30-Bukan Dia

1063 Words
Tet!! Bel rumah minimalis itu berbunyi. Lelaki berjas hitam yang kebetulan duduk di ruang tamu segera beranjak dan membukakan pintu. Cowok berseragam seketika terlihat di mata Andreas. “Nyari Auryn?” tanya Andreas sambil memperhatikan penampilan Yohan. “Iya, Kak. Aurynnya ada.” “Ada. Masuk dulu yuk.” Cowok berjaket boomber navy itu melangkah masuk. Yohan lalu duduk di sofa singel. Arah pandangnya tertuju ke Andreas yang telah mengenakan jas. Terlihat sekali lelaki itu akan pergi ke kantor. “Sabtu kemarin, Kakak jalan sama Auryn?” tanya Yohan. Dia ingat chat dari Auryn malam itu. Sekarang dia ingin membuktikan. Kedua alis Andreas hampir menyatu. Dia memperhatikan Yohan yang tampak penasaran itu. Untungnya Andreas cukup pintar. Hingga dia yakin kalau adiknya itu telah menjadikannya kambing hitam. “Iya. Nemenin cewek aneh itu ngevlog.” Jawaban Andreas membuat Yohan lega. Cowok itu merasa kalau Yunda hanya mengadu domba. “Bang!!” Terdengar teriakan dari dalam. Dua lelaki yang duduk di ruang tamu itu seketika menoleh ke sumber suara. Auryn belum terlihat, tapi langkah gadis itu terdengar. Gursak-gursuk. “Loh, ada lo,” kata Auryn kaget. “Kan gue  janji mau jemput lo,” jawab Yohan sambil berdiri. Auryn menepuk keningnya. Lupa kalau mengiyakan ajakan Yohan untuk pergi bersama. “Ya udah yuk berangkat,” ajak Auryn kemudian. Tanpa pamit ke Andreas, gadis itu langsung keluar rumah. “Gue berangkat dulu ya, Kak,” pamit Yohan. Andreas menatap dua orang itu sambil geleng-geleng. Adiknya langsung pergi sedangkan Yohan masih pamit. “Kalau bukan adik gue udah gue marahin lo, Ryn!” geram Andreas. Lalu dia ingat jika dijadikan kambing hitam untuk Auryn. Senyum Andreas seketika mengembang, dia akan meminta balasan setimpal ke adiknya itu. “Sabtu kemarin ngapain aja sama kak Andreas?” Pertanyaan itu menjadi pertanyaan pembuka. Auryn merasa kalau Yohan mulai menginterogasi. Sebisa mungkin Auryn biasa saja agar tak menimbulkan curiga. “Nyari kado buat pacar abang gue.” “Cuma itu?” tanya Yohan sambil menyodorkan helm ke Auryn. “Iya. Terus jalan bentar gitu.” Auryn lalu menatap Yohan saksama. Sampai sekarang Auryn tak tahu siapa yang memukul Virgo. Apa benar Yohan atau bukan? Namun perkataan Wiska kemarin membuat Auryn sadar, tak seharusnya gadis itu marah ke Yohan. “Lo mau maafin gue nggak?” tanya Auryn dengan hati-hati. Yohan menyandarkan pinggulnya di samping motor. Cowok itu berdiri dengan kedua tangan dimasukkan di dalam saku. “Soal?” tanya Yohan. “Tuduhan lo waktu itu?” “Ya.” Jawaban itu membuat Yohan menarik napas panjang. Cowok itu lalu mengusap puncak kepala Auryn lembut. “Udah nggak begitu mikirin itu kok. Gue sama sekali nggak mukul Virgo.” “Ya,” jawab Auryn kemudian. “Terus udah ketahuan siapa yang mukulin tuh cowok?” Auryn menggeleng pelan. Jawaban Virgo yang singkat dan tak jelas membuat Auryn jadi bingung sendiri. Tapi cewek itu berusaha untuk percaya ke pacarnya. “Mungkin emang tuh cowok punya musuh.” Yohan manggut-manggut, percaya saja dengan ucapan Auryn. Cowok itu lalu naik ke motor. Auryn duduk di jok belakang lalu kedua tangannya berpegangan di pinggang Yohan. “Udah siap?” tanya Yohan memastikan. “Siap!” Motor ninja merah itu langsung melaju menjauh dari rumah Auryn. Yohan beberapa kali melirik Auryn, melihat gadis cantik yang mengenakan helm itu. Yohan tahu Auryn cantik dan tahu risiko memacari gadis cantik. Kalau tak dijaga sebisa mungkin, Auryn bisa lepas begitu saja. Di luar sana jelas banyak cowok yang antre untuk mendapatkan Auryn. Sedangkan di jog belakang, jantung Auryn berdegup kencang. Dia bisa merasakan kehawatirannya saat Yohan tadi menginterogasi. Auryn merasa bersalah karena menduakan Yohan. Namun gadis itu juga merasa kasihan kalau tak menerima Redo. Auryn menarik napas panjang, lalu fokus menatap depan. Dia berharap suatu saat nanti, entah dia berakhir dengan Yohan atau Redo, salah satu diantara cowok itu akan lebih bahagia daripada dirinya.   ***   “Gelangnya sini!” Perintah itu langsung terdengar saat Yohan baru melangkah dari gerbang kedua. Cowok itu seketika menunduk, melihat gelang hitamnya yang belum terlepas. Arah pandang Yohan lalu tertuju ke guru BP yang mengulurkan tangan, meminta gelang hitam itu. “Masih aja kena razia gelang,” bisik Auryn seraya terkekeh geli. Yohan dengan terpaksa melepas gelang itu dan menyerahkan ke guru BP. Setelah itu dia melangkah lebih dulu. “Han.” Auryn mengejar langkah Yohan dan berjalan di samping cowok itu. “Lupa nggak dilepas ya?” “Iya. Duh ilang deh gelang item gue.” “Lo kan banyak gelang di rumah.” “Iya sih.” Meski di rumah masih banyak, tetap saja Yohan sayang kalau gelangnya harus diberikan ke guru BP. Jika Wiska selalu kena razia rambut panjang, kalau Yohan selalu terkena razia gelang. Entah cowok itu sudah mendonasikan berapa gelangnya ke guru BP. Yang jelas sudah banyak. “Lo nanti latihan?” Auryn memilih mengangkat topik lain. Dia melihat Yohan yang terlihat sebal. Jadi Auryn ingin membantu Yohan melupakan masalah itu sejenak. “Iya.” Yohan menghentikan langkah. Dia mengusap puncak kepala Auryn dan menguspanya pelan. Setelah itu Yohan menarik bando pink yang sedikit miring dari tatanan rambut Auryn. “Gue bakal sering sibuk. Buat persiapan ulangtahun sekolah.” “Yah.” Bibir Auryn mengerucut. Dia membayangkan bagaimana tak diacuhkan Yohan. Sedangkan pacar gadis itu yang lainnya juga anggota tim basket. Bisa dibilang Auryn akan kehilangan sedikit kebahagiaannya. “Karena gue sering latihan, lo harus nemenin gue. Biar kita tetep ketemu,” kata Yohan sambil membimbing Auryn agar kembali melangkah. “Iya dong. Tapi lo selalu ngeluaingin waktu lo buat gue kan?” “Jelas dong, Cantik.” Ibu jari Yohan menjawil hidung mancung Auryn. Cowok itu terbahak kala melihat pipi Auryn yang langsung memerah. Auryn menatap ke arah depan, dari arah tangga dia melihat Virgo sedang berjalan seorang diri. Gadis itu lalu menoleh ke Yohan. “Gue duluan ya. Gue belum ngerjain PR,” pamit Auryn lalu berlari. Gadis itu mengejar langkah Virgo. “Virgo!!” Si punya nama menoleh. Dia melihat Auryn menaiki tangga dengan cepat. Virgo lalu melanjutkan langkah, enggan pagi-pagi berurusan dengan Auryn. “Eh bentar!!” Kedua tangan Auryn langsung menarik tas Virgo. Terpaksa Virgo menoleh. “Itu bukan cowok yang mukul lo?” tunjuk Auryn dengan dagunya, ke arah Yohan yang berjalan mendekat. “Udahlah. Udah basi,” jawab Virgo lalu melanjutkan langkah. Sedangkan Auryn memberenggut. Dia harus mendapatkan jawaban ini segera. Apalagi dia telah menuduh Yohan yang macam-macam. Yah meski Yohan sudah memaafkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD