Rencana Andita

1829 Words
"Kamu ini aneh Rin, kenapa perempuan itu masih kamu biarkan tinggal serumah dengan kalian, apa kamu gak takut!" ucap Risti ketika melihat Andita masih nampak di rumah Rini. "Entah lah Ris, Mas Romi bilang aku tidak perlu mengkhawatirkan soal dia, lagi pula soal pembunuhan yang kamu ceritakan hari itu, kata Mas Romi itu semua tidak benar, Andita sudah menjelaskan semuanya pada mas Romi." "Dan kalian percaya begitu saja, aku ada Rin, saat jasad suaminya ditemukan, kenapa kalian lebih percaya dia ke timbang aku!" sela Risti dengan nada kesal. "Sudah Ris! Sebaiknya kita tidak usah membicarakan dia lagi, bikin hilang mood saja." sela Rini saat melihat reaksi Risti yang terlihat tidak begitu senang karena mengetahui reaksi dia dan suaminya lakukan dengan cerita yang dia sampaikan semalam. Dalam hati Risti benar-benar kesal, dia pikir rencananya akan berhasil dengan meracuni pikiran Rini tapi Romi mengacaukan segalanya. Jika Romi tidak ada, pasti akan lebih muda menghasut Rini. Risti mulai berpikir keras bagaimana caranya dia Membunuh dua lalat dalam satu kali pukulan. ••• Malam ini jatah Rini bersama dengan Romi, seminggu sekali Romi harus bertukar tempat 7 malam di kamar Rini, 7 malam di kamar Andita, begitu seterusnya tapi jika sudah di luar kamar, Romi adalah milik bersama. Ironis memang seperti piala bergilir saja. Tapi tidak malam itu, malam itu Rini tengah bersama Romi saat Andita mengetuk pintu kamar mereka hanya untuk meminta tolong pada Romi agar mau membantunya menggantikan lampu kamarnya yang mendadak mati. Suara ketukan pintu terdengar tiga kali .... Mendengar itu Rini bergegas membuka karena tak ingin Romi terbangun. Mengetahui yang mengetuk kamarnya adalah Andita, Rini terlihat sangat kesal. "Kamu sengaja ya, ganggu kami, kamu lupa peraturannya." bisik Rini geram. "Nggak Mbak, aku hanya minta waktu Bang Romi sebentar saja, buat ganti balon lampu yang mati di kamar." jawab Andita dengan suara yang agak sedikit ditahan. "Kamu itu bodoh atau apa, kamu gak lihat itu, Mas Romi lagi tidur, sana pergi besok saja lampu nya diganti." perintah Rini sambil menutup kembali pintu kamarnya. Sulit sekali harus menahan rindu ketika alam mendukung untuk tetap merindu. Lampu kamar Andita memang mati dan dia sengaja menjadikan itu sebagai alasan agar bisa melihat dan bersama Romi untuk yang terakhir kalinya. Dia adalah hantu mana pengaruh dia takut dengan kegelapan meski harus tidur tanpa penerang sekalipun. Terpaksa dia tahan rindunya yang tiba-tiba datang dan segera ingin dia lampiaskan. Keesokan paginya ... Andita sudah menyiapkan sarapan seperti biasanya, itu adalah salah satu tugas yang diberikan Rini untuknya, padahal tanpa diperintah pun Andita memang sudah terbiasa bangun pagi dan memasak seperti yang biasa dia lakukan dulu, baik di rumah ibu mertuanya atau saat di kedai jualannya. Saat tengah asyik melamun memikirkan soal mimpinya beberapa hari yang lalu, sambil memegang cangkir di tangannya. Tiba-tiba dia merasakan tangan kekar milik Romi memeluknya dari arah belakang. Tentu saja dia kaget bercampur senang. Romi seolah-olah mengerti apa yang dia rasakan. Itulah kenapa dia jatuh cinta pada laki-laki itu. Andita membiarkan dirinya di peluk oleh Romi, di cium oleh Romi, Hm ...ingin sekali dia membalas dengan membalikkan tubuhnya dan menarik lengan suaminya itu ke kamarnya. Tapi tidak dia lakukan, itu hanya ada dibenaknya yang sedang menahan rindu dan takut berpisah. "Ini ... teh Abang sudah aku buatkan, oh iya nanti kalau Abang sudah gak sibuk tolong neng ya gantiin balon lampu yang mati di kamar." ucap Andita sambil menyodorkan teh yang sedari tadi di buatnya saat memikirkan Romi. Sebuah permintaan basa-basi sebenarnya. Romi hanya mengangguk mengiyakan lalu bersiap mandi untuk berangkat kerja. Rini yang sedari tadi melihat mereka kembali merasa kesal. Ponsel di tangannya berdering terlihat jelas nama yang tertulis di layar ponsel miliknya 'Risti'. "Iya Ris!" jawab nya setelah menekan tombol hijau pada layar ponselnya. "Kamu gak kemana-mana kan? Ntar aku kesana ya?!" "Iya, kamu kesini aja." "Okey!" balas Risti dengan mematikan saluran teleponnya. Entah rencana apa lagi yang akan Risti lakukan kali ini. Karena setiap berkunjung dia pasti punya rencana jahat. Yang di khawatirkan Andita menjadi kenyataan ... Andita sempat kaget karena melihat Risti turun dari motor yang diboncengi seseorang pria yang tak asing menurut penglihatannya. Andita berusaha mengingat-ingat wajah itu. Bukannya dia ... salah satu orang yang ada di kali waktu itu. Andita mempersilahkan Risti masuk yang kemudian mereka di sambut oleh Rini. Andita membiarkan mereka berdua tanpa berkata apa pun. Dan menuju ke dapur yang dimana di meja makan dia melihat ada Kania dan Nino yang sedang serapan. Romi muncul dari ruangan lain meraih cangkir baru berisi teh dan menyeruputnya tanpa serapan, kemudian pamit kepada mereka bertiga lalu keluar meninggalkan mereka. "Abang pergi ya Neng!" Cuma itu kalimat yang diucapkannya setelah dia mencium kepala kedua anaknya dan memeluk Andita. Andita hanya bisa menatap dan tersenyum lalu memeluk Romi sedikit lebih lama. Romi juga sempat bertemu dengan Risti, tanpa berkata apapun, hanya pamit pada Istrinya kemudian meninggalkan mereka berdua. Risti yang melihat sikap Romi sangat kesal, dia jadi teringat Bayu, terlintas dipikirkannya bagaimana menghabisi Romi seperti dirinya menghabisi Bayu. "Tapi tidak, belum saatnya, aku harus pelan-pelan bermain dengan mereka." gumam Risti dalam benaknya sambil tersenyum tipis. "Kenapa Ris!? Kenapa kamu senyum-senyum sendiri, hayoo kamu lagi senyum–in apa?" sergah Rini. "Ah! Siapa yang senyum, nggak kok!" Mereka asyik menikmati obrolan mereka hingga melewati waktu berjam-jam hingga awan-awan menenggelamkan surya dan menjemput sore yang tiba-tiba di hampiri mendung. Andita muncul bersama Kania dan Nino. Andita sengaja membawa mereka berdua untuk dibawa ke teras bermain karena cuaca terasa sejuk tapi Rini tidak mengizinkan. Akhirnya Andita membatalkan niat nya. Saat hendak berbalik seseorang mengetuk pintu rumah mereka. Andita bergegas menghampiri dan membuka .... "Maaf bisa bicara dengan ibu Rini?" "Mm ... Iya, saya sendiri,, ada apa ya pak!" Melihat kedatangan mereka, Andita tiba-tiba teringat mimpinya, dan ada sesuatu yang gak benar yang akan mereka sampaikan ketika melihat wajah-wajah tamu yang ada di hadapannya. Rini berjalan mendekati mereka "Ada apa Pak?" sahut Rini mulai panik, "kalo gak salah Bapak dari tempat mas Romi bekerja kan, saya pernah melihat Bapak waktu ke sana?!" "Iya Bu benar, tapi Maaf, tujuan kami kemari mau menyampaikan bahwa Pak Romi mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat. Sekarang beliau ada di rumah sakit." Mendengar pernyataan itu bukan cuma Rini, Andita pun nyaris jatuh terduduk saat mendengar kalimat itu, seluruh raganya mendadak lumpuh. Rini histeris menangis sejadi-jadinya di tambah lagi ketika melihat kedua anaknya Kania dan Nino keluar kamar karena mendengar suara mamanya yang menangis Histeris Rini memeluk anak-anaknya. Sementara kedua bocah itu hanya diam tak mengerti apa sebenarnya yang terjadi. Sementara Risti tersenyum licik di balik kesedihan yang dia tampakkan di wajahnya. "Ternyata aku tak perlu repot-repot menghabisinya, alam sedang berpihak padaku." ••• Di rumah sakit Rini dan Andita menangis tanpa jeda. Mereka menangisi pria yang sama, pria yang sangat teramat mereka cintai. Rini terus menangis sambil sesekali memanggil nama suaminya. Sementara Andita hanya terdiam mengenang apa yang Romi lakukan padanya sebelum berangkat kerja tadi pagi, meski dia sudah memimpikan kematian Romi tapi dia tidak menyangka jika ciuman itu adalah ciuman dan pelukan terakhir untuknya. Andita menangis tanpa suara, rasa hampa menyelubungi hatinya yang tiba-tiba terasa sesak. Kenapa dia harus terus merasakan yang namanya kesedihan, kenapa dia tidak bisa bahagia seperti orang-orang lain yang di temui nya. Baru saja dia merasakan kebahagiaan bersama Romi kenapa begitu cepat maut menjemput orang-orang yang dicintai nya. Andita pergi meninggalkan Rini yang tengah menangis sendirian, ingin sekali dia memeluk perempuan itu entah sebagai apa, yang penting bisa saling melepaskan kesedihan yang teramat sangat mereka rasakan. Andita berjalan pelan, kemudian bergegas kembali ke rumahnya, disana dia menumpahkan segala rasa yang ditahannya, semua kenangan bersama Romi seakan kembali terekam ulang dan jelas diingatan nya, meski sudah menikah sedikit pun Romi tidak pernah berubah sikap padanya sekalipun satu rumah dengan Rini. Seburuk apa pun sikap Rini padanya, Andita tahu Rini melakukan semua itu karena pengaruh Risti. Mereka satu keluarga yang baik. Tapi sekarang Andita kembali sendiri tanpa Bayu tanpa Romi. PEMAKAMAN Seminggu sudah berlalu sejak kematian Romi, Andita harus memikirkan apa yang harus dia lakukan sekarang, dia gak mungkin tinggal lebih lama di Sini, Rini pasti akan mengusirnya. Untuk apa dia meneruskan semuanya jika yang menjadi alasannya sudah tidak ada lagi. Dia rela jadi begini itu karena Romi, meminta bantuan Ki Rekso untuk tetap menjadi manusia, tapi sekarang semua sudah tak bisa dia lanjutkan. Dia harus kembali menjadi yang semestinya, yang tidak lagi memikirkan soal kehidupan di dunia. Andita masih terus memikirkan Romi. Apa mungkin dia bisa bertemu di alam lain setelah alam kematian, alam di mana dia menjadi sosok yang gentayangan, apakah mereka bisa bertemu. Dia berharap bisa bertemu Romi seperti dulu dia berharap bisa bertemu dengan Bayu, namun hingga sekarang dia tak menemukan atau mungkin belum waktunya untuk bertemu, entahlah .... Malam itu Andita berniat pamit pada Rini, dia mencari Rini tapi tidak menemukan hingga dia mendengar suara berisik dari ruang belakang. Rupanya Rini sedang ribut dengan Risti, entah apa yang mereka bicarakan yang terlihat Risti sangat marah, Andita mendengar jika Risti sempat menyebut namanya beberapa kali. Mereka saling mendorong hingga Rini jatuh dan terantuk meja hingga tak sadarkan diri. Andita telat melerai mereka, karena panik bukannya menolong, Risti malah kabur meninggalkan mereka, Andita bergegas memeriksa Rini tak ada darah, dia tidak mungkin meninggalkan Rini sendirian dalam keadaan begini untuk mencari pertolongan. Andita mengambil bantal lalu meletakkan kepala Rini diatasnya, dia menunggu Rini sadar, untung saja tak ada yang luka cuma benjol saja di belakang kepalanya. Sesekali dia usapkan minyak telon agar Rini segera sadar. Tak lama Rini bangun dia menatap Andita yang duduk tepat di sisi kanannya. "Maaf Mbak terbaring disini, aku takut mindahin Mbak tadi." "I iya gak apa-apa, Risti nya kemana?" tanya Rini sembari memegangi belakang kepalanya. "Dia pergi saat Mbak pingsan tadi, maafin aku ya Mbak sudah menyusahkan Mbak, sampai harus mengalami ini semua, itu karena aku, biar nanti aku yang menemui Risti dan menyampaikan padanya bahwa aku akan pergi seperti yang dia dan mbak inginkan. Sebenarnya aku tadi memang mau pamitan saat melihat kalian berdua sedang berbicara." ujar Andita. "Bukan bicara, tapi kami sedang ribut. Tapi sudah lah! biar saja, kamu gak harus pergi hanya karena dia membencimu, Risti nya saja yang gak benar, aku salah mengira selama ini ternyata dia yang jahat bukan kamu." "Makasih Mbak, tapi aku tetap akan pergi kalo Mbak sudah baikan, itu sudah keputusan aku." Mendengar itu Rini hanya terdiam, dia berusaha bangun dan Andita membantunya menuju ke kamar yang dimana Kania dan Nino sedang tertidur pulas. Rini kembali menangis melihat kedua buah hatinya. "Kenapa Mas Romi begitu cepat meninggalkan kita." ucapnya dengan Isak tangisnya yang dia tahan. Melihat semua itu Andita Ikut bersedih, dia hanya bisa menyeka air matanya karena teringat buah hatinya. "Kita yang sabar ya Mbak, semoga Bang Romi tenang dia alam sana." "Aamiin." balas Rini mencoba menerima suport dari Andita yang kini mendadak jadi orang yang dekat dengannya. Orang yang tadi begitu dia benci malah jadi penyemangat nya. ••• Apapun yang kita rasakan jangan pernah terlalu mendalami karena siapapun kita, kita adalah manusia yang hatinya mudah di bolak balikan oleh Sang pemilik hati (Tuhan)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD