Warsini di Kisah William

2147 Words
Setiap yang hidup pasti akan mati dan yang mati pun ingin hidup kembali terutama mereka, mereka yang mati karena terpaksa, mati karena masih ada sengketa, masalah atau apa pun itu baik dengan kehidupan pribadinya ataupun orang lain. Begitu pula dengan wanita buntung yang aku temui di pantai hari itu. Namun dari semua kisah yang pernah aku ceritakan ada kisah yang menarik yaitu kisah William dan kisah Renita. Menguak dan menelusuri kembali kisah mereka itu perlu waktu, aku dan si M harus mencari waktu yang tepat untuk menelusurinya kembali. Back to William. Ada teman yang sempat ingin mencari tahu soal William. Anak kecil berumur sekitar 6 tahunan ini bahkan ada yang ingin menuliskan kisahnya. Buat aku tidak masalah selama mereka ijin dan siap menerima resikonya, silakan saja. Tak banyak yang aku dan si M temukan tapi sebenarnya. Kisah tragis yang dialami oleh William adalah berawal dari terpisahnya ibu dan anak yang hanya berjarak rasa dan ketidakberdayaan dari seorang ibu yang akhirnya mengakhiri kisahnya dengan tragis karena tak sengaja melukai buah hatinya sendiri. WILLIAM Ibu William adalah seorang pekerja buruh, bagi para kolonial rakyat jelata adalah b***k. Dan wanita itu salah satunya. b***k tercantik dari tanah pribumi. Kecantikan yang nampak bukan membawa hal yang baik tapi sebaliknya. Di masa itu semakin cantik maka semakin sengsara. Dia terpaksa menikah dengan tuan belanda mantan sersan yang memiliki perkebunan yang cukup luas. Tuan belanda tertarik pada salah satu buruhnya yaitu Warsini yang kemudian perempuan itu terpaksa menerima keinginan Tuannya agar bisa hidup dengan nyaman tanpa tekanan karena menolak artinya sama dengan mendapat hukuman, jadi mau tidak mau terpaksa atau tidak ya dia terima saja, apalagi sebagian buruh bilang jika menerima tawaran itu hidupnya akan jauh lebih baik. Namun kenyataannya tak seperti yang di katakan dan dia bayangkan. Sejak menikah dan sejak Kelahiran anaknya. Tuan tanah bersikap dingin dan tetap memperlakukannya sebagai mana mestinya seorang b***k di perlakukan. Tuan Belanda meminta b***k lain untuk mengasuh anak itu dan tidak memberikan izin pada Warsini untuk mengasuh anaknya sendiri. Warsini diminta kembali bekerja sebagai buruh di perkebunan jika pun si Tuan menginginkan tubuhnya dengan dipaksa wanita itu diajak kembali melayani nafsu majikan yang sekaligus masih berstatus suaminya. Tak hanya dirinya sang pengasuh pun tak luput dari kelakuan buruk sang majikan jika Warsini tak bisa melayaninya. Tidak dinikahi hanya sebuah janji palsu ucapan majikan pada budaknya itu hanya untuk menutupi wibawanya sebagai Tuan tanah. Usai melahirkan nanti hubungan suami istri berakhir dan jika yang lahir nanti anak laki-laki maka anak itu akan jadi miliknya jika anak itu perempuan maka wanita itu boleh mengasuhnya. Apa pun yang lahir nantinya tetap saja hasilnya tidak ada yang menyenangkan tidak ada yang baik untuk Warsini. Ketika anak itu lahir dan diberi nama oleh ayahnya 'William'. yang kemudian diasuh oleh pengasuhnya yang bernama Yumini. Yumini tak kalah jauh cantiknya dari Warsini itulah sebabnya dia terpilih dan diperkerjakan di rumah besar itu menggantikan Warsini. Selama kembali ke perkebunan Warsini hanya bisa mengamati anak laki-laki nya dari kejauhan yang pelan-pelan tumbuh berparas tampan dan lembut dengan memiliki mata yang sendu. Dengan rambut berwarna pirang yang sedikit menutupi jidatnya, bola mata berwarna keabuan, berkulit putih bersih. Warsini tak mengira dia melahirkan anak setampan itu. Jelas William mengambil alih lebih banyak gen ayahnya dari pada dirinya. Pengasuh William, Yumini ternyata berasal dari kampung yang sama dengan Warsini. Dia suka memberi info mengenai perkembangan William setiap kali dia melewati perkebunan saat menuju ke rumah besar itu. Itu juga karena Warsini yang memintanya. Perempuan itu hanya bisa menangis saat merindukan anaknya. Dia pernah meminta agar Yumini mau membawa William sesekali ke perkebunan tapi dia menolak dan tidak berani karena hal itu mustahil bisa dia lakukan. Dia takut jika ketahuan dengan para antek-antek majikannya. Hukuman yang diberikan tidak tanggung-tanggung, siapa pun yang melanggar aturan akan di cambuk jika fatal akan digantung. Mengenaskan!! Lagi pula bagi William Warsini bukan siapa-siapanya. Anak itu sama sekali tidak mengetahui jika dia adalah ibunya. Yumini berusaha lebih berhati-hati agar tak melakukan kesalahan, dia masih membutuhkan pekerjaannya sebagai pengasuh. Namun dalam hati kecilnya dia tidak tega dengan Warsini, namun di sisi lain dia butuh pekerjaan ini. Itulah sebabnya dia hanya bisa menyampaikan seadanya saja tentang keadaan William. "Dia baik-baik saja ni, kamu jangan khawatir saya akan jaga dia baik-baik, saya meninggalkan William karena dia ku titip sebentar pada Mbok Ni , saya harus segera kembali sebelum saya ketahuan dan ada yang melihat kita" Yumini bergegas pergi dengan terburu-buru. Apa yang dialaminya membuat Warsini depresi karena merindu dan terkadang sedikit oleng, sebentar dia tertawa sebentar dia menangis seketika. Dengan wajah cantik nya siapa pun yang melihat akan terpikat padanya tapi sayang kehidupannya tidak semulus wajahnya yang Aduhai. "Tolong yu sekali ini saja bawa William padaku, Tuan tidak akan tahu jika kamu membawa William di waktu yang tepat, waktu dimana dia keluar." pinta Warsini memohon kepada Yumini tadi. Pengasuh itu hanya terdiam dengan wajah setengah takut setengahnya lagi iba pada Warsini. "Kasihan wanita itu, harus mengalami hal seburuk itu dalam hidupnya hingga harus menderita batin, tapi gimana, hukumannya gak setimpal jika saya sampai ketahuan membantunya." Dia tidak menjawab, hanya diam lalu pergi dengan wajah tertunduk meninggalkan Warsini yang menampakkan wajah kecewanya. "Maafin aku ni!" seru Yumini dalam hati. ••• Hari hari berlalu, Warsini masih juga belum bisa melihat anaknya, sementara dia begitu sangat merindukan William. Jarak dari perkebunan ke rumah Tuan besar tidak begitu jauh, Warsini beberapa kali mengendap-endap hanya untuk melihat anaknya yang sering nampak bermain di halaman rumah besar itu bersama Yumini dan para babu lainnya. Tidak hanya Yumini babu di rumah itu tapi masih ada beberapa yang bertugas memasak juga menjaga kebun dan taman ya salah satunya si Mbok Ni. Wanita tua yang sudah lama bekerja di rumah itu. Warsini seperti orang gila hilir mudik diantara pepohonan yang ada di kebun. Memikirkan cara bagaimana dia bisa memeluk sekali saja tubuh anaknya William. Dia kembali teringat saat pertama kali dia masuk ke dalam rumah itu .... "E kamu orang cepat cari dan bawakan aku satu perempuan babu yang rupawan ye!" perintah tuan Belanda tanpa banyak bicara. Seperti itu perintah nya ketika dia menginginkan perempuan untuk dia tiduri, Warsini terpilih waktu itu, dia tidak melawan hanya menurut saja, dia sempat mendengar jika wanita yang terpilih itu akan dapat tempat yang layak dan baik di rumah besar itu karena katanya akan di nikahi dan jadi nyonya besar. Si Tuan belanda hidup seorang diri, di usianya yang matang dia belum memiliki pasangan. Dia bebas ingin meniduri siapa saja b***k atau babu yang di inginkan nya tanpa terkecuali syaratnya harus cantik. Apa yang Warsini dengar ternyata salah. Setelah di tiduri dia sama sekali tidak di nikahi hanya ucapan saja, begitu Tuan Belanda mengetahui kehamilan budaknya itu dia membuat perjanjian baru soal anak yang akan di lahir kan nanti. Warsini tidak boleh mengasuh jika anak yang lahir nanti berjenis kelamin laki-laki tapi sebaliknya dia boleh memiliki jika anak itu perempuan. Warsini sangat tertekan. Hingga dia dikembalikan ke perkebunan dan di larang mengurus buah hatinya. Di larang bertemu apalagi sampai menyentuh. Warsini mengalami tekanan batin yang luar biasa karena hal itu. Warsini diam-diam berhasil masuk ke dalam rumah besar itu. Saat itu hanya ada pengasuh dan anak laki-lakinya. Kebetulan tuan belanda keluar hanya ada beberapa penjaga saja namun mereka tak melihat kehadiran Warsini. Warsini melihat Yumini sedang tertidur lelap sementara Anak itu sedang asyik bermain. Entah sore itu kenapa tak terlihat sama sekali para jongos di sekitar mereka. Peluang ini tidak di sia-siakan oleh Warsini, dia berusaha membujuk anak laki-laki itu agar mendekat dan bermain dengannya. "Halo William ... Sini ikut Ibu, kita bermain di luar, kamu pasti senang." William polos hanya diam menatap. Warsini pandai mengambil hati anak-anak seusia William, anak itu kemudian tersenyum dan meraih jemari Warsini untuk mengikutinya. Warsini berhasil dan membawa anak itu bermain ke dalam hutan. William terlihat bahagia dia senang dan mengikuti apa pun yang dikatakan Warsini, yang di mana aslinya Warsini memang penyayang dan penuh kelembutan jadi tidak sulit membuat anak-anak menurutinya apalagi dengan William yang memiliki ikatan jelas dengan nya. Mereka berdua berjalan melewati banyak pepohonan, terlihat Warsini sangat bahagia sesekali mereka berlari kecil sambil tertawa lepas diantara kekhawatiran yang Warsini rasakan. William terlihat sangat menikmati kebersamaannya dengan ibu kandungnya. Di tempat lain, Yumini sangat terkejut karena tidak menemukan anak yang di asuhnya berada di dekatnya. Dia mencari ke segala ruangan hingga ke sudut-sudutnya. Takut jika terjadi apa-apa Yumini berteriak memanggil manggil nama William hingga satu persatu para antek Tuan Belanda berdatangan. Yumini menceritakan kronologis kejadiannya, namun tak bisa dipercayai begitu saja oleh mereka hingga salah satu dari jongos itu menyeret dan menahannya hingga menunggu si Tuannya datang. Ketika majikannya muncul, Yumini menceritakan segalanya namun Tuan Belanda pun tidak begitu saja percaya, Yumini di kurung dan di hukum cambuk. Sementara para antek nya bergegas mencari Warsini dan William. Setelah lelah berjalan, Warsini bersembunyi di balik batang-batang pepohonan yang besar. Sedangkan William terlelap berbaring di pangkuan Warsini. Warsini menikmati waktunya dengan membelai lembut kepala dan wajah William anaknya. Hingga pendengarannya menangkap derap langkah kaki disertai suara orang yang sedang berbicara. Dia memperbaiki posisinya sembari memeluk tubuh William dengan erat. "Mereka pasti para jongos majikannya." gumamnya dalam hati. Ketika dirasa tak di dengarnya lagi suara-suara mereka. Warsini menggendong William untuk menjauh dari tempatnya beristirahat. Perempuan itu mempercepat langkahnya. Tetap terlihat wajah cantiknya meski rambut yang dia gelung sebagian terurai berantakan menutupi wajahnya. William terbangun anak kecil ini tak banyak bicara. "Kita mau kemana, William mau pulang. William mau pulang!" seru William dengan suara lembutnya. "William mau pulang kemana, kan sudah sama ibu! Ini ibu Nakk!" Warsini menghentikan langkah nya dan menurunkan William dari gendongannya. Dia memegang kedua lengan William dan menatap kedua mata anak itu dengan penuh kasih sayang. "William ini ibu kamu." Sambil menyentuh dadanya, ini yang kedua kalinya Warsini melakukan itu, mengatakan jika dia adalah ibunya. William hanya menatap diam. "Ibu!!!!" "Iya sayang!! Ini Ibu." Warsini memeluk tubuh William dengan sangat erat, dia begitu terharu untuk pertama kalinya dia mendengar panggilan ibu keluar dari bibir mungil anak yang sangat dirindukannya. Namun William kembali diam membisu dalam pelukan ibunya. Tentu saja dia tak mengenal Warsini karena sejak lahir dia sudah dipisahkan dan Warsini bisa memahami jika William bersikap dingin padanya. Baginya bisa memeluk anaknya dan dipanggil ibu itu adalah kebahagiaan terbesar untuknya. Ketika mereka sedang menikmati kebersamaan itu, rupanya para jongos itu melihat keberadaan mereka dan Warsini menyadari itu, segera dia membawa William berlari dari situ. Para jongos itu mengejar mereka, Warsini berlari masuk ke dalam hutan, dia berlari di bawah sinar bulan yang terang, dia menggendong William ketika di lihatnya anak itu kelelahan dengan nafas seperti di buru. Para jongos meneriaki mereka. Warsini terus berlari namun dia berhenti dan bersembunyi di bawah pohon besar itu. Dia melihat wajah William dipenuhi rasa ketakutan yang luar biasa. Dia peluk erat tubuh William. "Jangan takut sayang, William sudah bersama ibu, tidak ada yang akan memisahkan William lagi dengan ibu." Kali ini William memeluk erat tubuh Warsini, mungkin karena rasa takutnya. Suara-suara itu kembali terdengar dan sangat dekat dengan mereka. Warsini menutup mulut William, saat anak kecil itu akan bersuara. Dia berusaha memberi kode pada William dengan tatapannya untuk tidak bersuara. Dia rapatkan tubuhnya agar tak terlihat, telapak tangan nya masih menutup mulut William. Hingga dia merasakan pukulan telak yang sangat keras pada tengkuknya, seketika dia tersungkur dan dekapannya pada anaknya perlahan terlepas. Seketika itu dia tak sadarkan diri, namun beberapa saat pandangannya kabur samar-samar melihat William yang sudah diikat kedua tangannya di angkat hendak di masukkan ke dalam kantung besar. Para jongos yang berjumlah dua orang itu tak sadar ketika Warsini bangkit dan menghantamkan batang kayu besar pada belakang kepala mereka, Warsini seperti orang yang kerasukan membabi buta menghantam mereka tanpa ampun tanpa jeda. Warsini tidak menyadari jika hantaman balok yang dia layangkan pada mereka ternyata juga mengenai buah hatinya. Ketika dilihatnya para jongos itu sudah tak bergerak. Warsini segera mengambil belati yang terselip pada salah satu antek-antek yang sudah tak bernyawa itu. Kemudian dia melepaskan ikatan William namun sayang anak itu sudah tak bernyawa. Warsini menangis sejadi-jadinya di hadapan anaknya. Di memeluk tubuh William jauh lebih erat dari sebelumnya. "William ... William bangun Nak! ini ibu, bangun sayang, bangun!" Warsini menangis, darah segar mengalir di jemari Warsini ketika meraih dan memeluk anak itu, Warsini tidak menyadarinya jika dia baru saja membunuh para jongos itu sekaligus membunuh anaknya. Dia terdiam sejenak hingga meraih belati yang dia pakai untuk memotong ikatan tali yang mengikat tangan anaknya tadi. Warsini menatap belati itu kemudian belati itu sudah ada di lehernya tanpa pikir panjang dia menyayat lehernya sendiri dengan sisa nafas yang ada, dia menarik tubuh Wiliam memeluknya lebih erat. Tak ada teriakan atau erangan keluar dari mulutnya hanya linangan air matanya yang mewakili segala rasanya saat itu "Kita akan selamanya bersama sayang, selamanya, tidak akan ada lagi yang memisahkan kita termasuk ayahmu!" bisik nya pelan saat mencium anaknya yang kemudian kesadarannya hilang untuk selamanya. William meninggal dalam pelukan ibunya, mereka mati bersama dalam kesedihan yang mendalam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD