Kafka mengangguk, ekspresinya berubah serius sambil mengusap sebelah pipinya dengan cara posesif. “Aku hanya ingin memastikan kamu bebas dari penyakit. Jika kamu mau melunasi hutang keluargamu, aku harus yakin ‘alat investasiku’ ini dalam kondisi baik.” Pria itu diam sebentar, lalu senyum liciknya yang jahat terkembang di wajah tampannya yang dingin. Gerakan tangannya berhenti di pipi Yana. Kalimat berikutnya lebih rendah dan sedikit serak, “Siapa yang akan menduga kapan kita bisa tidur bersama, bukan? Mungkin saja kamu akan menggodaku dalam situasi yang tidak terduga. Bisa saja, kamu sudah sangat putus asa untuk ditiduri olehku. Bukankah aku harus melayanimu di saat seperti itu? Kasihan jika kamu terus merengek tidak bisa dipuaskan oleh pria lain. Masih ingat malam terlarang kita? Kamu

