BAB 12_KAKEK DAN ISTRIKU MENCURIGAKAN

1088 Words
POV AUTHOR Braaak!!! Suara pintu tertutup dengan kencangnya. Luna menggigit giginya, membiarkannya menggeletuk. Kesal dengan sikap suaminya yang seolah menganggap semuanya mudah. "Bukannya berterimakasih! Dasar laki-laki buaya! Aku pasti sedang dikutuk hidup dengan orang seperti itu! " umpat Luna mengepal tangannya. Sekilas ia melirik foto pernikahannya, tampak Yudha tersenyum lebar berpose di sampingnya yang hanya terlihat matanya saja. "Pasti jika aku seperti wanita lain, aku pasti terlihat cantik dengan gaun pengantin pada umumnya, " lirihnya sendu. Luna menghempaskan dirinya di kasur yang tak cukup empuk. Yah, gara-gara perkara kamar dengan iparnya, dia rela berpindah ke kamar belakang. "Apa berumah tangga itu serumit ini? " keluhnya sambil membuka hijab. Seperti ada tetesan yang akan jatuh dari mata beningnya namun ia menahan, menengadah ke atas. Jangan sampai jatuh! "Mengapa aku ingin menangis? Mengapa dia tak bersedia meninggalkan pacarnya? Lantas, mengapa pula aku ingin dia meninggalkan kekasihnya yang lebih dulu hadir? " Luna menggumam sendiri. Wanita itu akhirnya tak mampu lagi menahan bulir-bulir itu. Terjatuh dan pecah. Kedua telapak tangannya ia letakkan di atas pahanya dan menengadah. Kali ini, bulir-bulir bening itu jatuh setetes demi setetes di atas kedua tangannya. Ia semakin terguncang dan air matanya jatuh dengan deras. Cukup lama ia menumpahkan keresahan hatinya. Namun tiba-tiba ia teringat sesuatu! Segera ia mengusap air matanya dengan kedua tangannya. Sedikit gegas, Luna mengeluarkan laptopnya di atas tumpukan senjata-senjata yang ia sembunyikan. Sengaja ia membawa beberapa, ia yakin, suatu hari pasti akan membutuhkannya. Matanya awas, jarinya menari cantik di atas keyboard. "Mana, di mana aku menyimpan file itu? " gumamnya sambil mengusap ujung hidungnya. Rupanya ia terlalu serius menangis. "Sial! Sejak kapan aku bisa menangis! Aku hanya sedang kelelahan. Laki-laki sok oke itu takkan bisa membuatku lemah! " ucapnya mencoba mengatur nafasnya. Sesuatu yang di dalam pikirannya sedang beradu, bercampur tak karuan. "Aku tak menemukannya. Sepertinya sudah di hapus Momy. Dimana? Dimana gambar simbol Eville jahannam itu! Gembong mafia biadab yang pernah membuatku hampir kehilangan kehormatanku. Aku pernah melihatnya di sini. Tapi sekarang kenapa hilang??!" Luna mengacak rambutnya. Jantung berpacu 2 x lebih cepat. "Apa mungkin simbol matahari bertanduk pada laki-laki di lapangan tadi itu milik Eville? Aku yakin, itu adalah simbol mereka. Tapi bagaimana bisa? Mengapa ia menjebak Yudha? Apa mereka sudah mengendus keberadaanku?!! " Luna lemas. Ia mengigit jarinya. Firasatnya mengatakan akan terjadi hal buruk. "Aderald! Aku harus menghubungi Aderald!" Luna membuka email. 'Temui aku secepatnya, tak ada waktu! Datanglah ke rumah. Sesuatu telah terjadi!' *Angel* Wanita berdagu lancip itu menatap jam dinding. Ia melihat waktu pukul 02.00 dini hari. Ia menepuk jidatnya. Menatap layar laptop. Sesuatu sedang ia sesali. "Aku harap kakek tua itu membaca emailku besok pagi, " ucap Luna mengigit bibir atasnya. Ia tahu betul, Aderald adalah anak buahnya yang paling setia. Tak heran jika semua aset keluarganya, dititipkan pada laki-laki tua itu. Luna membiarkan laptopnya menyala. Ia merebahkan tubuhnya perlahan. Hatinya sudah deg-degan, takut-takut Aderald muncul di depannya saat ini. Laki-laki itu nekad jika berurusan dengan dirinya. Baru mata lentik itu terpejam, terdengar suara ribut dari depan. Ia kenal suara itu. Luna terkesiap. Ia mendecak kesal pada dirinya, kesal juga pada kesetiaan abdi keluarganya itu. "Tak hanya cucu, kakeknyapun sama gilanya, " gerutunya meraih jilbab lebarnya dan cadarnya. Wanita itu lalu tersenyum kecil mendengar suara kakek yang sedang memarahi cucunya. POV Yudha Gubraaaak!!!! Tubuhku terjungkal kaget mendengar suara benda yang jatuh. Seperti suara pintu yang didobrak. Aku langsung berdiri, mencari sesuatu yang bisa menjadi senjataku. Dengan cepat aku meraih gitar klasik milikku sejak remaja. Satu-satunya benda yang akan bisa kuandalkan. Firasatku mengatakan rumahku sedang dimasuki perampok! Perlahan aku mengendap maju, menuju pintu kamarku. Baru saja aku menyentuh gagang pintu itu, tubuhku terhuyung mundur sangat keras. "Aaaaooooo!!" teriakku sambil memegang pinggang sekaligus melihat siapa yang berani mengusik ketenanganku. Belum habis rasa kagetku, kembali jantungku dibuat serasa berhenti. Bola mataku rasanya mau jatuh dari tempatnya melihat laki-laki tua dengan pakaian serba hitam, lengkap dengan tongkatnya. Aku mengenalinya! "Kakek!!" teriakku. "Mana Angel?!! " tanyanya dengan tatapan tak berkedip. "Apa kakek sudah tak waras?! Di sini tak ada Angel! Angel wis angel!!" Aku meracau tak karuan sebab tulang ekorku terasa mau patah. Apa dosaku ya Tuhan, hari ini aku menjadi tampak payah! Aku menatap kakekku semakin geram. Laki-laki tua itu bukannya membantuku bangun justru melihat sekeliling, seolah aku sedang menyembunyikan buronan. "Mana Luna?" tanyanya lagi. "Tadi Angel sekarang Luna. Kakek tahu tidak? Ini sudah jam berapa? Apa kakek tak istirahat?!!" Aku meremas rambutku. Sepertinya kakekku sudah pikun. Jangan-jangan dia memiliki wanita idaman bernama Angel. "Mana Luna? Kau tak menyakitinya? Kakek cincang kamu kalau ada apa-apa dengannya, " ancam kakekku masih berdiri menatapku yang terseok-seok berusaha berdiri tegak. "Yang ada, aku yang telah dia cincang!" ketusku mengingat lenganku masih sakit setelah ditendang wanita misterius itu dengan keras. "Apa maksudmu? " selidik kakek. "Sudah ah! Aku sangat mengantuk, Kek! Besok aku ada rapat penting! Kakek kalau mau ketemu Luna, dia di kamar belakang! Di sana dia tidur. Sudah! Aku mau lanjut tidur, " ketusku membelakangi laki-laki tua itu. Bukan ketenangan yang kudapat, justru tangan keriputnya itu meraih kerah bajuku dari belakang lalu menyeretku keluar. "Kakek!!!! " teriakku meronta mencoba menahan kerah bajuku agar tak mencekik leherku. Rasanya aku akan mati malam ini dan orang yang akan membunuhku adalah kakekku sendiri! Kakek melepaskanku tepat saat aku merasa mau pingsan. Aku terbatuk-batuk. Kali ini aku benar-benar marah. Sangat marah! "Kakek sudah gila ya?! Kakek hampir membunuhku!! " "Itu adalah hukumanmu sebab membiarkan istrimu tidur di kamar yang biasa ditempati pembantu! Apa kau kira dirimu sehebat yang kau kira!!? Bocah eddan! Tak punya pikir!" Aku malah diumpatnya dan tongkatnya menjitak kepalaku. Aku ingin menangis! "Aku tak pernah menyuruhnya tidur di kamar belakang, Kek! Aku justru ingin menidurinya!" Kakekku melongo kaget. "Eeeh... Maksudku menemaninya tidur. Maksudku... Aah kakek! Kau benar-benar mengacaukan malamku!" gerutuku hampir mengeluarkan air mata. Aku kesal bercampur malu! Laki-laki tua itu hanya diam seperti menahan tawa. Aku melihat guratan pinggir bibirnya yang sedikit melebar. "Kau tak boleh pergi dari sini, sampai aku kembali! " ucapnya melangkah. "Kakek mau kemana?! " tanyaku penasaran. "Menemui Luna. Ada yang ingin kakek bicarakan." "Aku bisa memanggilnya! "seruku mendekati Kakek. "Tidak perlu. Pembicaraan ini rahasia," ucapnya dingin dan terus melangkah menuju belakang. Kali ini aku tak ingin mendengar perintahnya untuk menunggu. Kuputuskan mengikuti kakek dengan langkah perlahan. Tampak dia mengetuk pintu. Luna keluar. Kakekku membungkuk seperti memberi hormat. Akalku tak mampu menerima, mengapa kakekku seperti sangat menghormatinya? Sekarang mereka sedang berbicara. Telingaku masih bisa menangkap suara mereka. Namun aku tak mengerti bahasanya. Seperti bahasa asing. Bahasa apakah? Keuputar otakku berusaha mencari data di memoryku yang dangkal ini. Bahasa Rusia!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD