BAB 1.

2513 Words
"minum itu"Hera menatap horor pada minuman yang tersaji di hadapannya, ramuan tradisional keluarga Refano yang jatuh turun-temurun untuk kesehatan kandungan. Warna coklat pekat yang tidak menarik itu, dan diragukan keenakannya. "Tidaaaaaaakkkkkkkk"jiwa Hera berteriak. "Itu bukanlah racun, minumlah untuk kesehatanmu"seru nenek yang membuat Hera menatap minuman tersebut dengan horror. Terkadang Hera bingung, mertuanya ini ingin membuatnya sehat atau membuatnya mati muda karena menenggak minuman terpahit yang pernah dia rasakan itu.Bukannya membaik Hera malah muntah karena rasa pahitnya yang luar biasa, hingga membuat kepalanya pening. "tolong aku"gumam Hera seraya menatap Adrian dengan wajah memelas. Cukup dia pernah muntah dulu karena meminumnya, Hera tidak mau lagi, dia kapok dan tidak suka muntah. "Nenek Hera tidak apa, dia tidak perlu meminum itu, mam"Adrian menatap ke arah sang ibu, Mam tahu bagaimana rasa minuman yang begitu pahit itu terasa di kerongkongannya. Namun apa daya, perintah sang nenek tidak bisa diganggu gugat. "Nenek sepertinya masakanku agak asin, nenek cobalah"ucap ibu Adrian tiba-tiba. "Ah...kau ini, kalau masak cobalah dengan perasaan, menaruh garam dengan perasaan agar tidak lebih dan tidak kurang" "kumohon”ucap Hera berbisik dengan wajah memelas. Adrian menenggak habis minuman tersebut, lalu memberi gelasnya pada Hera. "Ukh...apa nenek mau membuat putriku keracunan di dalam sana, rasanya benar-benar tidak enak" "Maafkan aku"ucap Hera merasa bersalah, membuat Adrian meminumnya. "Kau baik-baik saja, pria tidak mengeluh untuk itu"ucap Adrian membuat bibir Hera tersenyum senang. "Dasar" "Hera cepat ha..." "Kau sudah meminumnya?"ucap sang nenek saat melihat Hera sedang memegang gelasnya yang sudah habis dan hanya menyisakan sisa-sisa minuman di dalam gelas. "Benar nek, aku sudah meminumnya hingga habis"ucap Hera dengan cengiran di wajahnya. "Tunggu....bukan Adrian yang meminumnya kan?!!"Tanya nenek curiga. Hera melirik Adrian takut. "Tidak.. aku mana mungkin mau meminumnya, itu terlihat tidak enak" "Oh padahal nenek juga meminta ibumu untuk membuatkannya juga untukmu, ini"Hera dan Adrian terkejut melihat segelas minuman berwarna hijau itu di tangan sang nenek. "Apa! Tidakkkkk"teriak Adrian frustasi, hal itu membuat sang nenek menatapnya bingung. ** "Aku pulang" "Hiks...hiks...hiks....." Adrian yang mendengar Hera menangis lantas langsung bergegas berlari masuk untuk melihat keadaan istrinya. Dan mengetahui apa yang membuatnya menangis. "Kenapa?!"Adrian terkejut bukan main. Melihat Hera yang tengah menangis sesegukan di ruang tamu. "Kenapa?! Kau sakit ? kau terluka? ada yang menyakitimu ? Apa Putri kita terlalu mendendang?" Hera menggeleng kan kepalanya, wajahnya berusaha berpaling dari tatapan Adrian padanya yang kini berdiri tepat di hadapannya seraya mencengkram lembut bahunya. "Hiks...hiks...menyingkir dariku, aku mohon menjauh dariku ? Hiks..hiks.." Adrian terkejut, apa dia menyakiti Hera, ada apa sebenarnya ini?"Apa aku menyakitimu? Katakan padaku? Jangan seperti ini? Kau membuatku bingung" "Aku mohon menyingkir dariku..hiks..hiks...kumohon, jangan dekati aku..hiks..hiks.." "Kalau begitu katakan apa salahku?"Ucap Adrian frustasi. Hera terus saja menyuruhnya menyingkir dan menjauh, tanpa mengatakan apapun tentang kesalahannya yang membuatnya menangis dengan begitu sesegukan. "Hua...... aku benci, aku benci sekali, kenapa seperti ini...hiks...hiks.." "Kenapa?!!"tanya Adrian frustasi. "Sutradara itu menyebalkan, kenapa ibunya meninggal, nanti bagaimana dengan putrinya, dia tidak dapat kasih sayang yang baik, mengetahui tentang ibunya,...film ini begitu buruk aku kesal" "Apa?"Adrian menoleh ke arah TV plasma yang berada di belakangnya. Demi saus tar-tar, Adrian benar-benar merasa kesal, istrinya itu menangis hanya karena drama yang sedang ditontonnya. Adrian menghempaskan tubuhnya di samping Hera. Dia kira dia lah penyebab Hera menangis sesegukan ternyata.... Drama s****n,... "Akh....."erang Adrian frustasi, Hera melirik Adrian yang tengah berada di sampingnya, pria itu memejamkan matanya dengan raut wajah kesal. "kau baik-baik saja?"Tanya Hera bingung ketika Adrian menjauh darinya. "Diamlah..jangan bicara padaku! Saksikan saja drama mu itu"ucap Adrian kesal. Hera menatap Adrian bingung, pria itu terlihat aneh."Kenapa?..kau marah padaku? Kenapa?" "Aku mau mandi"Adrian bangkit, berjalan menuju lantai atas menuju kamar mereka. "Ada apa dengannya,?! Aneh!"gerutu Hera bingung. ** Hera menatap Adrian yang tengah mengeringkan rambutnya yang basah akibat keramas dari atas kasur. Setelah selesai, Adrian kembali menggantungnya di dekat kamar mandi, dan berhambur menuju tempat tidur. "Kau pulang larut? Ada apa? Tumben sekali"Hera berbaring ke arah Adrian. Adrian yang tengah memposisikan dirinya dengan selimut lalu menoleh pada Hera. "Aku habis nonton drama di kantorku dulu, baru pulang"ucapnya dengan cengiran di wajahnya yang kemudian berubah datar. "Tsk! Kau masih marah?" "Maafkan aku, aku sedang asik menonton dan kau malah menggangguku" Adrian berbaring menyamping menghadap Hera. "Hah! Kau membuatku takut, aku kira sesuatu terjadi padamu dan anak kita, kau menangis dengan begitu sesegukan, seperti habis dipukuli seseorang" "Ternyata,...drama yang habis memukulmu hingga sesegukan seperti itu"ucap Adrian sarkatis. "Hey...kau benar-benar masih marah ya, kau mau makan? Kau mau aku masakan sesuatu" "Kau kira aku kau, marah lalu tawari semangkuk ice cream dan tak lama baikan. Aku tidak mau, aku mau tidur" "Ya..., kau marah" "Humm...cium aku, baru aku tidak akan marah" Hera menatap Adrian dengan matanya yang menyipit. "m***m"ucap Hera seraya memukul pelan bahu Adrian. "Aku serius, ada apa? Tumben sekali kau pulang larut seperti ini" "Kau tahu kan, mulai hari senin aku ijin tidak masuk, aku mau menunggu istriku lahiran, bukankah Nicko sudah bilang minggu-minggu ini putri kita lahir. Ah...ini kamis yang melelahkan, tapi melihatmu membuatku semangat lagi" "Oh romantis sekali, kau baru saja menggodaku"ucap Hera seraya mencubit pipi Adrian gemas. " kau benar-benar tidak mau makan?" "Tidak, aku sudah makan di kantor tadi bersama Evan dan Deren" "Kenapa? Kau masak banyak?"Tanya Adrian yang merasa sedikit bersalah karena tidak bisa memakan masakan Hera. "Aku tidak masak, itu sebabnya aku menawarimu, mungkin kau mau aku memasak sesuatu, karena tidak ada apa-apa di meja" "Dasar kau ini, aku kira ada makanan banyak yang tak habis kalau aku tidak makan"Hera terkekeh, wajahnya berubah sendu seraya memainkan rambut Adrian. "..." "Hmm..." "Aku ingat drama yang ku tonton tadi,... di situ ibunya meninggal ? Kalau itu terjadi padaku? Aku meninggal saat aku melahirkan? Atau ada sesuatu hal yang terjadi hingga dokter berkata kau harus memilih antara aku dan putrimu,..." "Siapa yang akan kau selamatkan?" Adrian menatap Hera datar, ada rasa tidak suka dari perkataan Hera barusan. "Kenapa kau bertanya seperti itu? Jangan asal bicara" "Ish...jawab saja pertanyaanku” "Aku tidak mau, kalian begitu penting untukku, aku tidak bisa..membayangkan nya saja aku tidak mau, berhenti berkata yang tidak-tidak. Aku rasa aku harus melarangmu nonton drama mulai besok" "Aku hanya bertanya, kau sensitif sekali" "Jangan asal bicara dan tidur, ini perintah nyonya Refano" ** Jumat, 13.00 pm. Hera yang sedang menyapu rumah tiba-tiba meringis, merasa sakit pada perutnya. "Akh..ya tuhan, ada apa ini?" "Apa aku mau melahirkan" Drrtt.... Drrttt...... Adrian yang sedang berjalan di koridor setelah meeting, meraih ponsel di saku jas miliknya. Id panggilan yang sangat familiar tertera di layar ponselnya, membuat bibirnya tertarik membentuk seutas senyuman manisnya. "Halo, baby. Ada apa?" "Adrian. Sepertinya aku mau melahirkan" "APA!" "Apa sakit, kau dimana? Kau di rumahkan"Adrian berubah panik, hingga membuat Deren yang berjalan di sisinya beralih menatapnya cemas. "Ya, akh..cepatlah datang, perutku sakit sekali" "Tunggu sebentar, aku akan segera ke sana" Pip! "Aku harus pulang, Hera mau melahirkan"ucap Adrian terdengar panik. "APA!" "Tapi, dari Incheon ke Seattle memakan waktu cukup lama, suruh Evan antar Hera ke rumah sakit, dari sini kita langsung ke rumah sakit menyusul mereka"seru Deren yang di setujui Adrian. "Kau benar" ** Restaurant Pasta. Evan menatap Hera gusar. Ia bahkan sangat panik tadi ketika mendengar kabar dari Adrian kalau Hera akan melahirkan, apalagi setelah melihar Hera yang merintih kesakitan ketika mereka bertemu. Namun ketika dalam perjalanan Hera malah meminta untuk mampir sebentar untuk makan. Dan kini Evan sangat frustasi ketika melihat Hera yang terlalu lama menyantap makanannya. "Hera cepat makannya dan kita pergi ke rumah sakit. Bagaimana jika sesuatu terjadi dengan kandunganmu" "Sebentar lagi Evan. Aku bisa menahannya ko. Ini mungkin baru pembukaan keberapa"Evan menatap Hera frustasi, wanita ini begitu membuatnya pusing. "Menahan sakit. Heraaaaa.. Sebentar lagi kau mau lahiran, tapi kenapa kau terlihat begitu santai"ucap Evan frustasi. "Aku lapar, saat melahirkan aku harus butuh tenaga yang banyak" "Ya tuhan"desah Evan frustasi. “aku rasa aku yang akan melahirkan sebentar lagi. Bukan kau”gerutu Evan frustasi. “memangnya kau melahirkan. Kau kan belum menikah”seru Hera terkejut membuat Evan frustasi. ** Seattle Hospital. "Evan kenapa kau lama sekali"oceh Adrian ketika melihat Evan dan Hera yang baru tiba. Cukup lama mereka sampai sejak terakhir kali Adrian mendengar kabar jika Evan akan segera mengantarkan Hera ke rumah sakit. "Jangan salahkan aku, istrimu ini yang keterlaluan, ingin melahirkan sempat-sempatnya menyapu rumah dan mampir di restaurant untuk makan pasta"gerutu Evan. "Apa! Dasar wanita ini"desis Adrian, tak heran mereka berdua lama. Adrian sudah tidak heran lagi jika Hera bersikap aneh. Ia sudah terbiasa. Hera dapat melihat nenek, mam, Elena, ibu Elena, Adrian dan Deren. Elena dan mam menghampiri Hera, menanyakan keadaannya lalu membawa Hera mendekat ke arah mereka. Hera tidak peduli dengan mereka, tubuhnya kini sudah terasa lemas dan perutnya yang terasa menegang. Sebenarnya sudah terasa sejak tadi, tapi Hera tidak terlalu memperdulikannya karena masih bisa ditahan, tapi untuk saat ini, tegangan itu begitu kuat. Wajahnya mengerut, menahan sakit pada perutnya, Hera bersandar pada dinding, tidak memperdulikan ocehan mereka. "Adrian, istrimu"ucap ibu Adrian ketika melihat Hera kesakitan. "HERA"teriak Adrian yang kemudian menghampiri Hera, Adrian menahan tubuh Hera yang seakan mau roboh. "Sepertinya dia mau keluar sekarang"jawab Hera seraya menahan sakit. "Apa!"Hera mulai kesal ketika Adrian malah masih bertanya ada apa. "Putrimu,...dia mau keluar"ucap Hera kesal. "Adrian, apa kau bodoh cepat antar istrimu ke dalam"omel nenek yang geregetan dengan tingkah Adrian yang terlihat bingung, jangankan nenek, Hera yag notaben sebagai istrinya saja ingin mencakar wajahnya kalau saja Hera tidak ingat jika pria itu adalah ayah dari putrinya yang akan segera melahirkan. "Eoh"Adrian dan Evan  membopong Hera masuk ke dalam ruang bersalin yang akan ia tempati. Di dalam sana sudah ada suster yang tengah menyiapkan alat-alat. Adrian membaringkan Hera di atas ranjang rumah sakit, di saat itu seorang dokter wanita masuk dengan beberapa suster yang mulai siap dengan alat mereka. Wanita?!! ya...Adrian yang memintanya, dia bilang uisa pria itu tidak boleh, bukan muhrim. "Jangan tutup pintunya, aku mau keluar dulu"Evan berlari keluar, digantikan mam dan nenek yang masuk ke dalam. "Eh aku tidak jadi....sepertinya aku di luar saja"ucap nenek kemudian, hanya ibu Adrian yang masuk, mereka berdua berada di sekeliling Hera. Adrian di sebelah kanan, sementara ibu Adrian ada di sebelah kirinya. "Nyonya Refano, bisa kau menghadap ke kiri, agar bayinya bisa bernafas"Hera menganggukkan kepalanya seraya terus mengatur nafas, Hera mencoba berbalik ke arah kiri, di sana ada ibu Adrian, dia tersenyum dan tak henti-hentinya memberiku semangat. Dokter Ana memeriksa alat vitalku, untuk mengecek pembukaan. "Wah...nyonya Refano anda hebat, pasti banyak bergerak ya, pembukaannya sudah sampai 10"puji Dokter Ana yang membuat Adrian memutar kedua bola matanya malas. "Tentu saja, istriku ini banyak berjalan-jalan sebelum sampai ke sini, bahkan sempat-sempatnya makan di sebuah restaurant tanpa memikirkan kami yang menunggunya dengan panik" Dokter Ana terlihat terkejut, namun kemudian tersenyum dengan cengiran di wajahnya. Hera melirik Adrian dengan sinis, sementara dia malah mengendikan bahunya tidak peduli. "Istri anda sungguh hebat"puji Dokter Ana. Rasanya Hera sangat ingin menjitak kepalanya, berhubung perutnya sedang sangat sakit, Hera mengurungkan niat tersebut. Bisa-bisanya dia mengadu. "Akhh.."rintih Hera yang lolos dari bibirnya, menghadap ke kiri membuat perutnya semakin terasa sakit luar biasa. Hera kembali berbaring, dokter Ana bilang ketubannya pecah dan menyuruh Hera mengatakan padanya saat kontraksi itu muncul dengan begitu kuat. "Dia datang"ucap Hera, dokter Ana menyuruhnya untuk mengenjan, mendorong perasaan ingin mengeluarkannya dengan sekuat tenaga, tarik nafas dan mendorong dengan kuat. "Akhhhhh"Sungguh itu bukan Hera yang berteriak, tetapi Adrian yang berteriak di sebelahnya. Maafkan Hera. Hera tak sengaja menarik rambutnya ketika tiba-tiba perih itu begitu kuat. "Maafkan aku "ucap Hera tidak enak hati. "Aku maafkan karena ini, ayo semangat istriku kau pasti bisa"seru Adrian memberi semangat. "Akh...Hera"Teriaknya lagi malah membuat Hera terkekeh, kapan lagi Hera bisa mengerjai si serigala ini. Hera tersenyum dengan smirk di sudut bibirnya, Hera dapat ide. "Akh....akh...." "Akh..." "Ak bisa botak kalau seperti ini"rintih Adrian kesakitan. "Ckckckck..."Hera tertawa, tidak tahan melihat Adrian yang kesakitan karena ulah Hera yang menjambak rambut Adrian. "Kau sengaja ya"tuduh Adrian pada Hera, yang membuat Hera terdiam. "Tidak"ucap Hera berbohong, dengan bibirnya yang menahan senyuman. "Hei...kau sengaja kan?" "Maafkan aku ...hehe"Adrian ingin menjitak Hera kalau saja dia tidak ingat istrinya ini tengah melahirkan. "Hei..kalian berdua sempat-sempatnya bercanda.. nyonya Refano tolong katakan kalau kontraksinya muncul"ucap dokter Ana yang membuat keduanya kembali fokus. "Kalian ini"omel ibu Adrian, yang merasa heran dengan kelakuan kedua orang itu. "Dia belum datang dokter"(kata nya bayi didorong keluar dan mengenjan saat terjadi kontraksi teman, dari internet yang author baca dari sebuah Sumber : ada dokter yang malah ngobrol karena sang ibu belum kontraksi padahal sang ibu lagi merasakan perih cerita dari si ibunya) Perih itu begitu kuat di dalam perutku. "Akh..."rintihku saat kontraksi itu kembali. "Dia datang dokter" "Ayo menantuku, kau bisa ...tarik nafas dalam-dalam dan buang bersamaan dengan dorongan"ucap ibu Adrian memberikan instruksi. Hera mengangguk hingga akhirnya merasa pusing dengan teriakan semangat dari luar ruangan. "HERA SEMANGAT,...SEMANGAT...SEMANGAT...KAU PASTI BISA"Teriak dari arah luar kamar dengan begitu nyaring, "Siapa di luar sana, suruh mereka berhenti kepalaku jadi pusing"ucap Hera rasa suara berisik itu membuat kepalanya pusing. Adrian berjalan keluar kamar, kepalanya menyembul keluar ketika ia berhasil membuka pintu. "Heii...Kalian semuaaa, jangan berisik membuat kepalaku mau pecah saja, hentikan itu apa kalian mau membuat istriku stress. Nenek juga, kenapa jadi ikut-ikutan. Pokonya jangan ada yang berisik ini rumah sakit,mengerti"Semuanya hanya bisa diam, tidak ada yang berkutik saat seekor Serigala mengeram. "Bagus, jangan ada yang berisik lagi" Blam Pintu tertutup, semuanya hanya bisa menatap pintu tersebut yang tertutup. "Hera semangat"gumam Elena dengan suara kecil yang membuat mereka semua memandang ke arahnya. ** Beberapa saat kemudian... "Heyy.." Hera membuka matanya perlahan, bibirnya membentuk seutas senyuman saat melihat Adrian yang membawa bayi mereka. Hera merubah posisinya menjadi terduduk."Berikan padaku "pintanya. Begitu antusias untuk menggendong bayi mereka. Adrian mengangguk, lalu memberikan putrinya itu pada Hera. "Aku sudah pikirkan namanya?"gumam Adrian yang membuat Hera menatap ke arahnya. "Siapa?!" "Allea, Allea Refano.."ucap Adrian dengan senyuman di bibirnya, Hera tersenyum seraya beralih menatap putrinya yang berada dalam gendongannya. "Allea Refano..aku suka"ucap Hera seraya mengelus lembut pipi putri mereka yang sedang terlelap menggunakan jari telunjuknya. "Dia manis sekali. Bukankah dia mirip denganku”ucap Hera. "Tidak"potong Adrian cepat. "Apa?" "Aku rasa dia mirip denganku"Ucap Adrian yang membuat Hera menggelengkan kepalanya tak percaya. "Hera"ucap Elena, Evan dan Deren yang tiba-tiba datang dengan hadiah di tangan mereka. "Ada apa ini?"tanya Deren bingung seraya menaruh hadiah yang dibawanya ke atas meja yang berada di ruang inap Hera. "Lihatlah wajahnya sangat mirip sepertiku"ucap Adrian. "Tapi, bibirnya dan matanya ambil dariku"seru Hera. "Benarkah~ aku rasa bibirnya sepertiku"timpal Adrian. "Tidak. Dia lebih sepertiku"seru Hera tak mau kalah. "Sepertiku"timpal Adrian. “Sepertiku”timpal Hera "Kau tidak bisa lihat..dia mirip dengan ku Hera" "Masa. Dia mirip denganku ko"seru Hera tak mau kalah. "Ya ampun...Mereka berdua ini"ucap Elena frustasi, melihat perdebatan konyol sepasang suami istri itu. "Lagi-lagi..perdebatan tidak penting"tambah Deren. "Benarkan Deren dia mirip denganku"tanya Hera pada Deren, Deren terdiam, Adrian meliriknya begitu tajam saat ini. "Dia mirip kalian berdua, kalian kan orang tuanya"jawab Deren mencoba netral. "Elena, menurutmu dia mirip siapa?"pertanyaan Adrian membuat Elena kikuk,. "A...aku netral di sini, menurutku tentu saja kalian berdua" "Evan”tanya Hera, Evan menatap ke arah bayi mereka mencoba menilai dari sisi wajah Allea. "Aku rasa......" "Dia mirip denganku" "Apa!"ucap keempat orang itu terkejut seraya menoleh ke arah Evan. "Apa yang kau katakana. Evan. Kau mau mati huh!"protes Adrian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD