Adinda

986 Words
Hoam..." Gadis kecil itu bernama Dinda, terbangun di pagi buta sebab bermimpi buruk hingga membuatnya terengah-engah. Dinda memandangi ayahnya yang tidur disampingnya dan merengek ketakutan berharap mendapat pelukan untuk menenangkannya. "Ayah...aku takut..." Pintanya kepada ayahnya "Kenapa nak? Apakah kamu bermimpi buruk?" Sambil memeluk Dinda dan menenangkannya "Ayah, aku takut sekali. Dinda tak pernah bermimpi ini sebelumnya." Jawabnya dengan mata berkaca-kaca sambil meringik "Apa isi mimpi anak ayah yang manis ini, kenapa sampai membuatmu seperti ini?" Ucap ayahnya sambil memandangi Dinda yang ketakutan "Barang disekitar Dinda sangat besar sekali, bahkan bintang pun juga ikut membesar. Aku takut ayah" katanya sambil mengusapkan wajahnya ke baju ayahnya. "Tidak apa-apa itu karna Dinda sedang sakit demam saja. Wajar kalau mimpinya aneh-aneh. Dinda lanjut tidur saja ya,sini ayah peluk biar aman." Sambil mengusap rambut pendek Dinda Dinda- Gadis cantik yang sangat manja tapi dilain sisi dia menjadi seorang anak yang mandiri sebab dia ingin menjadi seperti ibunya yang punya banyak skill. Dia bisa memasak,menari,menggambar,dan menyanyi. Ia memiliki banyak sekali piagam penghargaan di segala kompetensinya itu,jadi dia bisa dapat uang jajan lebih dari dirinya sendiri. Sangat menarik. "Aku harus bisa, aku harus percaya diri" pungkasnya dengan mengepalkan tangannya seolah-olah dia akan masuk ke dalam medan perang. Kepercayaan dirinya selalu di dukung oleh keluarganya khususnya si ayah yang selalu mensupport apapun kegiatan positif anaknya. Kadang Dinda berpartisipasi di acara halal bihalal untuk menyanyikan lagu nuansa islami anak-anak,kadang dia menari untuk pertunjukan di sekolahnya, dan dia juga menjual hasil gambaran ke anak playgroup. Bahkan Dinda pernah menjual kertas Binder Harvest (kertas catatan tebal yang dulu sempat terkenal di siswa sekolah) ke temannya padahal di depan sekolahnya juga menjual kertas itu namun karena temannya tertarik dengan penyampaian Dinda,mereka semua membeli itu pada Dinda. Ibunya juga menitipkan camilan ke pegawai kantin dan Dinda yang mempromosikan ke teman-teman untuk membeli dagangan ibunya. Camilan renyah yang disukai anak-anak hingga orang dewasa. Sampai dirumah ibunya sangat senang karena camilan yang dijualnya ludes tak tersisa. Keesokan harinya, ibunya menitipkan dagangan ke Dinda untuk diberikan ke pegawai kantin di sekolah nya, dengan perasaan bahagia Dinda membawa keranjang tersebut. Ketika jam istirahat berbunyi, Dinda bergegas ke kantin untuk membantu menawarkan jajanan ibunya ke teman sekolah. Setiap hari, camilan ibunya selalu habis tak tersisa. Ini berkat Dinda anaknya yang tidak pernah gengsi dengan keadaan keluarganya. Dia anak kecil yang punya pemikiran dewasa bahwa "Tuhan tidak pernah salah dalam menentukan rezeki hamba-Nya,jadi tidak perlu ada rasa malu untuk meraih rezeki yang sudah disediakan Tuhan untuk keluarganya." Dari kecil Dinda diajarkan oleh keluarganya untuk menjadi anak yang serba cukup. Selalu bersyukur di semua kondisi, entah itu saat punya uang banyak ataupun saat tidak ada uang. Ibunya selalu berpesan bahwa jika ingin mendapatkan sesuatu yang diinginkan,harus melalui proses terlebih dahulu. contohnya saat Dinda ingin beli sepatu olahraga yang sudah sobek, Dinda harus membantu ibunya menyapu. Dinda selalu bersyukur dan ceria dengan apapun kondisi keluarganya,sebab dia memiliki keluarga yang sangat hangat dan membimbing. Ia merasa menjadi anak yang paling beruntung di dunia ini dengan diberikan keluarga yang harmonis. Memasuki fase pra remaja, Dinda bertemu dengan sekumpulan geng yang bisa dibilang toxic. Mereka suka menganggu teman-temannya termasuk Dinda. Ya ketua geng itu namanya Lana, anak pindahan yang dikeluarkan dari sekolah lamanya karena terlalu bandel. Lana pernah memukul temannya hingga mimisan karena tak mau mengerjakan PR Lana. Ia di beri dua pilihan oleh sekolahnya, tetap bertahan di sekolah namun tidak naik kelas atau pindah sekolah. Keluarganya sepakat untuk pindah sekolah saja daripada menanggung malu anaknya tidak naik kelas. Sejak kehadiran lana di sekolah,kelas yang awalnya harmonis berubah menjadi gaduh. Sering kali Lana di ingatkan oleh gurunya untuk menjaga kesopanan saat temannya maju untuk mengerjakan soal di depan. Namun, tidak di gubris oleh Lana, justru asik mengganggu teman lainnya diam-diam. Jam menunjukkan pukul 09.00 artinya kelas sedang istirahat. Hari itu Dinda tidak promosi di kantin karena sedang tidak enak badan, ia hanya membeli gorengan dan es rasa melon kemudian langsung kembali ke kelas untuk dimakan bersamaan dengan sahabatnya (Nisa dan Fitri). Tak lama lana masuk ke kelas dengan membawa plastik es teh di tangan kanan sambil mengunyah gorengan yang dipegang di tangan kiri. Dengan lagak sombongnya Lana menghampiri Dinda yang sedang asyik berbincang dengan sahabatnya. "Heh gendut, udah gendut pede banget tampil di depan banyak orang. Kamu itu gendut gak pantes berlenggak lenggok di atas panggung, nanti panggungnya roboh hahahaa" cetus Lana si ketua geng sambil menertawakan Dinda di depan teman-temannya. Dinda hanya diam saja karna menurutnya mereka hanya tong kosong nyaring bunyinya. Namun lana masih saja terus menghina Dinda. "Ndut kok diam saja, malu ya sekarang karna orang-orang mengira kamu gajah yang sedang menari di panggung hahahaha" ungkapnya sambil tertawa terbahak-bahak bersama 3 orang temannya "Salah apa aku ke kamu,lan. Jangan bawa-bawa fisik ya!" Cetus Dinda dengan nada sedikit tinggi. "Diet mangkanya, biar gak ngerusak barang. Oh iya ibunya juga gendut kakaknya juga gendut pasti dari keluarga gajah liar hahah" ucap Lana sambil menirukan gerakan gajah. "Woy mau di tonjok yaa." Dinda marah dan menampar pipi Lana hingga membekas kemerahan. Kejadian ini terdengar di ruang kantor sekolah dan wali kelas mereka bergegas untuk melihat situasi kegaduhan di kelasnya. Kelas menjadi sangat gaduh karna teman-temannya sibuk melerai Dinda dan Lana yang saat itu sedang balas membalas pukulan. Tak lama kemudian, wali kelas datang menghampiri mereka dan berteriak untuk menghentikan semua kegaduhan itu. Bu Stefani selaku wali kelas mereka meminta penjelasan dari Dinda dan Lana atas kegaduhan yang mereka ciptakan di kelas. Mereka di minta untuk pergi ke ruang Bu Stefani secepatnya sebelum jam pelajaran berikutnya dimulai. Bagaimanapun mereka harus bisa bertanggung jawab atas semuanya. Namun, saat bercerita Bu Stefani meminta untuk Dinda balik ke kelas. Tidak ada pembelaan terhadap dirinya,justru Lana yang mendapat perhatian sebab bekas tamparan Dinda yang masih terlihat kemerahan di pipi senisitif Lana. "Luka di pipinya mungkin bisa hilang seiring berjalannya waktu, tapi luka yang dia berikan kepadaku tidak akan bisa hilang kapanpun itu" pinta Dinda dalam hati sambil menangis dibawah pohon mahoni dan dipeluk oleh sahabatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD