Hubungan Antara Anak dan Ayahnya

1701 Words
            Papa? Kenapa Papa menghubungi aku tiba – tiba.             “Ty, Papa menghubungi aku, nanti aku telpon kamu balik ya”             “Baiklah, kalau ada apa – apa kabarin aku, ok. Kamu masih hutang penjelasan kepada aku.” Ada nada kesal terdengar disana, Zizu tau kalau Tybalt paling tidak suka kalau dirinya menyembunyikan sesuatu dari pria itu. “Iya, aku akan janji menceritakannya nanti, ok”             “Aku akan tagih itu Zizu, aku gak mau tiba-tiba saja kamu ditemukan tidak bernyawa dirumah susun mini kamu itu” Zizu terkekeh geli mendengarnya dan dia menjawab. “Aku tidak akan sefrustasi itu untuk mengakhiri nyawaku. Ya sudah aku mau jawab panggilan dari Papa dulu.”             Zizu lalu mengalihkan panggilannya dan segera menjawab panggilan dari Ayah kandungnya yang sudah lama tidak dia hubungi selama beberapa bulan terakhir.             “Zizu..” sapa sang Ayah lebih dahulu.             “Iya Pa, keadaan Papa gimana disana?” Tanya Zizu, walau dia tau kalau kesehatan Papanya itu pasti baik – baik saja tanpa perlu ditanyakan. Tak sulit bagi Zizu untuk mengetahuinya kala dia selalu saja mendengarnya dari adik tirinya yang mengatakan keadaan pria yang dia panggil dengan sebutan Papa itu.             “Papa baik – baik saja disini, Nak. Jika bukan karena Papa yang berusaha menghubungi kamu duluan, maka kamu sama sekali tidak berniat untuk menghubungi Papa. Bukankah itu terdengar begitu kejam untuk seorang anak yang tidak ingin mendengar suara Papanya atau sekedar menanyakan keadaan Papa begitu”             Zizu kemudian terkekeh pelan. “Maafkan aku Pa, pekerjaan disini sungguh sangat merepotkan, Papa tau sendiri bukan kalau aku selalu bekerja di lapangan. Ada kalanya aku tidak mendapatkan sinyal sama sekali. Jadi aku sulit untuk menghubungi Papa.” Apa yang di katakan Zizu sebenarnya adalah setengah berbohong dan juga setengah benar. Jika ada niat, dimana pun dia berada, dia bisa saja menghubungi Papanya untuk menelpon tapi karena luka yang masih saja membekas dihatinya membuat Zizu lebih baik menghubungi Ibunya ketimbang Papanya.             “Suara kamu tampak serak dan ketika kamu menunjukkan isapan ingus kamu itu, Papa yakin kalau kamu habis menangis bukan. Jangan membohongi Papa” Zizu terdiam sejenak karena kebohongan yang dia ciptakan sudah terbongkar dengan begitu cepat. Dia tidak tau kenapa ada begitu banyak hari yang ada, kenapa harus hari dimana dia bersedih Papanya itu menghubunginya. Kesedihan yang dia miliki tidak bisa dia tutupi serapat mungkin.               “Papa bukannya tidak tau apa yang terjadi pada kamu belakangan ini walau kamu masih saja berusaha menutupi ini dari Papa, Zizu. Kenapa kamu tidak memberi tahu Papa kalau Ibu kamu sudah meninggal dunia dua minggu yang lalu?” Tambah Alfero–Ayah kandung Zizu.             “Aku hanya tidak ingin membebani Papa sama sekali, Papa sudah memiliki keluarga baru, dan Ibu adalah masa lalu Papa, jadi aku rasa Papa tidak perlu tau akan hal ini. Terlebih lagi Papa dan Ibu sudah lama berpisah. Lagian jadwal Papa yang begitu padat disana, aku tidak ingin membuat Papa semakin kewalahan hanya untuk datang kesini” Jawab Zizu santai,  mengigat bagaimana dia sebenarnya sudah tidak peduli lagi dengan Papanya ketika pria itu sudah memutuskan untuk memiliki keluarga baru, membuat Zizu tidak peduli lagi dengan bagaimana Papanya. Lebih tepatnya tidak ingin tau lagi. Dia sudah bahagia dengan jalan hidupnya sekarang dan meninggalkan nama belakang Bronislav dalam kehidupannya. Semua apa yang telah terjadi dahulunya tidak akan bisa dilupakan Zizu begitu saja. Jadi ketidakhadiran Papanya saat pemakaman Ibunya bukanlah suatu masalah bagi Zizu.             “Ibu kamu memang adalah masa lalu Papa, tapi dia adalah Ibu kamu, bagaimana mungkin Papa tidak peduli, Zizu. Kamu adalah anak kandung Papa, darah Papa mengalir dalam tubuh kamu, Nak” Alfero menjeda kalimatnya sejenak kemudian melanjutkan. “Kamu tinggal sendirian sekarangkan disana?”             Zizu menarik sebelah sudut bibirnya. Kepedulian yang dikatakan Papanya itu sungguh tidak berguna sama sekali kepadanya. “Untuk masalah itu, Papa tidak perlu khawatir, aku sudah terbiasa hidup mandiri. Lagian sudah puluhan tahun aku tinggal di Roma, jadi Roma bukanlah negara yang asing bagi aku saat ini.” Zizu masih berusaha agar ayahnya itu tidak ikut lagi campur dalam urusannya.             Alfero terdiam sejenak. “Kamu adalah anak kandung Papa, bagaimana mungkin Papa menelantarkan kamu. Selama ini Papa membiarkan kamu tinggal bersama dengan Ibu kamu karena kamu ingin tinggal bersamanya. Padahal Papa sangat ingin kamu tinggal dengan Papa. Papa juga berusaha mengirimkan kamu uang dan apapun itu untuk kamu, tapi kamu juga selalu menolaknya. Papa peduli sama kamu, Zizu. Sekarang karena siapa lagi kamu tetap bertahan di Roma sedangkan kamu masih memiliki keluarga di Kanada.”             Ingatannya dimana Papanya itu lebih memilih Ibu tirinya ketimbang dirinya dan Ibu kandungnya sungguh menjadi luka mendalam bagi Zizu hingga kini. Dari pada berbuat sesuatu mengarah ke durhaka dengan menaruh kebencian, Zizu lebih baik menghindar dan itu yang sedang dilakukan Zizu sekarang. Tidak masalah bagi dirinya kalau tinggal sendirian di Roma, lagian Roma bukanlah sebuah negara yang buruk dimatanya. Bahkan kini Zizu sudah mengganti kewarganegaraannya menjadi warga negara Roma saking dia tidak ingin kembali ke negara asalnya dimana Papanya dan keluarga barunya itu menetap. Roma sudah menjadi sebuah negara nyaman dimana Zizu mulai menata hidupnya.             “Papa sebenarnya tau bagaimana keadaan kamu sekarang, karena kamu pasti tidak akan memberi tahu kondisi kamu secara langsung ke Papa.”             Zizu dengan nada tidak suka lalu menjawab. “Keadaan dimana Ibu sudah meninggal? Bukankah Papa sudah mengatakannya tadi”             “Bukan itu maksud Papa Zizu. Papa tau dari Albert kalau kamu baru saja dipecat dan juga mengenai hutang – hutang yang kamu miliki. Lantas bagaimana kamu akan melunasinya?” Seakan menambah luka di hati Zizu kali ini, dia hendak saja menutup panggilan, namun sebisa mungkin dia menahan. Ibunya melarang dirinya untuk tidak bersikap kasar kepada Papa kandungnya, walau bagaimana sikap pria itu kepada dirinya. “Kamu masih ingin mengelaknya, Zizu ?”             “Jadi Papa diam–diam menanyakan keadaan aku dari Pak Albert?” Albert yang merupakan salah satu orang yang sangat Zizu hormati dan dia percayai dikantor akan tetapi tega melakukan hal ini kepada dirinya.             “Karena kamu sendiri yang tidak ingin memberitahukan kepada Papa mengenai keadaan kamu yang sebenarnya, Papa terpaksa menanyakan hal itu ke Albert. Sebagai orang tua, Papa pasti merasa risau nak, bagaimana dengan keadaan kamu. Terlebih lagi dengan keadaan kamu yang sekarang sudah tidak memiliki pekerjaan lagi.” Inilah alasan sebenarnya kenapa Zizu malas menelpon Ayahnya ini, alasannya adalah dia tidak ingin ada pertengkaran terjadi di antara keduanya.             “Papa tidak perlu cemas, aku akan melunasi hutang aku dan segera mendapatkan pekerjaan. Aku sudah memiliki pengalaman bekerja sebagai seorang surveyor, jadi aku yakin pasti ada perusahaan lain yang akan menerima aku Pa. Aku tidak akan berlama-lama menjadi seorang pengangguran. Selagi itu pekerjaan yang bersih, aku akan lakukan.” Zizu masih saja kukuh dan keras kepala untuk tidak mau menerima bantuan dari Papanya.             “Nak, kamu memiliki hutang yang sangat banyak, kamu tinggal di rumah susun kumuh, tidak memiliki kendaraan sama sekali, tagihan kamu yang disana sini menanti. Orang – orang akan berpikir kalau kamu hidup sebatang kara tanpa ada keluarga sama sekali, sedangkan Papa disini hidup dengan mewah. Sebagai orang tua, Papa tidak akan mungkin membiarkan kamu hidup susah, Zizu. Selagi Papa masih memiliki harta yang Papa miliki, Papa juga ingin kamu bisa menikmatinya. Untuk apa Papa bekerja, tapi anak Papa tidak bisa menikmatinya sedikitpun. Kamu mau apa di Quebec, semua akan Papa berikan buat kamu. Selama ini Papa membiarkan kamu tinggal disana karena permintaan kamu, dan kali ini Papa yang ganti minta ke kamu buat kembali ke Quebec”             Zizu terdiam sejenak, memikirkan apa yang dikatakan dari Papanya ini barusan, sejujurnya dia juga bingung dengan bagaimana menghadapi masalah yang sekarang sedang menyelemuti dirinya. Tagihan dan hutang yang menjeratnya terus saja menanti untuk dibayar, dan dengan keadaanya yang sekarang dia bingung harus bagaimana membayarnya.             Alfero menghela nafasnya yang kini nadanya terdengar begitu sendu. “Nak, kamu adalah putri sulung Papa, sedikit pun Papa tidak pernah mengabaikan kamu karena Papa masih peduli dengan kamu. Papa tau atas kesalahan apa yang sudah Papa lakukan kepada kamu selama ini. Maka dari pada itu Papa ingin menebus semua kesalahan yang telah Papa perbuat. Papa tidak meminta apapun dari kamu, nak. Hanya kembali ke Quebec karena Papa ingin melihat kamu disisa umur Papa.”             Selama ini Zizu sadar bahwa Ayahnya memang begitu peduli kepada dirinya, mungkin ada di belahan dunia ini, ketika orang tuanya sudah memiliki keluarga baru, maka anaknya dari pernikahan terdahulu tidak di perhatikan lagi, namun kasus ini berbeda dengan Zizu, Ayahnya sama sekali tidak pernah melupakannya. Hanya dirinya saja menolak akan apapun itu mengenai Ayahnya, lagi-lagi karena rasa sakit hatinya.             “Kalau kamu masih tidak mau juga, Papa tidak akan memaksakan kamu kalau begitu. Papa tidak ingin kamu menganggap kalau Papa begitu egois akan keinginan Papa yang ingin bersama dengan kamu kembali. Cuma kamu harus tau, satu hal yang Papa inginkan di umur Papa yang tak panjang lagi. Papa hanya ingin berkumpul dan melihat anak – anak Papa”             Selama 27 tahun Zizu hidup, dia sama sekali tidak pernah mendengar nada yang begitu tulus memohon kepadanya, membuat ada bagian dihati Zizu yang merasa tersentuh.             “Papa tau kesalahan apa yang sudah Papa perbuat ke kamu tidak akan bisa menghapus luka dihati kamu, tapi tidak adakah kesempatan bagi Papa untuk menebus kesalahan yang sudah Papa perbuat?”             Zizu masih saja diam, tidak ada niat sama sekali bagi dirinya untuk menjawab. Alfero menghela nafasnya kemudian melanjutkan kalimatnya. “Papa sama sekali tidak pernah mengabaikan kamu Zizu. Kamu hidup dengan keadaan seperti sekarang Papa merasa bersalah. Papa hidup bergelimang harta, akan tetapi kamu terlilit  hutang disana. Papa tidak pernah mengusir kamu dari rumah karena Papa ingin kamu tinggal disana dengan Ibu kamu, tapi kamu sendiri yang ingin keluar tanpa mengambil sepeser uangpun.”             Tidak pernah sekalipun bagi Zizu melupakan kejadian itu ketika semua kebencian yang dia miliki berasal.             “Kamu tidak ingin tinggal bersama dengan Papa? Papa sama sekali tidak masalah. Papa akan membelikan kamu mansion,apartemen atau rumah. Apapun itu yang kamu mau, tapi kamu kembali lagi ke Quebec. Papa ingin melihat kamu dari jauh memastikan kalau kehidupan kamu baik-baik saja itu sudah cukup bagi Papa, Nak. Mengenai hutang yang kamu miliki, Papa akan lunasi semuanya, karena Papa tidak ingin kamu terlilit hutang.”             “Zizu Papa mohon, Nak..”             Haruskah aku mengambil keputusan ini atau tidak ?   To be continue.. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD