2. Beban Hidup Semakin Bertambah

1578 Words
            Sebelum Zizu mengikuti atasanya yang bernama Pak Albert, Zizu melirik sekilas ke arah temannya dan berkata dengan raut wajah yang sulit diartikan. “Angela, kalau terjadi sesuatu denganku, aku harap kamu bisa membawa aku kerumah sakit yang biasa-biasa saja, dan menguburkan aku dengan layak. Jangan lupa untuk datang keperingatan kematian aku kelak.”             Bukannya merasa simpati sama sekali, Angela lalu meraih map yang ada dimejanya dan memukul kepala Zizu. “Jangan ngomong aneh–aneh deh, pergi masuk kesana, siapa tau Pak Albert malah membicarakan mengenai kenaikan gaji” Mendengar kenaikan gaji, yang berarti itu adalah uang pemasukan, membuat senyuman Zizu segera merekah, dia lalu menganggukkan kepalanya antusias. “Benar juga, selama inikan aku karyawan baik, bisa saja Pak Albert mengusulkan aku untuk naik pangkat” Dengan antusias, Zizu segera saja berjalan menuju ruangan atasannya itu yang berada di lantai atas.             Walau Zizu merasa senang dengan apa yang dikatakan Angela barusan, akan tetapi Zizu masih saja merasa gugup dan takut, selain hal yang baik terjadi bisa saja hal buruk juga terjadi. Itu adalah dua hal yang tidak akan bisa lepas dari sebuah kemungkinan. Zizu menguatkan dirinya.             Ayo Zizu, kamu pasti bisa             Tok.. tok..             Zizu mengetuk sebuah pintu kaca yang ada di hadapannya, dan ketika dia mendengar sebuah sahutan yang mempersilahkannya masuk. Zizu lalu mendorong pintu kaca tersebut dan masuk kedalam ruangan.             “Maaf Pak, ada perlu apa Bapak memanggil saya?” Tanya Zizu dengan nada yang sopan. Raut wajah Albert masih saja tampak tidak bersahabat, dan semangat Zizu yang awalnya mendapatkan kenaikan gaji atau pangkat seketika meredup.             “Kamu duduklah.” Nada bicara Albert terdengar begitu tegas. Membuat ketakutan Zizu semakin bertambah besar. Mau tidak mau, dia harus mempersiapkan dirinya untuk mendengar hal yang buruk terjadi. Zizu lalu duduk dan menatap Albert, menarik kedua sudut bibirnya agar dia bisa terlihat tidak terlalu gugup.             “Maafkan saya yang tidak bisa datang ke pemakaman Ibu kamu, dan saya turut berbela sungkawa” Zizu menggelengkan kepalanya cepat. “Itu tidak masalah sama sekali kalau Bapak tidak datang, karena Bapak pasti memiliki alasan.”             Albert sebenarnya sudah Zizu anggap sebagai senior yang sangat dia hormati di kantor, jadi hubungan mereka keduanya sejujurnya lumayan dekat dari pada sebatas rekan atasan dan bawahan.             “Selain menguncapkan bela sungkawa atas meninggalnya Ibu kamu, sebenarnya ada hal yang ingin saya sampaikan” Dan ini sukses saja membuat Zizu menjadi semakin bertambah gugup. Dia tanpa sadar meremas jari – jarinya. “Apa kamu sudah mendengar berita yang beredar akhir – akhir ini ?”             Zizu menggelengkan kepalanya, karena dia tidak terlalu peduli dengan gosip perusahaan seperti apa. “Baiklah, kalau begitu, kamu harus dengar  ini baik – baik. Sejujurnya ini adalah keputusan yang begitu sulit untuk saya ambil. Saya hanya berharap kalau kamu bisa menerima keputusan ini.”             Perusahaan ini tidak mengalami pailit, jadi tidak mungkin rasanya pengurangan karyawan.             Alasan itulah yang membuat Zizu yakin kalau dirinya tidak akan mungkin di pecat dari perusahaan, tapi ada satu hal yang mengganjal dirinya. Dua bulan belakangan ini dimana dia sudah beberapa kali mengambil cuti dan izinlah menjadi kekhawatiran Zizu, bisa saja karena kinerjanya dua bulan terakhir ini yang kurang maksimal membuat karirnya menjadi terancam.             “Baik Pak.” Jawab Zizu yang berusaha meyakinkan dirinya.             Albert menghela nafasnya sebelum akhirnya dia berkata. “Begini Zizu, saya tau kalau kinerja kamu di perusahaan ini sangatlah bagus. Kamu bekerja dengan hasil yang memuaskan, tak mengenal medan apapun itu, kamu akan tetap kelapangan, hanya saja saya sebagai atasan tidak bisa membiarkan hal ini terjadi lebih lanjut lagi. Kamu sebagai seorang wanita, akan lebih baik bekerja di balik meja.” Alis Zizu jelas saja berkerut mendengarnya, dia sudah terbiasa dengan pekerjaannya yang berat dan itu tidak masalah sama sekali buatnya.             “Posisi kamu sekarang sudah di gantikan oleh seseorang pria yang dimana lebih bisa diandalkan dilokasi proyek yang berbahaya sekalipun, dan kami sudah merekrutnya tiga hari yang lalu”             Jadi gosip yang di maksud Pak Albert adalah karyawan baru? Lalu Aku digantikan? Yang benar saja, hanya karena aku seorang wanita begitu ?             Zizu jelas saja mengerti dengan apa yang dikatakan atasannya barusan, dia masih tidak terima dengan alasan yang sangat tidak masuk akal, terlebih lagi ini adalah perusahaan besar. “Maaf sebelumnya pak, bukankah ini sebuah alasan yang bagi saya tidak mendasar. Ketika saya melamar pekerjaan disini, saya sudah siap di tempatkan di situasi manapun, karena ini adalah resiko dari pekerjaan yang saya ambil. Terlepas dari saya wanita atau tidak, selama ini saya tidak pernah menyusahkan rekan kerja yang lainnya di lapangan apapun itu.”             “Tapi ini sudah menjadi pertimbangan di beberapa atasan, bahwa kamu tidak bisa bekerja kembali disini” Albert sama sekali tidak mau menatap Zizu, dan ini semakin membuat Zizu yakin kalau ada sesuatu yang terjadi. Dirinya yakin kalau ada alasan lain kenapa dia harus di pecat.             “Bisakah Bapak memberikan alasan lain yang lebih jelas?. Sejujurnya masuk di perusahaan ini adalah impian saya, saya berusaha dengan sangat keras agar bisa bergabung disini, menunjukkan kalau saya mampu untuk ikut serta dalam pengembangan perusahaan, jadi ketika saya di keluarkan dari sini, saya harus mendapatkan alasan yang logis, dan itu adalah hak saya”             “Zizu..” nada bicara Albert tampak melemah, wajahnya kini juga tampak lebih sendu. “Jangan menyulitkan aku Zizu”             Menyulitkan Bapak? Yang benar saja, ini juga menyulitkan saya Pak. Satu – satunya harapan bagi saya buat bisa melunasi hutang dan juga bergantung hidup kini harus pupus sudah. Di zaman sekarang mencari pekerjaan itu sulit, kemana saya harus mendapatkan uang disaat segala tagihan dan hutang saya menanti.             “Jika alasan saya di pecat adalah karena saya seorang wanita untuk bisa bekerja di lapangan itu sungguh tidak masuk akal bagi saya pak. Bapak bisa memindahkan saya di bagian lain seperti bagian drafter, site administration, site operational, atau apapun itu” Zizu masih saja menyuarakan pendapatannya. Namun Albert tampak kukuh dengan keputusannya.             “Maaf Zizu, saya tidak bisa berbuat banyak. Ini sudah di rapatkan, dan sudah menjadi keputusan final” Zizu menghela nafasnya dan menundukkan kepalanya sendu. ***             Keluar dari ruangan Albert, Zizu menarik kedua sudut bibirnya melengkung ke atas, lalu menarik nafasnya sejenak, dengan langkah kaki yang tampak lemah seakan tidak ada tenaga lagi yang dia miliki, Zizu menyeret kakinya itu untuk membawa tubuhhnya ini ke rooftop gedung kantornya yang selalu menjadi tempat favorite Zizu melepas segala penat dari beban pekerjaan.             Segala jenis emosi berkecamuk didalam dirinya saat ini, dan dia tidak tau harus mengungkapnnya bagaimana. Dua minggu yang lalu, dia baru saja kehilangan ibunya, dan kini dia harus kehilangan pekerjaannya.             Kesedihan yang dia miliki tidak hanya sampai disana saja, segala jenis bentuk uang pesangon dan uang lainnya yang menjadi haknya itu lenyap. Dia hanya diberikan gaji bulan ini saja, asalannya adalah hutang Zizu kepada perusahaan di anggap lunas tapi dengan catatan, dia tidak mendapatkan uang pesangon sama sekali.             Zizu memijat pelipisnya yang terasa begitu berdenyut. Beban hidupnya semakin bertambah. Semua tunggakan harus dia bayar segera, dan itu sejujurnya masihlah belum cukup hanya dengan menggandalkan gajinya. Biaya pengobatan dan operasi Ibuya sungguh sangat besar, membuat dia harus juga meminjam uang ke pinjaman online, dan itu harus dia bayar setiap bulannya dimana tagihannya terus saja mengalami kenaikan.             Walau Zizu kini hidup dengan ditinggalkan hutang yang begitu banyak, dia sama sekali tidak menyesal, setidaknya dirinya sudah berusaha untuk mengobati Ibunya, walau Ibunya kini sudah menghadap sang pencipta.             Zizu lalu meronggoh sesuatu dari balik celananya, dan kemudian mengeluarkan ponsel jadul miliknya itu yang kini tampak mengenaskan dimana layarnya sudah retak, akan tetapi masih bisa mempelihatkan sebuah foto yang dia abadikan dimana dirinya dan Ibunya yang tampak saling tersenyum satu sama lain.             Ibu, aku merindukan ibu, dan aku ingin memeluk Ibu.             Namun dia hanya sebentar menatap ponselnya itu, kala beberapa notifikasi sudah masuk kedalam layar ponselnya. Baik itu berupa pesan atau pun panggilan telepon. Tanpa Zizu angkat siapa yang menghubunginya, dia tau kalau itu adalah penagih dari pinjaman online yang membuatnya harus segera melunasinya.             Sejujurnya Zizu sudah begitu frustasi dengan keadaan ini. Uang dan uang kini membelit dirinya, entah dosa apa yang sudah dia perbuat hingga dia harus di pecat.             Semua notifikasi yang masuk dari ponselnya itu, ada sebuah panggilan telepon yang membuat hati             Zizu jadi menghangat. Tak perlu menunggu jeda panggilan lebih lama dari si penelpon, Zizu segera saja menjawabnya.             “Ty..” Sapa Zizu dengan suara seraknya.             “Kamu kenapa ?” nada kekhawatiran dari Tybalt malah membuat benteng pertahanan Zizu untuk menangis jadi luluh.             “Ty..” Hanya kata itu yang bisa dikatakan Zizu, saat ini hatinya terasa begitu perih.             “Kamu kenapa Zi? Apa sesuatu terjadi di sana? katakanlah. Aku cemas kalau kamu menangis tiba – tiba begini”             “Bolehkah aku menyusul Ibu?” Tybalt segera menjawab dengan nada yang sedikit kesal. “Jika kamu sampai berpikiran begitu, demi apapun Zizu, aku akan menyesal telah kenal dengan kamu”             Zizu akhirnya menumpahkan segala kesedihannya dengan mengeluarkan air matanya, selama beberapa detik hanya isakan tangis Zizu saja yang terdengar. “Zizu, aku disini  buat kamu, jangan pernah berpikiran kalau didunia ini hanya ada kamu sendiri, itu malah membuat aku bersedih. Jadi, selama ini kamu hanya menganggap aku sebagai apa”             “Aku bersedih karena aku kehilangan Ibu dan juga kehilangan pekerjaan aku.” Selama ini semua permasalahan yang di alami oleh Zizu hanya diceritakannya kepada Tybalt saja.             “Bagaimana bisa kamu kehilangan pekerjaan kamu? Kamu tidak melakukan kesalahan bukan ?”             Zizu menceritakan apa yang dikatakan atasannya itu kepada Tybalt, namun baru setengah cerita dia sampaikan. Tiba – tiba saja dia mendapat panggilan dari seseorang.             Papa..   To be continue..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD