Bab 2 Mahendra Adhitama.

1009 Words
Ya...saat itu Mahasiswa yang sudah tiba mendahului yang lainnya adalah Mahendra Adhitama dan juga Rico. Keduanya adalah sahabat baik. Cindi tidak tahu akan kedatangan tamunya lebih awal. Dan saat gadis itu kembali kerumahnya, ia begitu terkejut ketika melihat tas ransel besar ada disana. dan saat itu tidak tahu siapa pemiliknya. "Yah...kok sudah ada tas ransel besar disana itu milik siapa?" tanya Cindi pada ayahnya saat itu. "Oh...itu punya nak Hendra sama nak Rico...dia langsung lihat-lihat keluar tadi, takjub dengan alam pedesaan dan pegunungan begini." Ucap Ayah Cindi pada anak gadisnya. "Loh kok sudah ada yang datang yah? bukannya rombongan anak KKN masih besok ya datangnya?" tanya Cindi pada ayahnya lagi. "Emmmb...mereka datang lebih awal naik kendaraan sendiri Cindi...nggak ikut rombongan...dan sengaja ingin lihat-lihat lebih awal keadaan di Desa ini." Ucap ayah Cindi saat itu. Dan terlihat gadis itu hanya manggut-manggut sebagai jawabannya. "Yaudah yah...aku masuk dulu ya kalau begitu." Pamit Cindi pada Ayahnya. Sedangkan ditempat lain, ibu Laura tengah terlihat cemas saat itu. Terlihat dari jalannya yang mondar-mandir dan juga kedua tangan yang ia pautkan satu sama lain. "Ada apa sih bu? kok kayak cemas begitu?" tanya Laura pada ibunya. "Ayahmu Ra...dia belum pulang juga, mana hari sudah akan mau gelap lagi, akh...ibu jadi khawatir..." ucap ibu pada putrinya, dimana saat itu ayah laura tengah sakit tekanan darah tinggi. "Emb...bu...apa laura lihat ayah ke kebun aja bu? mumpung masih terang dan belum gelap." Ucap Laura pada ibunya. "Tapi nak...kamu tidak apa-apa? jalannya pasti licin habis hujan...akh...nggak usah lah sayang...lebih baik tunggu ayah pulang aja." Ucap ibu laura disana. "Akh...nggak apa-apa bu...daripada ibu khawatir...lagian kan Laura tidak apa-apa bu...aku sehat dan kuat...ibu jangan khawatir ya!" ucap Laura pada ibunya. Barulah terlihat ibunya mengangguk saat itu. "Jadi...kamu mau naik sepeda apa jalan kaki sayang?" tanya ibu Laura lagi. "Jalan kaki aja deh bu...jalannya licin kan kata ibu...yaudah aku berangkat kalau begitu bu..." ucap gadis itu yang lalu segera pergi meninggalkan ibunya yang sudah sedikit mereda kecemasannya. Disepanjang jalan yang ia lalui, terlihat kanan-kiri daun pepohonan yang nampak segar karena masih terdapat sisa-sisa air hujan diatasnya. "Heeeemmm..." dengus Laura sembari menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya segera, begitu menyegarkan saat itu, bahkan terlihat gadis itu terlihat merentangkan kedua tangannya untuk menikmati kesegaran alam yang ada didepan dan kakan-kirinya. Sembari sesekali berputar, ia melewati jalan setapak di tepian aliran sungai kecil dan beberapa pohon karet milik ayahnya. Dari kejauhan, nampak sepasang mata yang tengah mengawasinya disana. Namun Laura tidak tahu akan hal itu. "Baju serba putih, kadang berputar-putar ringan...dan seakan melayang...huuuaaa fix itu adalah setan...setaaaan..." tiba-tiba teriak Rico disana yang langsung berlari pergi meninggalkan Hendra sendirian disana. Sedangkan Hendra yang sedari tadi sibuk memotret dengan kamera yang terus mengalung dilehernya hanya bisa menoleh menatap kepergian sahabatnya itu. "Aku jelas mendengar anak itu berteriak menyebut setan! memang ada?" ucap dalam hati Hendra saat itu. Lalu tidak membiarkan teriakan dan ucapan Rico tadi sebagai ancaman yang menakutkan baginya. Karena Hendra sangat tahu jika temannya itu memang takut akan hal-hal yang berbau horor. Sampai...bidikan lensa kamera Hendra membidik sasaran yang tepat. Yaitu sebuah pemandangan yang indah. "Bidadari..." ucap lirih dari bibir Hendra saat itu. Hingga ia mendapat banyak jepretan foto dari lensa kameranya, ketika ia melihat Laura yang tengah berjalan riang sembari melenggang. "Akh...!!" tiba-tiba Laura berteriak dan teriakannya sedikit bisa Hendra dengarkan. Hendra pun segera tahu jika gadis itu tengah jatuh saat itu, terlihat ia hilang dari bidikan kameranya. "Astaga! ditempat begini mana ada orang lewat kalau aku nggak cek kesana, mana mau gelap lagi!" ucap Hendra saat itu dengan gerutunya. Meski dihatinya saat itu sudah sedikit keracunan oleh ucapan Rico. "Akh...mau setan kek, aku lihatnya dia bidadari...terserah!" ucap dalam hati Hendra yang mantap. Lalu lelaki itu pun segera mencari jalan untuk menuju kearah gadis yang tiba-tiba hilang dari bidikan lensa kamerannya. Sedangkan ditempat Laura. Terlihat gadis itu tengan menyelonjorkan kakinya yang ia rasa sakit saat itu, rupanya tanpa sengaja Laura terpeleset hingga membuat kakinya terkilir. "Akh...sakitnya...ayah lewat sini nggak ya?" ucap dalam hati Laura saat itu yang merasa resah karena apa yang menimpa dirinya saat itu adalah hal yang sial dalam hidupnya, dimana ia tidak tahu akankah ada seseorang yang akan menemukannya bahkan disaat hari sudah mulai akan gelap. Gadis itu hanya bisa terisak dengan menundukan kepalanya, membuat rambutnya terurai dengan bebas menutupi wajah cantiknya. Terlihat sepasang sepatu yang berhenti tepat disisinya. Sepatu kets khas orang Kota yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Hanya ada diacara televisi dan juga reality show yang biasa ia lihat di televisi. Terlihat kaki itu segera berjongkok salah satunya dan satunya berjinjit menopang tubuh bagian belakangnya. Sontak membuat Laura mendongak menatap kearah seseorang disampingnya itu. Dengan kedua tangan yang segera menyibakkan rambutnya kebelakang, gadis itu menampakkan wajah cantiknya disana. "Akh...benar kan apa yang aku bilang...kamu tuh bukan hantu, tapi bidadari." Ucap Hendra dalam hatinya saat itu yang merasa sangat bahagia. Sembari tanpa sadar tengah menyunggingkan senyuman hangat nan manis menurut Laura. Saat itu Laura terlihat melongo karena terpesona dengan ketampanan lelaki di depannya itu. Membuatnya terdiam sesaat disana. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Hendra segera setelah mengetahui seorang gadis cantik didepannya itu adalah manusia. Namun Laura segera menggeleng sebagai jawabannya. Namun saat ia tersadar akan gelengan kepalanya, ia lalu mengangguk. Membuat lelaki itu lagi-lagi tersenyum karena tingkah lucunya. "Kamu bisa jalan? kenapa kamu ada disini disaat hari sudah hampir gelap begini?" tanya Hendra pada gadis tersebut. "Emb...karena aku mau ketempat ayah aku, tapi kayaknya nggak bisa deh, aku kepleset tadi." Ucap Laura pada lelaki yang masih berjongkok didepannya. "Emb...kamu bisa jalan?" tanya Hendra pada gadis itu lagi. "Akan aku coba." Ucap Laura disana. Dan segera saja Hendra mengulurkan tangannya kearah Laura agar gadis itu menopang dan berpegangan pada tangannya. Laura pun segera meraih tangan tersebut lalu dengan sekuat tenaga gadis itu mulai berusaha berdiri dari duduknya. Namun usahanya sia-sia saja. Karena kakinya terlalu sakit saat itu. Membuat Hendra segera mengulurkan kedua tangannya untuk membantu memapah Laura agar segera berdiri dari duduknya. Dengan kedua tangan Hendra yang mengalung di kedua sisi gadis itu akhirnya bisa membantu Laura hingga berdiri ditempatnya. "Akh..." dengus Laura karena satu pergelangan kakinya yang ia rasa sangat menyakitkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD