Song For You

1197 Words
"...Bahkan aku sempat melihat betapa indahnya dunia ini.." "Kecelakaan.." Kilasan-kilasan perkataan Melody mengganggu Dean. Perasaan bersalah kini menyelimuti hatinya. "Kamu kenapa?" Dean menoleh ke arah Erlaine yang tengah menatapnya dengan kening berkerut. "Nggak apa-apa. Hanya saja aku merasa sedikit penasaran tentang penyebab kebutaannya Melody." Erlaine menaikkan alisnya. "Kenapa tiba-tiba kamu jadi pengen tahu mengenai hal itu?" "Memangnya nggak boleh?" "Bukan begitu. Hanya saja menurutku agak aneh kalau tiba-tiba saja kamu ingin tahu tentang penyebab kebutaannya Melody." "Dia pernah mengatakan padaku tentang kecelakaan yang membuatnya buta." "Dia menceritakannya padamu?" Tanya Erlaine kaget. "Iya. Aku hanya penasaran saja kapan dan bagaimana peristiwa itu terjadi." "Aku nggak benar-benar mengetahui bagaimana kejadian itu terjadi karena aku nggak berada di sana saat itu. Tapi, kata mama, kejadiannya terjadi begitu cepat. Saat itu Melody keluar untuk mengambil bolanya yang terlempar ke jalanan depan rumahnya, tiba-tiba saja Tante Stella yang sedang ngobrol dengan mama sambil memperhatikan Melody melihat ada sebuah mobil yang melaju kencang mendekati Melody. Jadi dia segera berlari dan mendorong Melody." "Lalu apa yang terjadi pada mamanya Melody?" "Tante Stella meninggal sesaat setelah tiba di rumah sakit dan Melody kehilangan penglihatannya dalam kecelakaan itu. Saat itu, dia masih berusia 7 tahun dan kedua orang tuanya baru saja bercerai. Dia juga baru saja terpisah dari kakaknya karena papanya membawa kakaknya pergi." "Papanya meninggalkan Melody begitu saja?" "Sepertinya Om Andrez sudah pergi terlebih dahulu sebelum kecelakaan itu terjadi. Beliau meninggalkan Melody di sini karena Tante Stella yang mendapatkan hak asuh Melody." Erlaine menatap Dean bingung. Cowok itu terdiam dengan raut wajah sedih dan merasa bersalah. "Apa aku nggak salah liat? Kenapa Dean terlihat merasa bersalah?" Tanya Erlaine dalam hati. "Kamu baik-baik saja, Dean?" Tanya Erlaine pelan. "Iya, aku baik-baik saja. Aku hanya merasa kasihan pada Melody. Dia harus kehilangan keluarganya di usia semuda itu. Dia pasti amat terpukul." "Iya. Tapi, dia berhasil melewati masa-masa sulitnya dengan sangat baik." Ucap Erlaine lalu tersenyum lembut. "Itu pasti berkat dukunganmu, Om dan Tante." "Bukan hanya kami, Om Ted dan Billie juga berjasa besar atas pemulihan Melody." Jelas Erlaine yang membuat Dean menatapnya dengan pandangan tertarik. "Mereka berdua juga berjasa. Sewaktu Melody kehilangan penglihatannya, dia seringkali murung dan terlihat seperti tidak punya harapan hidup lagi karena itu kami mengarahkannya kembali ke musik. Kami berharap musik bisa membuatnya lebih baik dan kembali ceria seperti dulu. Dulu saat keluarganya masih utuh, Melody sangat suka bernyanyi dengan iringan piano dari Om Andrez. Mama berusaha mencari guru les musik yang bisa datang ke rumah dan saat itu Om Ted bersedia untuk mengajar di rumah kami." "Pertama kali dia bertemu Om Ted, jangankan menyanyi untuk menjawab pertanyaan sederhana dari Om Ted saja dia sama sekali nggak mau. Tapi berkat kesabaran om Ted, dia bukan hanya kembali menjadi Melody yang ceria tetapi juga menemukan bakatnya yang lain yaitu bermain piano." "Lalu, bagaimana Billy bisa berjasa?" Erlaine tersenyum. "Kira-kira setahun setelah Melody bisa beradaptasi, Om Ted menyarankan Melody untuk kursus di tempatnya bersama murid lain dengan harapan dia bertemu dengan teman-teman yang lain dan itu bisa membantunya lebih ceria. Di sanalah dia bertemu dengan Billie. Keramahan Billie membuatnya bisa lebih terbuka sedikit demi sedikit." "Mungkin awalnya semua itu hanya perasaan iba tapi lambat laun itu berubah menjadi cinta. Dan, aku tahu dengan pasti kalau itu bukan cinta seorang kakak ke adiknya tapi cinta seorang pria ke wanitanya. Sekarang kamu bisa mengerti kan, Dean? Kisah perjalanan mereka tidak dimulai dalam hitungan bulan tapi itu sudah berjalan lebih dari 9 tahun yang lalu. Apakah sekarang kamu bisa mengerti perasaan Billie?" "Tapi, Melody nggak bisa mengubah perasaannya untuk Billie. Bagi Melody, Billie hanyalah seorang kakak." "Melody hanya belum bisa menyadari betapa pentingnya Billie untuknya." "Kenapa kamu sangat nggak suka kalau Melody jatuh cinta padaku?" "Karena aku tahu akhir seperti apa yang akan kamu berikan padanya. Aku nggak mau Melody terluka dan kembali terpuruk seperti dulu. Kalau kamu benar-benar menyukainya seharusnya kamu tahu apa yang paling baik untuknya. Tinggalkan dia dan biarkan Billie yang berada di sisinya." Dean terdiam sambil memandang Erlaine yang begitu serius. "Aku akan mempertimbangkannya." Ucap Dean pelan lalu pergi meninggalkan Erlaine. "Apa memang ini yang terbaik untuk kita, Mel? Kamu dan aku memang tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Aku nggak pantas berada di sisimu karena akulah yang sudah menyebabkan kamu menderita selama ini." Ucap Dean dalam hati. Cowok itu menghentikan langkah di depan piano milik Melody. Kata-kata Melody kembali terngiang di benaknya. "Musik selalu bisa membuatku lebih baik. Kamu juga seperti itu kan?" "Iya. Ini adalah obat terbaik untuk menenangkan pikiranku, Mel." Ucap Dean dalam hati sambil memainkan lagu 'Cinta dalam hati' milik Ungu dan menyanyikannya. Plok.. Plok.. Plok.. Dean menoleh dan mendapati Melody tengah berdiri di belakangnya. Lelaki itu tersenyum lembut. Kehadiran gadis itu entah kenapa bisa membuatnya bahagia walau begitu banyak hal yang mengganggu pikirannya. "Sejak kapan kamu berada di situ?" "Baru saja kok. Kalau kamu memang masih mencintainya, bukankah lebih baik kalau kamu mengatakannya secara langsung?" Dean menatap Melody lama dan memperhatikan setiap ekspresi gadis itu dengan seksama. "Apa kamu cemburu?" "Apa aku berhak cemburu?" Tanya Melody sambil tersenyum kecil. "Sayangnya nggak." Jawab Dean lembut. Cowok itu berjalan mendekati Melody dan menarik gadis itu untuk lebih dekat dengannya, membawanya duduk di depan piano. "Kalau saja aku bisa merubah takdir, mungkin kamu berhak untuk cemburu, Mel." Ucap Dean yang langsung memancing kerutan bingung di wajah Melody. Tapi, cowok itu tidak mempedulikan kebingungan Melody. Dia tidak menjelaskan lebih lanjut dan sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk bertanya."Ada sebuah lagu yang ingin sekali kumainkan untukmu. Kamu bersedia untuk mendengarnya?" Melody menganggukkan kepalanya. Dan, detik berikutnya Dean menyanyikan lagu 'Beautiful Girl' milik Christian Bautista diiringi dentingan piano. Melody menikmati suara Dean dan piano yang menyatu dengan wajah bersemu merah. "Kenapa itu khusus untuk aku?" "Karena kamu adalah gadis yang membuatku kembali jatuh cinta. Tapi aku nggak akan pernah bisa meraihmu karena ikatan takdir yang kita miliki." Jelas Dean dalam hati sambil menatap Melody sedih. "Karena kamu cantik dan menarik, Mel." Ucap Dean lembut. "Aku senang bisa mengenalmu dan kurasa apa yang terjadi di antara kita selama beberapa minggu ini akan selalu jadi kenangan terindah bagiku." Detik berikutnya, Dean telah memainkan reff dari lagu 'kenangan terindah' milik Samsons. "Apa ini artinya kamu sudah mengambil keputusan? Kamu akan kembali bersama tunanganmu?" "Entahlah." Ucap Dean lalu menghela nafas panjang. "Apa kamu nggak memiliki lagu khusus yang ingin kamu mainkan untukku? Sesuatu yang bisa menggambarkanku mungkin." Melody mengerutkan keningnya sejenak dan tersenyum kecil. "Ada." "Apa itu?" "Dengarkan saja." Ucap Melody lalu mulai menekan tuts pianonya dengan lincah. "Fur Elise?" Tanya Dean sesaat Melody menyelesaikan permainan pianonya. "Kenapa?" "Karena kamu unik, misterius dan klasik." Dean tertawa mendengar penjelasan Melody. "Mel, apakah kamu mau pergi denganku besok?" "Besok? Ke mana?" "Kamu ingin ke mana?" Melody menggelengkan kepalanya. "Aku nggak ingin ke mana-mana. Lagipula kalau besok aku nggak bisa pergi karena ada tes dan aku sudah berjanji pada Om Ted untuk berlatih piano bersamanya. Bagaimana kalau hari Minggu?" Kilasan ucapan papanya kembali terngiang di benak Dean."Papa beri kamu waktu 2 hari." Dean tersenyum. "Baiklah. Kita akan pergi hari Minggu." Melody mengerutkan keningnya. "Kamu baik-baik saja, Dean? Apakah telah terjadi sesuatu? Suaramu terdengar sangat sedih." "Benarkah? Nggak ada apa-apa kok, Mel. Semuanya baik-baik saja. Itu hanya perasaanmu." Ucap Dean lembut sambil mengusap kepala Melody.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD