Happy Reading
Aku terlalu Naif untuk berada di dunia yang ternyata Lusuh dan Kotor, banyak manusia Licik yang berusaha menghalalkan segala cara untuk mewujudkan keinginannya. Penglihatanku terlalu cepat menyimpulkan apa yang di tangkap oleh Lensa Mata ini, Akal sehatku berhasil di manipulasi oleh sikap manisnya.
Sudah Tujuh hari aku tinggal bersama Jonathan sebagai Pasangan Suami-Istri, pada awalnya mereka bersikap seolah aku Ratu di rumah ini. Tepat di hari ini, aku menyadari bahwa semuanya penuh dengan kepalsuan, senyuman yang manis itu berlaku hanya untuk menipuku. Mertuaku benar-benar memperlakukan aku dengan kejam seperti orang gila.
"Apa kau pantas disebut wanita? Sudah 6 Hari kau disini, tapi kenapa masakanmu rasanya biasa sekali?" Ejek Ibu mertua kepadaku.
Ibu mertua memuntahkan masakanku yang sudah menyentuh ujung Bibirnya, ia meludah kesamping karena tak sudi makan masakanku. Ia melepaskan sendok dan Garpu yang digenggamnya lalu digeserkan supaya menjauh darinya. Mataku yang melihat perilaku ibu mertua jelas-jelas membuatku geram karena merasa tidak dihargai, aku mendengus kesal kasar dan menatap mata ibu.
"Ibu keterlaluan, aku akui aku tidak pandai memasak, namun bisakah ibu menyampaikan dengan baik? Bisakan tidak melalui kata-kata yang berduri?" Tanyaku balik kepada ibu mertua.
Lidahku yang hampir kelu memaksakan untuk menjawab pertanyaan dari Ibu mertua, pertanyaan yang menimbulkan pertanyaan lagi. Ibu mertua tidak terima dengan ucapanku, dia menatap penuh dengan kebencian kearah diriku. Sedangkan Jonathan hanya menjadi pengamat melihat kita saling melempar kata demi kata.
Sebuah Garpu melayang ke arahku, Ujungnya yang tumpul mengenai dahiku membuatnya mengeluarkan darah. Meskipun ibu mertua tidak bisa berjalan, tapi tangannya masih punya tenaga dan tidal segan-segan melukaiku. Aku menggigit kecil ujung bibirku, ku usapkan tangan kiriku ke dahi yang mengeluarkan darah.
"Sekarang kau sudah berani melawan saya? Apa ini cara kau memperlakukan orang yang lebih tua darimu? Kau sama sekali tidak pantas jadi menantuku. Dasar wanita kasar." Ucapnya setelah melemparku dengan Garpu.
Jonathan sama sekali tidak melirik ke arahku yang sedang kesakitan, ia masih sibuk menyuruh cacing diperutnya untuk protes. Rasa kecewa ini tidak terbendung kan saat Jonathan tidak memperdulikan aku sama sekali. Aku menatap tajam ke arah ibu mertua.
"Bukankah Ibu yang memperlakukan aku dengan buruk hemm? Ibu kasar terhadapku,"
"Itu adalah perlakuan yang pantas untuk wanita yang gak becus masak, kau seharusnya masak makanan enak buat anaku!"
"Aku sedang berusaha ibu, bisakah ibu menghargai aku? Aku berbeda dengan ibu, jadi jangan terlalu menekanku bu!".
" CUKUP HENTIKAN!!" Bentak Jonathan marah.
Tubuhku bergetar tidak henti saat beradu mulut sama ibu mertua. Jonathan berdiri dari duduknya, tanganya menggenggam tanganku dan menarik aku dengan paksa. Genggamanya kasar sekali ketika meyeretku keluar rumah, tangan kiriku berusaha untuk melepaskan genggaman yang membuat sakit itu.
"Mas, hentikan mas, tangan ku sakit."
Jonathan tidak mengindahkan perkataanku, dia terus menyeretku dengan paksa. Aku membanting tanganku ke bawah untuk melepaskan genggamannya yang kuat. Jonathan menatapku dengan penuh amarah, bibirnya terlalu mengerikan untuk mengukir senyuman. Ia malah balik memarahiku
"Kau! Kenapa tidak sopan sama ibuku." Tanya Jonathan
Ucapannya seakan-akan sebuah petir yang akan membuatku hangus. Aku mendengus kesal hingga tidak bisa menopang tubuhku sendiri, aku tidak habis pikir kenapa dia tidak bisa bersikap Obyektif terhadap permasalahan ini.
Jonathan malah memarahiku habis-habisan membela ibu kandungnya sendiri. Telunjuknya tidak henti-hentinya mengarahku kepadaku diikuti u*****n yang membuat hatu ini sakit sekali. Ia bilang aku Wanita p*****r, mungkin dia sudah tahu alasan ayahku melakukan perjodohan ini.
Aku hanya bisa mematung menerima kata-kata yang di lemparkan oleh Jonathan, kepalaku menunduk, rambutku terurai menyembunyikan Wajahku yang mengenaskan. Air mataku jatuh tanpa aku sadari, aku berusaha sekuat mungkin untuk tidak bersedih lagi.
Karena belum puas, Jonathan masih berdiri didepanku melemparkan kata-kata yang membuat hati ini mengelupas. Aku seka wajahku yang berderaian air mata dengan tangan kiriku. Jonathan mengacak-acak rambutnya sendiri karena kesal
"Arhhwwhhhhawww, mas ini sakit mas, maaf mas"
"Akan aku maafkan, asal kau janji tidak akan berbuat seperti itu lagi kepada ibuku!" Ucapnya kepadaku
"Bukankah ibu yang keterlaluan kepadaku, ia bahkan tidak menghargai usahaku, apa kau tahu bahkan aku merelakan waktu santaiku untuk belajar memasak?" Jawabku memebela diri sendiri
Jonathan melangkahkan kakinya menjauh dariku, ia langsung menghampiri ibunya yang masih marah akibat perdebatan tadi. Ke dua tangan Jonathan memegang tangan keriput Ibunya, ibu mertua menatapku dari kejauhan dengan tatapan sinisnya.
Aku memandang ke atas melihat mentari yang memberikan energi cahaya ke bumi, dengan melihatnya aku sangat berharap penderitaan ini melebur dengan sendirinya. Aku paksakan tubuhku yang terkulai lemas untuk bangkit dari duduku. Aku langkahkan kakiku pelan menuju kamar tidur.
Aku usap layar ponsel untuk membuka ponsel yang masih tergembok, aku penuhi papan pesan dengan semua keluh kesahku. Aku mengirimnya kepada orang yang telah melahirkan aku, semoga saja dia bisa memahami apa yang aku alami dan memberi jalan keluar.
Tanpa ada rasa bosan secuilpun, aku terus memandang layar ponselku berharap ibu membalas pesanku. Setelah aku menunggu lama, akhirnya pesanku dapat balasan dari ibuku. Namun hanya sebuah balasan singkat.
"Ibu, hari ini aku benar-benar merasa kesulitan. aku menyadari kalau mereka tidak sebaik yang aku kira. Ibu mohon datang ke sini ibu" Keluh kesah ku kepada Ibu
"SABAR" Balasan singkat ibu
Ibu ternyata tidak pernah bisa memahami perasaan ku yang terluka , dari dulu Ibu memang selalu bersikap tidak memperdulikan aku. Sejak awal harusnya aku tahu diri, Ibu tidak akan pernah merespon ucapanku sama sekali. Dari dulu ibu selalu begitu, dan perlahan-lahan aku membenci ibu setiap hari.
Aku menarik selimut untuk menghangati tubuh yang sudah dirasuki oleh dinginya angin, aku tidak bisa berhenti menangis. Rasa sakit ini terlalu kuat, tidak peduli ada berapa banyak hal baik aku akan tetap menangis. Aku peluk guling berharap dia bisa memahami kesedihan yang sedang aku alami.
*
*
*
*
*
Hari ini Jonathan pulang lebih cepat dari Kantor, Bunyi pintu mengiri Jonathan ketika membuka pintu Kamar. Aku ketakutan bukan main saat tahu dia memasuki kamar, aku takut aku akan di siksa oleh dia. Aku menutupi sekujur tubuhku dengan selimut tebal ini.
Jonathan perlahan mendekati ke Ranjang sambil membuka Jas yang melekat di tubuhnya. Tangan kekarnya menarik selimut yang ku pakai, dia semakin mendekat ke arahhku. Dia mendekatkan wajahnya tepat didepanku, dia mengelus-ngelus wajahku dengan lembut dan menyeka air mata yang membasahi tubuhku. matanya terus memandang wajahku yang cantik
Sekarang aku benar-benar ketakutan, tidak ada yang bisa aku lakukan selain membiarkan dia menyentuh wajahku. Jonathan membanting dirinya ke Ranjang, tangannya melingkar di tubuhku merangkulku dengan sangat erat. Tubuhku dan tubuhnya Jonathan menempel bagaikan perangko. Jonathan menatapku dengan penuh cinta, tangannya masih memeluku dengan hangat.
"Maafin aku tadi, aku tadi khilaf, maaf tadi aku keterlaluan".
Aku hanya mengangguk mendengar ucapanya, rangkulan Jonathan semakin kuat hingga membuatku sulit bernafas. Rasanya hangat sekali pelukan ini sehingga aku bisa melupakan kejadian tadi. Harus aku akui kalau Jonathan benar-benar hebat membuat hatiku luluh.
Aku melepaskan tanganya yang sedari tadi melingkar di tubuhku, aku lihat wajah tampan itu sudah tertidur dengan lelap. Kulihat dia belum mengganti bajunya sama sekali, aku lepaskan sepatu dan kaus kaki yang dia pakai. Aku buka kancing satu persatu berusaha melucutinya dan menggantinya dengan baju tidur.
Aku lempar Kemeja itu ke keranjang baju kotor yang berada disudut kamar, akupun mengambil Baju tidur di lemari. Saat khendak mengambil baju tidur, tangan Jonathan tiba-tiba memegang tanganku dan menariku menindih tubuhnya.
Secara tidak sengaja aku menindih tubuh telanjang Jonathan yang tanpa benang sehelai pun, ia tersenyum mengejeku. Tubuh Jonathan kupukul dengan tangan kananku karena kesal telah membuatku terjatuh. Jonathan hanya bergidik geli ketika aku sedang memukulnya.
Tangan kekar itu berusaha untuk merangkulku lagi, mendekap dalam pelukannya. Tidak ada pilihan lain lagi, sebagai istri yang baik aku menurti kemauan suami. Rasanya rasa sakit tadi telah hilang di telan oleh pelukan hangat ini.
Meskipun begitu rasa kekhawatiranku tidak hilang sama sekali, justru Jonathan yang bersikap manis setelah kejadian tadi rupanya membuat aku makin khawatir kepadaku sendiri. Apalagi Jonathan selalu membela Ibu Mertua
*
*
*
*
Jam berputar menunjukan waktu telah memasuki Jam sembilan, aku keluar meninggalkan Jonathan sendiri karena aku haus sekali. Ibu mertua tiba-tiba mengagetkanku, rupanya dia masih memendam kekesalannya kepadaku. Ia menatapku dengan sinis.
"Ibu belum tidur?" Tanyaku kepadanya
Ibu mertua tidak mengindahkan pertanyaanku sama sekali, mulutnya tetap terkunci dengan rapat. Akupun menuangkan air ke gelas untuk membasahi tenggorokan yang kering ini. Ibu mertua tetap menatapku dengan penuh teka-teki di wajahnya.
"Kau jangan pikir akan bahagian di rumah , jangan berharap kau bahagia bersama anaku, aku akan membuatmu menderita," Ucap ibu mertua mengancam sebelum meninggalkanku
.....Bersambung......
Yang sudah baca teruma kasih, saran dan kritik aku terima untuk penulis yang lebih baik untuk kedepanya, dan jangan lupa jaga kesehatan
Pake masker kalau d tempat umum dan rajin cuci tangan, semoga yg sehat sehat selalu, dan ikutin yerus cerita ini