Mati

1839 Words
Malam itu Andita hanya bisa mengenang kisah kasihnya saat bersama Bayu almarhum suaminya, Dia terus menangis hingga terlelap. Wanita itu mulai menikmati tinggal di pondok kecil nya, meski tidak pernah bertemu dengan siapa pun. Tidak masalah baginya yang penting tidak ada orang yang mengganggunya lagi dan dia bisa hidup dengan tenang saat membesarkan buah hatinya ketika sudah melahirkan nanti. Hari ini dia berencana ke pasar untuk membeli beberapa barang perlengkapan untuk menghadapi persalinannya nanti, sekaligus mencari tahu tentang keberadaan bidan, di kampung yang akan di kunjungi nya nanti. Sengaja dia menyamarkan penampilannya dengan menutup area kepalanya dengan kerudung setiap kali memasuki kampung tersebut. Berjaga-jaga saja, takutnya ada salah satu dari warga kampung suaminya yang tiba-tiba muncul dan mengenali dirinya. Dia terpaksa keluar hutan untuk menjual kayu, mencari pekerjaan sampingan agar bisa membeli makanan, pakaian atau kain buat dia pakai melahirkan nanti. Dia sengaja mendatangi kampung itu karena tidak mungkin baginya kembali ke kampung suaminya, dia takut kalo ada warga yang mengenalinya lalu mengganggu kehidupannya lagi karena yang sekarang kehidupannya sedikit jauh lebih tenang tak seperti sebelumnya. Keluarga suaminya, sama sekali tak memperdulikan dirinya. Predikat menantu sial sudah dia sandang sejak memasuki kehidupan mas Bayu suaminya. Tak ada tempat mengadu, teman ataupun kerabat yang dimilikinya. Andita benar-benar sendirian. Satu-satunya yang dia miliki sekarang ini hanyalah bayi yang di kandungannya. Dia berusaha menguatkan dirinya, dia harus kuat, dia tak boleh menangis, dia tak boleh lemah dia harus bertahan demi calon buah hatinya. Harta satu-satunya yang tersisa dari mas Bayu harus dia jaga. Meski tak terdengar suara isak dan tangis dari bibirnya, Andita tetap saja tidak bisa menahan dirinya untuk membiarkan air matanya jatuh. Perlahan iya seka, semua kenangan dirinya bersama Bayu suaminya, terus saja membayanginya setiap kali rasa sedih itu memenuhi ruang pikirannya dan selalu berakhir dengan pertanyaan. "Kenapa mas Bayu gantung diri, kesalahan apa yang aku buat hingga mas Bayu tega meninggalkan diri ku." keluhnya. Pertanyaan yang tak tahu harus dia jawab apa dan harus dia tanyakan kepada siapa? Dia bahkan tidak sempat membaca isi surat yang di temukan oleh Ibu mertuanya, di saku Almarhum suaminya itu. Kenapa ibu mertuanya berkata bahwa mas Bayu bunuh diri karena dirinya, karena bayi yang di kandungannya bukan anaknya. Mustahil mas Bayu seperti itu. Seingatnya, terakhir dia bersama mas Bayu, semua baik-baik saja, bahkan mas Bayu, berencana akan mencari rumah setelah anak mereka lahir nanti. ••• Tidak terasa usia kandungan Andita memasuki usia delapan bulan dua puluh hari, sore ini dia berencana untuk mendatangi kali yang ada di tengah hutan usai pulang dari kampung sebelah. Suasana pasar lumayan ramai, tapi seramai apapun Andita harus tetap berjaga-jaga, hingga pandangannya tertuju pada tingkah tiga pria yang sedari tadi terus saja mencuri pandang kearahnya, saat dia tengah sibuk memilah-milah kain yang ada di hadapannya. Andita segera bergegas dan berusaha mengalihkan perhatian tiga orang tersebut, dan beruntung mereka tidak nampak lagi. Setelah dirinya berhasil kabur. Segera Andita berlalu dan menuju kembali masuk ke dalam hutan. Langkah kakinya terhenti di depan sebuah Kali yang memang sudah dia rencanakan untuk menyinggahi tempat tersebut. Terlihat dia sudah tidak sabar sekali, untuk segera merendamkan dirinya ke dalam air yang terlihat bening itu. Andita bersiap menanggalkan pakaian dengan menggantinya dengan jarik kesukaannya. Dia perhatikan sekali lagi, apa ada yang mencurigakan, Mata indah Andita menangkap tiap sudut dimana orang bisa masuk ke dalam hutan dan melalui tempat di mana dia berendam sekarang ini. Setelah dia pastikan semua terlihat aman, sejenak dia pandangi sekali lagi pemandangan di sekitar kali ini memang indah dan suasananya sangat sejuk. Beruntung dia menemukan tempat seindah ini. Dia melangkah pelan masuk ke dalam air diiringi suara cipratan air. Andita memejamkan matanya sembari menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya. "Hm ... benar-benar sejuk" ucapnya pelan. Meski matahari malu-malu untuk menampakkan diri, tapi sinarnya mulai terasa menyengat dan itu sama sekali tak mempengaruhi kesejukan air kali yang di rasakan oleh Andita. Andita mulai menenggelamkan tubuhnya, berbaring sambil memejamkan mata hingga beberapa sesaat. Huft!! Seketika dadanya sesak, saat dia berusaha membuka kedua matanya, dia melihat gelembung-gelembung air berhamburan, Andita kemudian menyadari sesuatu yang buruk sedang menimpa dirinya saat itu. Dia bisa merasakan rambutnya yang di jambak dan ditarik dengan paksa. Dia berusaha menahan, kepakan kedua kakinya pada air memecahkan suasana yang tadi hening. Tubuhnya mengejang dia berusaha memberontak saat merasakan ada tangan yang menekan kepalanya masuk ke dalam air berkali-kali, hingga dia kesulitan untuk bernafas. Dia berusaha melepaskan tangan yang mencekam rambut dan kepalanya, hingga akhirnya tangan kekar yang di rasanya itu menarik rambut dan menyeretnya dengan sangat keras naik ke permukaan kali yang dipenuhi bebatuan. Andita berusaha memberontak tapi laki-laki beringas ini tak juga melepaskan cengkeramannya. Sementara dua pria lainnya hanya tertawa lepas sambil ikut memegangi kedua kakinya. "Kalian mau apa? Tolong jangan ganggu aku, aku mohon," ucapnya. "kalian boleh ambil semua barang, tapi jangan sakiti aku!" Apa kalian tidak liat aku sedang hamil besar! Tolong, lepaskan aku, kasihani aku." ucap Andita memohon sambil meronta-ronta berharap mereka melepaskan dirinya. Tapi mereka tidak peduli, tiga pria itu malah semakin beringas. "Persetan dengan kandungan mu. Kami hanya butuh tubuhmu yang indah ini" ucap tegas salah satu dari mereka, sambil mengelus bagian wajah Andita. Andita berusaha memberontak kembali bahkan dia berteriak minta tolong. Tapi aksinya itu malah jadi bahan tertawaan mereka. "Hahaha ayo!! teriak sekencang mungkin gak akan ada seorang pun yang akan mendengar teriakan mu, sayang." "Tolong!! Tolong!!" teriak Andita sekencang mungkin. "Plak!!!" Hingga satu tamparan mendarat tepat di wajahnya yang putih mulus, Andita tak peduli, tetap saja dia berusaha berontak dan melawan, tapi tiga pria itu semakin kuat mencekam kedua tangan dan kakinya. "Ayo Bos, tunggu apa lagi," ucap salah satu anak buahnya. Sesaat .... Tiga pria itu lalu saling menatap, seraya memberi isyarat satu sama lainnya, kemudian dua dari mereka mulai beraksi, memegangi tubuh Andita menyekap mulut nya dengan kain, sambil berusaha menanggalkan kain jarik yang melekat ditubuh wanita malang itu, sementara pria satunya yang mereka panggil Bos itu mulai menggerayangi tubuh Andita, lalu mereka memperkosanya secara bergiliran bak orang kesetanan. Sekuat tenaga Andita berusaha melawan tapi tak bisa melepaskan dirinya dari kejadian naas itu. Andita hanya bisa menangis sejadi-jadinya. Ia menatap ke langit lepas, berusaha menutupi dirinya dengan sisa robekan kain jarik miliknya. Dia merasakan perih yang amat sangat, tiga pria itu masih ada di hadapannya menatapnya dengan senyuman puas. "Bagaimana sayang apa kamu masih ingin berteriak lagi, ayo teriak lah, teriak lebih kencang! Hahaha!!" ucap si Bos sambil tertawa keras, disertai anak buahnya. Andita terus menangis, dia merasakan jarinya menyentuh sebuah batu yang kemudian perlahan dia genggam dan disembunyikan dibalik tubuhnya. "Ayo teriak! Dengan begitu kami bisa kembali bernafsu pada tubuhmu yang mulus ini" ucap pria itu sambil menyentuh dagu Andita dengan kasar. ingin rasanya dia meludahi wajah pria itu, tapi dia berusaha tenang, kesempatan ini tidak akan di sia-siakan olehnya. Batu yang dia genggam tadi dia hantam kan, telak ke wajah pria itu berkali-kali hingga sebelah matanya pecah. Tentu saja pria itu refleks membalas dengan meninju perut Andita dengan kepalan tangannya, tak cuma itu, dia kemudian mengambil batu yang lebih besar dan menghantamkannya membabi buta hingga banyak darah terciprat mengenai mereka berdua. Andita berteriak kesakitan dan terlihat mulai lemah. Dua pria lainnya hanya saling menatap menyaksikan kejadian naas itu. "Dasar wanita sialan" ucapnya sambil sesekali menutupi matanya yang mengeluarkan banyak darah. Di hantam kan nya sekali lagi batu besar itu ke perut Andita, hingga perempuan malang itu benar-benar tak bergerak sama sekali. "Cepat kalian bereskan" perintahnya kepada ke dua anak buahnya yang sedari tadi hanya bengong menyaksikan sembari menyeka wajahnya yang penuh cipratan darah. "I ... Iyaa Bos!" jawab mereka berdua serentak sambil memeriksa apakah wanita itu masih hidup atau tidak. Mereka memeriksa nadi serta menggoyangkan tubuh Andita, memastikan sekali lagi masih hidup atau tidak. Setelah yakin mereka membereskan tubuh Andita, lalu menarik dan menyeretnya untuk segera mereka kuburkan. "Kubur yang benar, kita butuh jasadnya nanti." perintah pria itu. "Iya Bos!" Setelah selesai mengubur dan membersihkan tempat kejadian. Mereka pun pergi meninggalkan tempat naas itu dengan wajah yang dipenuhi ketegangan. Tak ada Satu pun barang Andita yang tertinggal. Semua jejak nya sudah mereka singkirkan dan menguburkannya bersama jasad Andita. **** Andita terbangun di tengah kegelapan, dia memegangi perutnya yang bersimbah darah, tak ada dirasakannya sakit ataupun perih seperti sebelumnya, iya tak merasakan gerakan yang biasa dia rasakan diperutnya. saat dia mencoba bangun, dia sangat terkejut karena jabang bayinya berada tepat di selangkangannya, tak bergerak, tak bersuara. Andita panik bergegas meraih anaknya yang penuh darah dan masih terlilit oleh tali pusar. Dia cium, dia peluk sambil memanggil anaknya yang sama sekali tak bergerak, sama seperti dia melihat tubuhnya yang juga tak bergerak. Andita mengingat kejadian sebelumnya yang menimpa dirinya. "Apa iya aku sudah mati! Aku gak mungkin mati! Aku gak mungkin mati!!" teriaknya histeris. Suara tangisan disertai teriakkan itu benar-benar pecah dan menyayat hati. "TUHAN, AKU GAK MUNGKIN MATI!! Kenapa nasibku harus se_naas ini, kenapa aku harus mengalami ini ... kenapa, Tuhan?!!" Andita menangis sekeras-kerasnya, tangisan yang selama ini dia tahan, beban dan tekanan yang selama ini dia pendam dia tumpahkan semuanya. Sembari menggendong anaknya, perempuannya yang malang itu, terus saja menangis dan terus menangis .... "Apa salahku ... apakah kehilangan suami belum cukup untuk ku, kenapa aku harus kehilangan anakku juga Tuhan?" Andita sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya juga sudah tiada. ••• Gak sampai sebulan para b******n itu kembali dan berencana untuk menggali tanah dimana mereka mengubur jasad Andita. Saat galian itu hampir selesai, Aroma wangi mulai tercium dan tubuh perempuan itu masih segar. Tentu saja mereka terheran-heran melihat keadaan Andita yang nampak masih segar seperti baru dikuburkan kemarin saja. "Ayo cepat, angkat perempuan itu, bawa ke kali trus kalian bersihkan. Kita sudah di tunggu Ki Laruh, ternyata aki-aki tua itu benar bahwa Wanita ini adalah wanita yang tepat." ucap pria yang sedari tadi hanya memberi perintah pada kedua rekannya. Usai mencuci, mereka lalu membawa jasad Andita ke sebuah rumah kecil yang terletak di pinggir hutan, jauh melewati kampung yang biasa Andita datangi. Di sana seseorang yang mereka sebut Ki Laruh sudah menunggu. Untuk melakukan sebuah ritual. "Ayo cepat malam ini harus segera kita mulai, jangan sampai terlewatkan." ucap Ki Laruh terlihat serius. Mereka meletakkan jasad Andita ditengah-tengah mereka, lalu Ki Laruh merapal mantra, sambil memegang sebuah paku. Suasana malam itu benar-benar hening hingga jasad yang tadi kaku tiba-tiba bergerak dan hidup kembali, lalu tak bergerak sama sekali. Andita seperti tersedot masuk ke dalam tubuhnya sendiri. Tapi dia tidak bisa leluasa menggunakan jasadnya. "Sekarang kita bisa gunakan dia untuk apa saja, terutama untuk membalaskan dendam ku. Ini, kalian bisa ambil uang ini, gunakan semau kalian dan jangan lupa kalian kuburkan kembali jasadnya di belakang." ucap Ki Laruh tertawa puas sambil menyodorkan sekantung uang ke salah satu orang suruhannya. Andita hanya terdiam menyaksikan semua itu. Ia terperangkap dalam tubuhnya sendiri, tubuh yang sebenarnya sudah mati. ••• Aku begitu serius mendengar setiap cerita dan kejadian yang si M sampaikan. Sayangnya si M tidak melanjutkan bagian dari kisah ini, kisah yang sebenarnya tidak harus aku ceritakan dulu, karena cerita pertama yang disampaikan si M kepadaku adalah cerita dimana Andita sudah menjadi kuntilanak dan berbaur dengan manusia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD