Malu-malu Mau

1264 Words
Bab 2 “Helooooow….” Sapaan khas penyanyi dangdut menggema bertepatan dengan kedatangan Jodie di ruang make-up. Seorang pria berpenampilan nyentrik sudah berdiri di belakang kursi rias. Sepasang tangannya terbuka pertanda mempersilakan Jodie untuk segera duduk. Hari ini Jodie sudah kembali pada rutinitasnya sebagai selebritis ibu kota. Jam terbangnya yang tinggi cukup menyulitkan dirinya untuk mengambil cuti lebih lama. “Helo cantik, silakan masuk, bolehkah diriku mempercantik tampilan wajah kamu?” ucap Susan sopan yang dijawab anggukan dan kekehan kecil dari bibir tipis Jodie. Tangan lentiknya sigap menarik kursi untuk Jodie. Susan yang bernama lengkap Susanto adalah pria yang berprofesi sebagai make-up artist. Ditangannya, siapapun yang dimake over pasti terlihat stuning. Sebagai make-up artist profesional, jasanya juga sering digunakan oleh artis-artis papan atas, maka tak heran jika ia bisa menjadi salah satu sumber informan berbagai gosip eksklusif. “Eh eh say, betewe, yey yey pada—udah denger belom?” seorang pria gemulai lain datang dan langsung membuat heboh ruang. Ialah Jay, seorang hair stylist teman duet Susan dalam bekerja. Mereka selalu mendapat project bersama karena kekompakannya. Bisa dibilang mereka adalah paket komplit. Selain menjadi hair stylist, Jay juga dikenal sebagai pusat informasi gosip. “Berita apakah gerangan, cuz dibuka,” sahut Susan antusias seraya tetap memulas wajah Jodie dengan cekatan. Jay tersenyum binal sembari mengibas-ngibaskan kipas bulunya seperti orang kepanasan. “Sabar….” Kadang Jodie bertanya-tanya kenapa para pria gemulai sangat menyukai kipas berbulu sih? Tidak hanya kipas berbulu dengan warna nyentrik, tetapi apapun benda yang berbulu. “Buruan cerita Jay, lo juga Susan yang bener ini alis gue kenapa agak miring? Ini gue udah ditungguin si Bara loh,” sela Jodie tak mau membuang banyak waktu. “Ups, maafkan diriku. Hehee….” “Lo mau kena murka Bara?” balas Jodie lagi. Hari ini jadwalnya lumayan padat sehingga membuat dirinya harus bisa mengatur waktu dengan tepat. “Tentu saja tidak, menyeramkan sekali jikalau hal tersebut sampai terjadi kepada diriku,” ucap Susan dengan kalimat belibetnya. Kemudian dengan cekatan ia kembali membenahi alis Jodie. “Setiap manusia itu unik,” pikir Jodie menganggapi kedua teman kerjanya. Berteman dengan duo biang gosip seperti mereka memang memberikan keuntungan tersendiri bagi Jodie. Meskipun tidak terlalu menyukai gosip, tetapi tidak ada salahnya ikut mendengar. Selain supaya tidak kudet (kurang up to date), gosip juga bisa menjadi hiburan. Buktinya orang-orang berbondong-bondong mendengarkan infotainment, di mana 80% berisi gosip, isapan jempol. Tanpa membuang waktu lagi, Jay mulai menceritakan gosip terbaru yang ia dengar dari bisik-bisik tetangga—yang konon sumber terpercayanya. Terkejut, Susan pun menutup bibir bergincu kuningnya. “Masya Allah sekali. Seminggu yang lalu, diriku baru saja memoles wajah tante Fenita untuk aniseveri mereka yang ke dua puluh lima dong. Kini baru kuketahui ternyata … seperti ituh?” ucap Susan meniru gaya bicara princess Syahrina. “Anniversary Susan…,” sahut Jodie dan Jay bersamaan. “Iya yang itu, sama saja,” tukas Susan dengan wajah cengengesan sambil megnibaskan tangannya ke udara. “Lo denger gosip dari mana itu Jay?” tanya Jodie penasaran. “Jangan-jangan hoax!” imbuhnya. “Namanya juga gosip, tunggu aja nanti bakal boom, taulah infotainment kita gimana eim. Hem apalagi the power of netijen! Ngalahin intel kalau soal nyari bukti cyint…. Tunggu ajah kalau emang bener nih ye, bentar lagi bakal ada yang menggugat cere. Nah kalo sudah begituh, udah pasti gosipnya bener. Ingat filosofi pergosipan, gosip adalah fakta yang terkatung-katung,” ujarnya mantap. Jodie dan Susan mengangguk saja. “Tapi siapakah laki-laki yang beruntung menjadi selingkuhan om Robet itu ya?” Susan bertanya sambil memainkan lose powder di tangannya. “Yey mau?” tanya Jay dengan bibir dibuat-buat supaya terlihat seksi yang sebenarnya menggelikan. “Mau sekali Jay, aku berminat. Awh. Apalagi om Robet itu kan, hot sekali! Uh…,” desah Susan penuh penghayatan. “Susan gay?” Jodie mengernyit sesaat lalu menepis pikirannya. “Owkey, saat ini wajah kamu sudah cantik paripurna, sekarang giliran Jay yang akan membuat penampilan rambut kamu semakin cetarrr.” Jay dan Susan pun bertukar posisi. Kini Susan duduk di kursi kosong bersebelahan dengan Jodie. “Tapi kan, bukannya pria mature yang belok itu lebih suka sama berondong gitu, cowok-cowok glow-up dan bodynya oke punya. Lagi jaman bok!” ujar Jodie. “Heh kenapa lama sekali? Kalian ngegosip lagi?!” bentak Bara yang tiba-tiba muncul di belakang. Sontak saja Jodie, Jay dan Susan terkejut mendengar suara Bara yang menggelegar. “Nggak ngajak-ngajak lo. Ada gosip apaan nih?” imbuhnya yang disusul helaan napas lega dari Jay dan Susan sementara Jodie memutar bola mata jengah. Sepersekian detik, Jodie, Susan dan Jay saling berpandangan setelah memperhatikan penampilan Bara. Bara, pria muda berperawakan bagus—body goals, ia juga memiliki wajah tampan. Mantan terakhir Jodie itu memang tampak pas dengan kriteria yang Jodie sebutkan tadi. Mungkinkah? ***** Kendra sedang menyirami tanaman di halaman rumah ketika Jodie turun dari mobil. Jodie tersenyum semringah melihat Kendra yang tampak menikmati kegiatannya. Sudah menjadi rutinitasnya memang, setiap sore Kendra memanfaatkan waktu santainya untuk menyirami tanaman di halaman rumah mereka sambil mendendangkan lagu campur sari kesukaannya—penuh penghayatan. “Sore Mas Sayang…,” sapa Jodie ceria seraya menghampiri Kendra. Jodie sedikit membungkuk lebih rendah ketika mencium punggung tangan suaminya, kemudian dengan gemasnya dia menciumi pipi Kendra seperti menciumi bayi. Jodie terkikik sendiri setelahnya, sementara Kendra hanya bisa tercenung dengan ulah sang istri yang dinilainya terlalu agresif. Istrinya itu memang sering sekali menggodanya dengan tingkah genit dan kata-kata manja. Meski begitu, Kendra masih saja bersikap kaku, terutama jika sudah di atas ranjang. Sungguh sikap Jodie yang kelewat ekspresif itu memang bertolak belakang dengan Kendra yang pendiam dan seolah memendam banyak rahasia sendiri. “Aku mandi dulu ya Mas,” bisik Jodie tepat di telinga Kendra sehingga embusan napas panas Jodie yang terasa menusuk indra pendengarannya itu membuat tengkuknya meremang hebat. Belum lagi ditambah kecupan-kecupan ringan di rahang Kendra semakin membuat pria mungil itu terpaksa menahan napas. “Hm,” sahut Kendra singkat sambil membetulkan arah semprotan selangnya yang sudah melenceng karena tidak fokus. Ah mungkin istrinya bukan terkena gangguan kejiwaan, mungkin Jodie memang benar-benar tergila-gila padanya. Kendra mencoba berbangga hati dengan kesimpulannya sendiri. “Mas Sayang sudah mandi?” Jodie kembali bertanya dengan suara mesra. Kendra melirik Jodie dengan perasaan was-was. “Su—sudah!” Semakin Kendra gugup, semakin senang pula Jodie mengerjainya. “Mandi lagi yuk!” Jodie semakin mendekati Kendra, bahkan kini bibir perempuan itu sudah tepat berada di hadapan bibirnya. Nyaris bersentuhan. Biasanya Jodie akan melumat bibirnya. Sungguh binal kelakuan Jodie, batinnya. Namun, Kendra bisa apa selain pasrah? Tanpa sadar Kendra pun memejamkan mata menantikan kecupan mesra yang biasa Jodie lakukan padanya sambil terus menahan napas. Namun, hingga beberapa detik kemudian, tidak terjadi apa-apa padanya. Padahal ia sudah mengerucutkan bibirnya bersiap menyambut hangat kenyal bibir Jodie. Dan betapa terkejutnya saat Kendra membuka mata. Di hadapannya kini ada pak Pangat, supirnya, yang sedang memperhatikan dengan bibir terkatup rapat menahan tawa. “Apa kamu lihat-lihat. Sudah, cuci mobil sana!” titahnya kesal sekaligus menahan malu. Bisa-bisanya Jodie mengerjainya seperti itu. Tapi apalah dayanya, sekesal apapun ia tak mampu melakukan apapun untuk membalas ulah sang istri. Ada perempuan yang mau menikah dengan laki-laki seperti dirinya saja sudah cukup. Kendra tidak mau membuat Jodie merasa tidak nyaman dengan keberadaannya, apalagi dengan statusnya. Kendra harus sadar diri, begitulah yang ada dalam pikirannya. Maka apapun yang diperbuat Jodie, ia biarkan saja. Selama Jodie bahagia, kenapa tidak? “Cieeee…. Malu-malu mauuu…,” goda Pangat sambil cengengesan. Kendra yang geram pun segera menyemprotkan air pada Pangat, tetapi supirnya itu ternyata begitu cekatan menghindar. “Sial!” umpat Kendra sambil mendengus kesal. Bersambung….
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD