tau Almeera? Kenapa Yah, Bun? Apa Almeera nggak berhak tau Yah, Bun?  Almeera anak Ayah sama Bunda, apapun keadaan Bunda sama Ayah harusnya Almeera dikasih tau," marahku, aku marah bukan karena aku  tak sayang mereka. Aku bahkan sayang banget sama mereka, aku nggak mau sesuatu terjadi sama mereka berdua. "Maaf," sesal Ayah dan Bunda. "Kay gue minta tolong banget, tolong sembuhin Ayah gue. Gue nggak mau kehilangan dia," titahku. "Pasti Al, gue pasti usahain itu. Buat sembuhin Om Abdul, gue kan juga udah anggap Om Abdul kayak Papa gue sendiri. Gue pasti akan berusaha sekeras mungkin, buat bikin Om Abdul sembuh itu janji gue," ujar Kayra. "Gue pegang janji loe, kalo sampe Ayah gue kenapa-napa gue nggak bakal maafin loe." Kita berdua langsung berpelukan lagi, Bunda juga ikut memeluk kita berdua. Mas Farzan mau ikut meluk juga, aku langsung siapin ancang-ancang ya kali kita belum nikah. Kita juga bukan mahram, masa mau asal peluk. Mau gue tonjok apa? Gini-gini gue jago karate.   ***   Sudah seminggu Ayah masuk rumah sakit, aku selalu bolak-balik dari rumah  ke rumah sakit setiap harinya. Aku pulang kerja pulang ke rumah untuk mandi dan ganti baju, setelah itu aku langsung ke rumah sakit jagain Ayah semalaman. Pagi-pagi buta aku pulang ke rumah untuk mandi dan ganti baju, aku langsung berangkat kerja. Kalian tanya apa aku tidak capek? Seharian kerja terus pulang untuk mandi dan berganti baju, abis itu langsung ke rumah sakit jagain Ayah. Tentu sangat capek, tapi Ayah lebih capek karena mengurusku dari kecil. Masa sekarang aku mengurusnya yang sedang sakit saja, aku mengeluh. Pekerjaanku sudah selesai, aku langsung membereskan barang-barangku dan pulang ke rumah. "Akhirnya aku bisa pulang dengan cepat, karena kerjaanku sudah selesai sebelum waktunya," gumanku. Harusnya aku pulang kerja pukul empat sore, tapi berhubung kerjaanku  sudah selesai dari pukul satu siang jadi aku bisa istrirahat dirumah sebentar sebelum berangkat ke rumah sakit. Sebelum aku keluar ruanganku, Mas Farzan masuk ke ruanganku. "Kamu udah mau pulang Al?" tanya Mas Farzan. "Iya Mas, mumpung kerjaanku udah selesai dari tadi," jawabku. "Mau langsung ke rumah sakit apa pulang ke rumah dulu?" "Pulang dulu Mas, nanti abis magrib baru ke rumah sakit." "Oh oke, mau aku anter pulang ke rumah." "Tidak usah Mas, Almeera bawa mobil kok. Jadi Almeera pulang sendiri aja." "Serius? Kamu bisa pulang sendiri?" "Iya, Mas Farzan aku bisa pulang sendiri? Emang kamu nggak sibuk Mas kok mau anter aku pulang?" "Sesibuk apapun aku, pasti akan menomor satu kan mu dari pekerjaan." Ucapan Mas Farzan memang benar, diselalu menomor satu kan aku dari pada pekerjaannya. Intinya dia menomor satu kan, orang yang disayangi. Dan aku juga termasuk itu, aku kan tunangannya. "Mas Farzan emang udah nggak ada kerjaan lagi?" "Mas masih banyak kerjaan sih sebenernya, setengah jam lagi juga harus meeting. " "Tuhkan mau meeting, kok mau nganterin aku? Nanti gimana kalo Mas telat dateng ke tempat  meeting?" Mas Farzan adalah Bosku sendiri, dia bos Shakeil Grup. Ya kita cinta memang lokasi, cinta datang karena terbiasa. Aku terbiasa bersama dengan Mas Farzan, makanya kita jadi saling  mencintai. Sampai akhirnya Mas Farzan datang ke rumah untuk melamarku, kita akan menikah lima bulan lagi sebelum itu kita sudah bertunangan. "Gampang, Mas nggak bakal telat." "Yaudah, aku pulang dulu  ya." "Hati-hati ya, nanti pulang kerja aku juga mau jenguk Om Abdul." Aku langsung keluar kantor, dan pulang ke rumah.   ***   Aku sudah sampai di rumah sakit, setelah ku rasa cukup istrihat aku berangkat ke rumah sakit. "Assalamualaikum," salamku. "Waalaikumsalam," jawab semua orang yang ada di ruang rawat Ayah. Ku lihat ruang rawat begitu rame, ternyata sedang ada tamu. "Al, kenalin mereka berdua sahabat Ayah," ujar Ayah Abdul mengenalkan wanita dan pria paruh baya padaku. "Almeera Azzahra Alfathunissa, biasa dipanggil Al Om tante," ucapku sambil mencium tangan mereka berdua. "Kenalin nama Tante Arana Leimisa, dan ini suami Tante Om Armando Hasan Erizally. Abdul anak gadis kamu sangat cantik, cocok buat jadi calon menantuku," ujar Tante Arana entah serius apa bercanda. Yang benar saja aku kan udah punya tunangan, mana mungkin aku menikah dengan anaknya dan menjadi menantunya? "Abdul kau tidak lupa pada janji kita berempat kan?" tany Om Arman. Janji apa yang mereka maksud ya? Kok aku jadi kepo banget sih. Biarin lah, mau janji apapun itu urusan Ayah dengan Om Arman. "Tentu, aku tidak lupa pada janji itu." "Aku ingin segera menikahkan putri cantik mu dengan putraku," ujar Tante Arana. Aku semakin bingung dengan ucapan Tante Arana, apa maksudnya menikahkan putri cantik Ayah dengan putranya? Anak Ayah kan cuma aku, aku adalah anak tunggal Ayah Abdul Hanif Ramadhani dan Bunda Fatimah Nandana Ayu. Berarti yang dimaksud putri cantik Ayah adalah Aku? Dan yang akan menikah dengan putra Tante Arana adalah Aku. Apa Ayah punya putri lain selain aku? Mana mungkin begitu? Ayahku adalah orang yang setia. Aku tidak akan percaya Ayah punya anak lain selain aku, Bunda di vonis tidak bisa hamil lagi. Terus bagaimana punya putri lain, selain Ayah punya putri lain dari istri Ayah yang lain. "Apa maksud Tante Arana Yah?" tanyaku kebingungan. "Biar Bunda saja yang akan menjelaskan," sela Bunda Fatimah. "Oke," balasku. "Dulu sewaktu kuliah Bunda, Ayah, Arana, dan Arman berjanji kita akan menikah dan punya anak. Kami akan menjodohkan anak kita, jika jenis kelaminnya berbeda. Dan kenyataan Bunda dan Ayah punya anak tunggal seorang putri yaitu kamu, dan mereka punya putra tunggal yang bernama Arkaan. Kami akan menjodohkanmu dengan Arkaan," jelas Bunda Fatimah. Bagai disambar petir, bagaimana tidak? Aku dijodohkan dengan anak Tante Arana, padahal aku sudah punya tunangan dan akan segera menikah. Jodoh-jodohan seperti jaman Siti Nurbaya saja, ih kesel aku. "Bunda tau kan Almeera sudah bertunangan dengan Ms Farzan, dan sebentar lagi akan menikah?" "Kita tau, tapi Ayah dan Bunda sudah berjanji bukankah janji adalah hutang. Apakah kamu mau di akhirat nanti Ayah sama Bunda dikejar-kejar hutang?' "Nggak mau Bun, tapi bagaimana dengan Mas Farzan?" Tiba-tiba Mas Farzan datang, dan mengucapkan sesuatu. "Jika kamu mau menepati janji Ayahmu pada sahabatnya, aku tidak papa. Kalau kita berjodoh kita pasti akan bisa bersatu, percayalah itu."  Mas Farzan sangat baik, aku kagum dengan sikap bijaksananya. Bukankah aku sudah berjanji pada diriku sendiri? Akan memenuhi apa saja  permintaan Ayah jika sembuh? Dan sekarang keadaan Ayah sudah membaik, Jadi aku harus memenuhi permintaan Ayah, agar Ayah bisa menepati janjinya. "Oke, Almeera setuju. Tapi gimana dengan anak Tante sama Om?" tanyaku, aku bedoa semoga anak mereka menolak perjodohan ini. "Anak kami pasti akan setuju, apalagi kalo dia tau kalo kamu sangat cantik," jawab Tante Arana. "Kapan hari pernikahan anak-anak kita?" tanya Om Arman. Aku baru saja setuju, masa sudah tanya kapan hari pernikahannya. "Bagiamana kalo lusa saja, lebih cepat lebih baik bukan?" ujar Tante Arana. "Ayahku masih sakit, dan masih di rawat di rumah sakit. Jadi tunggulah sampe Ayahku benar-benar sembuh, dan sehat lagi," pintaku. "Ayah sudah sembuh sayang, Ayah sebentar lagi akan sehat seperti sebelumnya. Ayah setuju pernikahanmu diadakan lusa, besok juga Ayah sudah boleh pulang kata Dokter Kayra," ujar Ayah Abdul. "Kenapa terburu-buru Yah? Tidak bisakah pernikahannya satu bulan lagi saja?" tanyaku. Lusa itu waktu yang cepat, aku tidak mau terburu-buru menikah. "Ayah hanya takut jika pernikahan kamu satu bulan lagi, dan Ayah tidak bisa menikahkan putri Ayah. Ayah hanya ingin sebelum meninggal bisa menikahkan, anak perempuan Ayah satu-satunya," ujar Ayah Abdul. Sungguh aku menangis saat mendengar ucapan Ayah, aku ingin Ayahku yang menikahkanku. Aku juga ingin, Ayahku bisa melihat aku melihat aku melahirkan cucunya. Aku nggak mau kehilangan Ayah, aku sangat menyayangi Ayah. Aku langsung memeluk Ayah, memeluk Ayah dengan menangis lebih tepatnya. "Ayah nggak boleh ngomong gitu, Ayah pasti sembuh." "Kita tidak tau takdir nak, Ayah bisa meninggal kapan saja. Mungkin saja Ayah, Sekarang, besok pagi atau kapan, kita tidak tahu." "Almeera ikut saja dengan keputusan Ayah," putusku. "Lusa pernikahannya, kalian tenang saja kami pasti akan membuat pesta pernikahan yang saat mewah dan berkesan untuk anak kita berdua," ujar Om Arman.   ***   Sekarang aku sudah sah menjadi istri Arkaan Nuriel Elizally, aku sedang perjalanan ke rumah mertuaku. Mertuaku sudah pulang terlebih dahulu, setelah resepsi. Sedangkan aku tadi, harus berpamitan dulu dengan keluarga besarku. Kita mengetuk pintu rumaj, ternyata yang membuka pintu adalah gadis cantik yang langsung memeluk suamiku. Siapa dia? Apakah dia adik suamiku? Kalau iya, kenapa dia tidak datang ke pesta pernikahan Kakaknya? Aku lupa, bukannya Mama mertuaku bilang dia hanya mempunyai satu anak yaitu suamiku? Bisa saja sepupunya yang tinggal dengan keluarga suamiku, tapi mengapa mereka terlihat begitu mesra. Apa aku cemburu? Ya aku cemburu. Bukankah aku tidak mencintanya? Ya aku mencintainya sejak dia mengucapkan ijab qabul. "Aku Almeera Azzahra Alfathunissa, istri Mas Arkaan," ujarku mengenalkan diri. Aku memang memanggilnya dengan sebutan Mas, menurutku sangat tidak sopan jika aku memanggilnya nama saja. "Adifa Ashalina Fauza, istri pertama Arkaan," ujarnya. Deg! Apa ucapan dia benar? Atau dia berbohong? Untuk mengerjaiku, sungguh aku tak mengerti dengan semua ini. Aku sanggat hancur setelah mendengar, gadis itu bilang istri pertama Mas Arkaan. "Apa maksud semua ini, tolong jelasin ke aku semua ini?" "Ya Difa benar, dia istri pertamaku." "PEMBOHONG!" Teriakku sangat kencang, sehingga membuat Mama dan Papa mertuaku keluar dari dalam rumah. "Ada apa ini? Kenapa kalian ribut-ribut. Almeera ayo masuk," ujar Mama Arana. "Kalian semua pembohong, Mas Arkaan sudah punya seorang istri. Kenapa kalian menikahkannya denganku lagi? Aku tak ingin menjadi istri kedua, aku bukan pelakor," marahku langsung pergi dari rumah mertuaku. Aku langsung mencari taksi, aku mau pulang ke rumah ayah. Aku tak suka dibohongi, aku bukan pelakor. Aku nggak mau jadi istri kedua, kenapa mereka tega bohongin aku sama keluargaku? Kenapa mereka semua jahat banget? Tak perlu waktu lama, aku sekarang sudah berada didepan rumah Ayah. Aku masuk ke rumah dengan keadaan menangi kencang, sungguh aku sudah tidak kuasa menangisku. Aku langsung mengahampiri dan memeluk Ayah yang sedang duduk di ruang tamu, Ayah kaget melihat kedatanganku sambil menangis dan langsung memeluknya. "Kamu kenapa Sayang? Kok tiba-tiba datang langsung menangis. Padahal kamu baru saja pergi ke rumah mertua kamu, apa kamu tidak betah di rumah mertua kamu? Atau kamu udah kangen sama Ayah dan Bunda makanya kamu pulang?" Ayah memboromg semua pertanyaan, aku bingung dari mana aku menjelaskan semuanya. "Loh Al, kamu kok masih di sini? Bukannya kamu tadi udah pergi ke rumah mertua kamu?" tanya Bunda Fatimah baru saja menghampiri aku dan Ayah. "Hiks hiks hiks mereka semua pembohong Yah, Bun," ujarku sambil menangis. Ayah dan Bunda seperti kebingungan, saat aku mengucapkan mereka semua pembohong. "Siapa yang kamu maksud pembohong Al?" tanya Bunda Fatimah. "Semuanya Bun, Tante Arana, Om Arman dan Mas Arkaan," jawabku. "Memang mereka berbohong apa sama kamu?" "Mas Arkaan udah menikah sama cewek lain Bun, Yah. Mas Arkaan sudah punya istri." "Apa maksud kamu Al? Arkaan baru menikah sama kamu saja." "Nggak Bun, Al istri kedua Mas Arkaan. Al nggak mau jadi istri kedua, Al bukan pelakor." "Kamu nggak bohong kan Al." "Al nggak bohong Bun." "Mana mungkin Arkaan sudah menikah? orang tua Arkaan bilang Arkaan sama sekali belum menikah." "Almeera benar, Arkaan memang sudah menikah," ujar Mama Arana saat sudah berada di ruang tamu. Mama Arana dan Papa Arman datang ke rumah, sepertinya mereka akan menjelasakan sesuatu . "Kenapa kalian menipu kami semua Ran," marah Bunda Fatimah. "Tunggu dulu biar aku jelaskan semua,  aku tidak berniat menipu kalian semua. Arkaan memang belum menikah awalnya, namun tadi pagi dia pulang membawa istrinya. Kami berdua tidak merestui pernikahan itu, kami hanya ingin Almeera yang menjadi menantu keluarga Erizally," ujar Mama Arana, Mama Arana kemudian menjelaskan semuanya. Pernikahan Mas Arkaan dan istrinya terjadi pagi hari, sedangkan denganku siang hari. Mereka berdua menikah secara siri, karena KUA sudah mencatat pernikahanku dan Mas Arkaan. Karena orang tua Mas Arkan, sudah mendaftarkan pernikahan kami duluan. Tapi aku bingung, apakah pernikahanku dengan Mas Arkaan sah? Karena Ms Arkaan menikah dengan dua wanita dalam sehari, pernikahan siapakah yang sah di mata. "Apakah pernikahanku dan Mas Arkaan sah? Mas Arkaan menikahi dua wanita dalam sehari, jadi aku bingung apa pernikahannya sah atau tidak sah?" tanyaku. "Pernikahan kalian Sah di mata agama," jawab Om Dimas Kakak Ipar Ayah, yang kebetulan seorang ustaz. Keluarga besarku memang kebanyakan sudah pulang ke rumah mereka walau rumahnya berada di luar kota, tapi masih ada satu yang tersisa Om Dimas dia belum pulang karena akan menginap di rumah. Pernikahanku kan mendadak, jadi setelah resespi singkat mereka langsung kembali ke rumah karena mereka mempunyai banyak perkerjaan. Om Dimas adalah ustaz terkenal, jadi mumpung belum ada jadwal ceramah dia menginap di rumah Ayah. "Memang ada penjelasannya Om? Adakah hukumnya Om? " tanyaku penasaran. "Diperbolehkan bagi seseorang untuk melaksanakan akad nikah dengan dua orang wanita dalam satu hari ; sebagaimana firman Allah Ta’ala : fainkihuu maa thaaba lakum mina alnnisaa-i matsnaa watsulaatsa warubaa’a “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.” (SQ. An Nisaa’: 3). Maka yang demikian itu tidak ada  bedanya antara menikahi dua orang wanita sekaligus di waktu yang sama, atau di waktu yang sedikit berbeda. Akan tetapi para Ulama’ Rahimahumullah membenci apabila malam pengantin dua wanita tadi dilaksanakan di satu malam yang sama, karena dikhawatirkan mengurangi hak salah satu dari keduanya karena kurang maksimal pembagian waktunya. Al Imam Yahya bin Abil Khair Al ‘Imraani Rahimahullah berkata : “ Dan Makruh hukumnya apabila kedua istri ingin melayani dan mempersembahkan kepada suaminya di satu malam yang sama ; karena sang suami tidak mungkin bisa menepati hak akad nikahnya kepada keduanya secara bersamaan, dan jika melaksanakan hasratnya kepada salah satu istrinya maka yang lain akan merasa kesepian atau merasa tidak enak dengan yang lain. Maka jika keduanya ingin mempersembahkan hasratnya kepada suaminya lalu ingin mendahulukan yang satunya sebelum yang lain, maka yang lebih utama didahulukan adalah yang pertama kali dia melaksanakan akad nikah dengannya kemudian baru yang kedua, karena yang pertama ini-lah yang layak didahulukan sebab dia memiliki kelebihan dengan dilaksanakannya akad nikah yang pertama dengannya, dan apabila kedua istri ingin mempersembahkan hasratnya dalam waktu yang sama maka suami berhak mengundi antara keduanya ; karena dengan mengundi tidak ada yang diistimewakan satu sama lainnya ”. Dari kitab “ Al Bayan ” oleh Al ‘Imraani  ( 9/520 ). As Syaikh Manshoor Al Bahuti Rahimahullah berkata : “ Dan jika seorang lelaki menikahi dua orang wanita, lalu keduanya ingin mempersembahkan hasratnya kepada suaminya di satu malam yang sama : maka yang demikian makruh hukumnya ( meskipun kedua-duanya masih gadis, atau kedua-duanya janda atau salah satunya gadis dan yang lain janda ) karena sang suami tidak mungkin bisa menggabungkan keduanya dan memenuhi hasrat keduanya sekaligus, karena yang diakhirkan pasti akan merasa tidak enak dan merasa kesepian, ( maka hendaklah suami mendahulukan memenuhi hasrat yang lebih dahulu dari keduanya yang pertama kali dilaksanakan akad nikah ) karena memang haknya lebih dahulu, ( kemudian kembali ke yang kedua dan baru memenuhi hasratnya sesuai  dengan urutan akad nikah ), karena memenuhi hak istri wajib atas suami, meninggalkan aktifitas yang satu untuk melaksanakan aktifitas yang lain yang lebih utama, karena sesungguhnya ketika dia mendahulukan yang bukan urutannya maka hal itu akan menjadi penentang baginya dan mendahulukan yang pertama itu yang dibenarkan, maka jika pengahalang sudah sirna wajib beramal sesuai dengan apa yang telah ditentukan, kemudian selanjutnya menggunakan cara pembagian giliran, maka dia ( suami ) wajib mendatangi istrinya sesuai dengan hak giliran yang telah ditentukan, maka apabila kedua istri ingin menyampaikan hasratnya secara bersama-sama maka mendahulukan salah satu dari keduanya dengan diundi, karena keduanya berhak mendapatkan hak yang sama, dan dengan diundi itu lebih sesuai dan lebih dibenarkan dalam mencapai persamaan atau kesetaraan ”. Dari kitab “ Kassyaful Qina’ ( 5/208 ) dan bisa juga dilihat dalam kitab “ Al Mughni ” karangan Ibnu Qudamah ( 7/242 )." jelas Om Dimas. "Jadi pernikahanku benar-benar Sah? Tapi Aku tidak ingin menjadi istri kedua, aku tidak akan sanggup berbagi suami dengan wanita lain," ujarku. "Semua sudah terlanjur Al, nasi sudah menjadi bubur. Mungkin Allah SWT memang menakdirkanmu menjadi istri kedua, bersabarlah Al,  Allah bersama orang yang sabar," nasehat Om Dimas. "Apakah pernikahan siri Arkaan dan Difa itu sah di mata agama?" tanya Mama Arana. Oh jadi nama istri pertama Mas Arkaan adalah Difa, aku kok lupa bukankah dia tadi juga sudah mengenalkan diri padaku. "Apakah semua syarat pernikahan sudah di penuhi? Seperti Ijab qabul, wali, penghulu sudah terpenuhi?" tanya Om Dimas balik. “Semua sudah terpenuhi, namun pernikahan mereka tidak di catat di catatan sipil. Karena aku sudah mendaftarkan pernikahan Almeera dan Arkaan, catatan sipil sudah mencatat pernikahan Almeera dan Arkan terlebih dulu," jawab Mama Arana. "Pernikahan mereka sah secara agama, karena syarat pernikahan sudah terpenuhi. Di mata hukum, Almeera lah istri pertama Arkaan. Sedangkan di mata agama, Almeera istri kedua karena akad nikahnya duluan Arkaan dengan istri pertamanya," jelas Om Dimas. "Kamu sudah dengar sendirikan penjelasan dari Om kamu, ayo sekarang kamu ikut Mama dan Papa pulang," ajak Mama Arana. "Kenapa Mama dan Papa yang menjelaskan dan menjemput Almeera? Bukan Mas Arkaan suami Almeera? Apa segitu tidak berartinya Almeera di matanya? Almeera juga istri sah Mas Arkhan, tapi di situ saja sudah terlihat Mas Arkaan lebih mementingkan istri pertamanya. Dan itu sudah  berrati, Mas Arkaan tidak bisa berbuat Adil pada Almeera dan Mbak Difa," jawabku. "Atas nama Arkaan Mama dan Papa minta maaf, Mama janji akan meminta Arkaan untuk berlaku adil pada kalian berdua. Asal kamu mau ikut pulang dengan Mama dan Papa," ujar Mama Arana sambil menangis. Aku sama tidak tega melihat Mama mertuaku menangis apa lagi menangis karena aku, aku jahat karena membuat Mama mertuaku yang sudah ku anggap Mamaku sendiri menangis. "Pulanglah nak ke rumah tempat suamimu tinggal, tanggung jawabmu sudah Ayah serahkan kepada suamimu. Pernikahan bukan sebuah permainan, janganlah kamu meminta cerai karena masalah ini. Pernikahanmu bahkan baru berumur satu hari, itu saja belum genap. Maaf karena Ayah, kamu harus merasakan semua ini. Ayah percaya putri Ayah, wanita yang kuat. Kamu harus bisa bertahan, buatlah suamimu jatuh cinta padamu," nasehat Ayah. Setelah mendengar nasehat Ayah, aku memutuskan untuk ikut pulang bersama Mama dan Papa. Aku wanita kuat, aku harus bisa bertahan. Aku akan membuat suamiku jatuh cinta padaku, aku istrinya.                            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD