Give Up

1669 Words
"Billie?" "Mana Melody?" "Dia pergi bersama Dean." "Lagi?" Erlaine mengerutkan keningnya sambil menatap Billie yang tampak kesal. "Iya. Belakangan ini, mereka berdua memang sering keluar bareng entah itu untuk sekedar makan atau hanya jalan-jalan. Mau masuk?" "Billie?" "Tante.." Sapa Billie sambil berusaha tersenyum sewajar mungkin. "Tante kira siapa yang datang kemari, eh ternyata kamu. Masuk yuk. Kita makan malam bersama. Sudah lama sekali kamu nggak pernah datang kemari padahal dulu hampir setiap hari kamu mampir kemari. Apakah pekerjaanmu lagi banyak?" Tanya Ellaine sambil menggandeng Billie masuk ke dalam rumahnya. Erlaine menatap Billie dan mamanya sambil tersenyum, lalu menutup pintu rumahnya. "Iya, Billie memang agak sibuk belakangan ini, Tante. Sebenarnya Billie ingin bertemu Melody tapi sepertinya Melody sangat sibuk ya belakangan ini?" "Tadi Melody ijin untuk pergi bersama Dean ke pameran alat musik. Tapi, sebentar lagi juga pulang kok." Billie hanya tersenyum kecut. "Halo Om." Sapa Billie saat melihat Yoshua tengah duduk santai sambil menonton televisi. "Halo, Bil. Bagaimana kabarmu?" "Baik, Om. Om sendiri bagaimana? Baik kan?" "Om juga baik. Perusahaan mamamu sudah membaik?" "Iya, sudah sangat baik sekarang." "Hidangan istimewa Tante udah jadi nih. Hari ini Tante bikin opor ayam favoritmu lho." "Wah, pasti enak banget itu, Tan." Ellaine tersenyum. "Kamu sama Om tunggu di ruang makan sana. Lanny, bantuin mama siapin hidangannya ya." Sementara Ellaine dan Erlaine di dapur untuk memindahkan makanan yang ada di panci dan wajan ke dalam mangkok keramik dan piring besar untuk lauk, Billie dan Yoshua berjalan ke ruang makan sambil ngobrol tentang pekerjaan mereka masing-masing. "Sebenarnya apa yang telah terjadi antara Billie, Dean dan Melody sih, Lan?" Tanya Ellaine penasaran. "Menurut mama?" "Mama ini bertanya padamu. Kenapa kamu jadi nanya balik ke mama?" "Kalau menurut Lanny sih pupus sudah harapan Billie untuk mendapatkan cinta Melody." "Maksudmu Melody benar-benar jatuh cinta pada Dean?" "Apa menurut mama tidak seperti itu? Bukankah belakangan ini Melody berubah drastis? Dia yang dulunya sangat tertutup, sekarang menjadi lebih ceria, penuh senyum dan wajahnya selalu berseri-seri. Selain itu, belakangan ini dia sering sekali keluar rumah. Itu hal yang sangat jarang dilakukannya dulu." "Mama juga merasakan perubahan Melody. Dan, tentu mama sangat senang melihat perubahan positifnya ini. Tapi, kalau ingat Billie mama jadi merasa kasihan padanya." "Mama sendiri akan memilih siapa untuk menjadi menantu mama? Dean atau Billie?" "Billie jauh lebih lembut dan mama juga sangat mengenal keluarganya. Selain itu keluarga Billie juga rukun dan harmonis. Jadi, mama lebih suka kalau Billie yang bersama Melody." "Kalau begitu, mama tendang saja Dean sebelum semuanya terlambat. Kondisi keluarga Dean itu juga kacau dan nggak jelas. Udah gitu, papanya nyeremin banget lagi." "Kamu ini lebay banget deh." "Lanny ini mengatakan kebenaran pada mama kok malah dibilang lebay sih." Ucap Erlaine kesal. "Sudahlah kita lanjutkan nanti saja ngobrolnya. Sekarang kita bawa semua ini ke meja makan dulu. Papamu dan Billie pasti juga kelaparan." "Oke deh." Saat Ellaine dan Erlaine sampai di ruang makan, rupanya Dean dan Melody telah pulang dan bergabung bersama Billie dan Yoshua di meja makan. Ellaine dan Erlaine saling bertukar pandang saat merasakan dinginnya suasana di meja makan terutama aura Billie dan Dean saat keduanya tidak sengaja bertatapan. "Kamu baru pulang, Mel?" Tanya Ellaine ceria berusaha mencairkan suasana dingin di ruang makan. "Iya, Mam." "Bagaimana pamerannya tadi?" "Bagus banget. Tadi Melody mencoba memainkan piano yang ada di sana." "Nggak hanya piano. Tapi, dia sangat antuasias mencoba hampir semua alat musik yang ada di sana. Tapi, sepertinya dia paling tertarik pada biola selain piano." Tambah Dean. "Kalau kamu mau belajar biola, nanti aku akan bilang pada papa untuk mengajarimu." Sela Billie. "Atau, kita bisa mencari waktu luang dan aku yang akan mengajarimu. Begini-begini juga aku pernah belajar main biola dan bisa menguasainya dengan baik." "Gimana kalau kita mulai makan aja? Nanti opornya keburu dingin tuh." Sela Erlaine riang sambil mulai menyendokkan nasi untuk setiap orang yang ada di meja makan, termasuk dirinya. "Kamu mau lauk apa, Mel? Hari ini mama menyiapkan opor ayam, tumis kacang panjang, kering kentang dan sambal goreng pete udang." "Semuanya terdengar lezat. Aku mau semuanya sedikit-sedikit saja." "Oke." Erlaine baru akan menggerakkan tangannya untuk mengambil lauk bagi Melody, namun tangan Billie dan Dean ternyata lebih sigap. Kedua cowok itu langsung mengambil lauk untuk Melody sampai membuat Erlaine melotot melihat banyaknya lauk yang memenuhi piring sepupunya itu. "Hentikan!! Sebaiknya kalian urus diri kalian sendiri saja. Ambil lauk untuk kalian sendiri. Untuk Melody, biar aku yang mengurus semuanya." Ucap Erlaine kesal sambil memindahkan beberapa lauk Melody ke piringnya. "Apa kalian berdua berniat untuk membunuh Melody?!" Gerutu Erlaine tapi tidak ada tanggapan dari kedua cowok itu. Mereka hanya sibuk saling menatap tajam satu sama lainnya. "Mel, bisakah nanti kita bicara berdua?" Tanya Billie. Billie melihat keraguan dan keengganan di wajah Melody. Hal itu membuatnya terluka. Tapi, dia nggak mau mundur lagi. Dia merasa harus berbicara dengan Melody dan jika memang dia harus mengakhiri perjuangannya, dia ingin menyelesaikannya dengan baik. "Berdua aja." Tegas Billie sambil melotot ke arah Dean yang hendak mengatakan sesuatu. "Baiklah. Kita akan bicara setelah makan malam di taman belakang." *** Billie dan Melody telah duduk di taman belakang sambil terdiam sejak 10 menit yang lalu. Ada kecanggungan yang tak terlihat di antara mereka. Padahal dulunya, mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk ngobrol hal sepele dan bercanda. Billie menghela nafas panjang, kemudian menatap Melody lembut dan mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Melody. Refleks, Melody menarik tangannya. Billie tersenyum pahit. "Kalau Dean yang menggenggam tanganmu, apakah kamu juga akan melakukan hal yang sama, Mel?" "Kak Billie.." "Keputusanmu nggak akan pernah berubah ya, Mel? Nggak bisakah memberiku sebuah kesempatan?" Melody terdiam cukup lama. Dia hampir menangis mendengar betapa terlukanya Billie. Dia menyayangi Billie, sangat menyayanginya tapi itu bukan perasaan sebagai wanita untuk pria. "Maaf.." Billie menggelengkan kepalanya. "Nggak perlu meminta maaf. Kalau soal perasaan, kurasa itu bukan salah siapapun. Tapi, jika boleh, bisakah kamu memberiku kesempatan.." Melody menggelengkan kepalanya kuat bahkan sebelum Billie menyelesaikan ucapannya. "Aku nggak bisa. Jika kesempatan itu kuberikan pada Kak Billie, tapi aku masih tetap nggak bisa membalas perasaan kakak pasti itu akan jauh lebih menyakitkan." "Kamu benar-benar tidak bisa mencintaiku? Seyakin itukah kamu kalau perasaanmu padaku nggak akan pernah berubah menjadi cinta sebagai wanita untuk pria?" "Aku meyayangi Kak Billie sebanyak aku meyanyangi Kak Lanny. Sejak kita mengenal satu sama lain, bagiku Kak Billie hanyalah seorang kakak sama seperti Kak Lanny." "Kalau Dean?" Saat Melody tidak kunjung menjawab pertanyaannya, dia tahu hati gadis yang telah dicintainya selama bertahun-tahun telah bertaut pada Dean. "Kenapa kamu diam saja, Mel? Kalau kamu bisa menolakku dengan tegas, kenapa kamu nggak bisa mengakui perasaanmu untuk Dean dengan tegas?" Saat Billie melihat Melody tertegun kaget, dia tahu bahwa benar-benar sudah tidak ada lagi harapan baginya untuk mendapatkan hati gadis itu. Melody telah benar-benar jatuh cinta pada Dean. Dan, itu artinya penantiannya selama ini sia-sia. Gadis yang dicintainya selama bertahun-tahun itu tidak akan pernah membalas perasaanya dengan rasa yang sama. Billie memeluk Melody erat. Dalam pelukannya, Billie dapat merasakan penolakan Melody. Tapi, kali ini cowok itu mengacuhkannya dan terus memeluk Melody, lalu dengan lembut dia berbisik tepat di telinga Melody. "Aku mencintaimu, Mel. Aku sudah jatuh cinta padamu sejak pertama kali kita bertemu. Tapi, kalau memang kamu nggak bisa mencintai aku dan lebih memilih pria lain, aku akan memilih untuk melepaskanmu karena aku lebih suka melihat Melody yang tersenyum bahagia." Billie melepaskan pelukannya dan mencium kening Melody dengan penuh kasih. Saat ini, Billie bisa melihat dengan jelas kalau air mata Melody telah jatuh. "Maaf, Kak." "Nggak perlu. Aku harap kamu bisa bahagia bersama Dean." Ucap Billie lembut sambil menghapus air mata Melody. "Aku pergi ya, Mel." Ucap Billie sambil menepuk bahu Melody kemudian berjalan pergi. "Secepat ini kamu menyerah?" Tanya Erlaine sambil menatap Melody yang masih menangis di taman belakang. "Memang apa lagi yang bisa kulakukan? Aku nggak bisa memaksanya untuk mencintaiku. Dia sudah jatuh cinta pada Dean. Itu adalah kenyaatan yang nggak akan bisa kuubah sekeras apapun usahaku." "Jadi, kamu benar-benar menyerah dan membiarkan Dean merebutnya darimu?" Billie menghela nafas mendengar pertanyaan yang cukup provokatif dari Erlaine. "Aku menyukainya sejak pertama kali kami bertemu, memperhatikannya dan berusaha untuk menjadi seseorang yang selalu ada untuknya selama hampir 10 tahun, jadi kurasa sekarang aku harus melepaskannya. Aku hanya ingin melihatnya tersenyum, Lan." "Bagiku sangat menyakitkan saat melihatnya tersenyum dan begitu lepas saat bersama Dean, tapi langsung menjadi canggung, muram dan menutup diri saat bersamaku." "Jujur saja, ini masih sangat berat bagiku. Tapi, aku akan berusaha untuk melepaskan dia sepenuhnya." Ucap Billie lalu tersenyum. "Hiburlah dia. Sepertinya dia merasa sangat bersalah padaku." "Sebenarnya mama dan aku lebih menyukai kamu yang bersama Melody." "Thank you Lan." Ucap Billie lalu masuk ke dalam rumah Erlaine. Erlaine mengalihkan pandangannya pada sepupunya yang masih menangis dan dengan langkah perlahan, dia mendekati Melody dan memeluknya. Melody membalas pelukan Erlaine dengan tangisan yang semakin hebat. "Kenapa semuanya harus menjadi seperti ini?" Tanya Erlaine dalam hati. "Kalau saja Dean nggak pernah datang, apakah akan ada akhir yang berbeda?" Tanya Erlaine dalam hati sambil mengusap punggung Melody lembut. Mereka bertiga tumbuh besar bersama, jadi tentu saja Erlaine tahu betapa dalamnya perasaan Billie untuk Melody. Itu membuatnya sedikit merasa iri dan berharap bisa menemukan pria yang akan mencintainya seperti Billie mencintai Melody. Dia sempat mengira Melody pun memiliki perasaan yang sama dengan Billie karena adiknya itu terlihat sangat nyaman saat bersama Billie. Tapi, rupanya dia salah. "Kak Lanny, aku sangat jahat pada Kak Billie bukan? Dia sangat mencintaiku dan begitu baik padaku tapi pada akhirnya aku hanya memberikannya luka yang sebenarnya sama sekali nggak pantas untuk dia terima." "Seperti yang dikatakan Billie padamu, Mel, bahwa nggak ada seorangpun yang salah. Saat hati sudah menetapkan pilihan, itu bukan kesalahan siapapun. Dia sama sekali nggak menyalahkanmu, jadi jangan menangis lagi. Billie bilang saat melihat air matamu, dia merasa jauh lebih menderita karena itu dia melepaskanmu untuk bahagia dengan lelaki pilihanmu." Tangis Melody kembali mengeras. "Kenapa Kak Billie begitu baik pada Melody? Kalau aja Kak Billie marah, membentak dan membenci Melody, itu akan jauh lebih baik karena Melody layak untuk mendapatkan itu." "Kalau Billie melakukannya, itu hanya akan membuatnya lebih terluka. Dia sangat menyayangimu. Sebesar itu perasaannya untukmu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD