[11]~Jilbab Harga Diriku Sebagai Muslimah~

1435 Words
Everything precious is covered. A woman modestly dressed is like a pearl in it’s shell. Aku segera memasuki mobil milik Nevan sebelum aku terkena semprotan kata-katanya yang pedas itu. Saat aku telah masuk ke mobilnya lagi-lagi nada tingginya keluar.  "Eh ngapain lo di situ?" tanya Nevan begitu melihatku duduk manis di bangku belakang. Aku mengeryit heran. "Ya kan aku mau duduk, gimana sih." Nevan berdecak mendengar jawabanku. Hey, memangnya aku salah? "Iya maksud gue, kenapa lo duduk di belakang? Emangnya gue supir lo." omel Nevan lagi. "Aku nggak mau deket-deket sama yang bukan mahram," ucapku cuek. Aku terlanjur jengkel menghadari Nevan yang sangat menyebalkan ini. Memangnya kalau duduk di belakang selalu dikata supir. "Mahram apaan sih? Udah pindah, gue nggak mau dikira sopir lo." Aku terhenyak mendapati jawabannya itu. Bagaimana dia bisa tidak tau apa itu mahram? Bukankah agamanya Islam? "Aku mau tetep di sini pokoknya, kalau nggak boleh ya udah aku nggak ikut," ujarku sembari membuka pintu hendak keluar. "Eh ... eh ... Ya udah deh cepet masuk lagi. Keburu telat,” Putus Nevan bermuka masam yang akhirnya mau mengalah. Lagian sebenarnya aku sangat malas untuk pergi. Apa lagi ini hanya berdua, waktu malam juga. Aku teringat mengenai sabda Rasulullah. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: المرأة عورة، فإذا خرجت استشرفها الشيطان “Wanita itu aurat, ketika ia keluar, setan akan memperindahnya” (HR. At Tirmidzi) *** Sudah hampir satu jam mobil yang dikendarai Nevan tak kunjung berhenti. Aku mengamati Nevan yang masih anteng dan sangat nyaman menyetir mobilnya. Padahal aku sudah sangat jenuh dan juga rasa-rasanya punggungku seperti akan patah karena terlalu lama duduk. "Van, ini kapan nyampenya sih? Lama banget deh," tanyaku yang akhirnya memecahkan keheningan. "Ya sabar, ini bentar lagi juga nyampe," jawab Nevan dengan kata-kata yang sama. Sebenarnya sedari tadi aku telah menanyakan kepadanya kenapa belum juga sampai. Dan jawabannya pasti ‘bentar lagi nyampe’ eh ternyata aku tunggu lima belas menit tak kunjung sampai. “Kayaknya lo nggak sabaran banget sih,” protes Nevan yang sepertinya terganggu denganku. Aku tak menanggapi, karena itu sama saja mengundang keributan dan aku sekarang sedang tak mood untuk beradu mulut dengannya. Akhirnya tak beberapa lama kemudian, mobil berhenti di sebuah restoran yang cukup mewah. Dalam hatiku aku sudah merasa tidak enak. Apalagi  'pesta malam' itu pasti memiliki konotasi negatif. Nevan terlebih dahulu turun dari mobil. Sedangkan aku, masih berfikir keras akan keputusanku untuk ikut masuk atau tidak. "Heh! Lo mau turun nggak sih? Apa gue harus membukakan pintu seperti menyambut sang putri keluar? Idih males banget." Perkataan Nevan membuatku bertambah kesal saja. Dia itu amat mirip dengan Rian yang selalu rusuh bila denganku. Beda sekali sifatnya seperti yang Mbk Siwi katakan. Menyebalkan. Aku pun keluar dari mobil. Banyak orang-orang yang melihat ke arahku dan Nevan.  "Ya udah yuk," ajak Nevan langsung menggenggam tanganku. Dengan spontan aku menghempaskan tangannya kasar. Ia sempat tersentak kaget, namun aku tak peduli, siapa suruh ia main-main menyentuhku. "Hey!!! Sudah kubilang, jauh-jauh dariku dan Jangan menyentuhku!" pekikku dengan amarah.  "Ya udah sih," katanya berjalan mendahuluiku. Hey, ia bahkan tak meminta maaf kepadaku. Sungguh ia seperti bukan manusia, tapi tobot yang menyebalkan. Aku pun dengan langkah kesal mengikutinya kemana pun ia pergi. Sepanjang aku dan Nevan berjalan, seluruh pandangan tamu pesta tertuju kepada kami. Banyak yang memandang Nevan dengan tatapan memuja. Sedangkan Nevan memasang tampang dingin yang menyebalkan. Sepertinya Nevan populer dikalangan wanita. Terbukti dari banyaknya wanita yang bersorak memanggil-manggil namanya. Sedangkan aku yang berada di belakangnya hanya tertunduk malu sekaligus takut. Karena banyak juga yang memandangku sinis. Apalagi wanita-wanita yang memuja Nevan, mereka dengan jelas menunjukkan ketidaksukaannya kepadaku.  Mereka mencibir pelan. Yah walaupun pelan, aku dapat mendengar dengan samar tentang mereka yang sedang memperbincangkanku. Aku mendengar, rata-rata mereka mencibirku akibat tak pantas datang dengan si primadona, Nevan. Ah sepertinya aku salah jika hadir ditempat seperti ini. Sesalku dalam hati. Saat aku tengah sibuk berkecambuk dengan pikiranku, aku tak sadar ternyata aku telah tertinggal dari Nevan. Aku mendongak mencari-cari keberadaan Nevan. Namun nihil, aku tak menemukannya di depanku "Kemana sih Nevan, kenapa malah aku ditinggal," gumamku kesal. Aku terus berjalan mencari-cari Nevan. Saat aku mencari disekitar stand makanan, aku menemukan pemandangan yang tidak asing bagiku. Rian??? Aku mencoba mendekat kearah seorang pria yang aku curigai ia adalah Rian. Dari postur tubuhnya dan juga rambutnya jelas itu adalah Rian, namun aku harus memastikannya. Saat aku mulai dekat dengan pria itu, tiba-tiba ada dua orang wanita yang menghadangku. Aku menatap malas kedua wanita yang berpakaian kurang bahan itu. "Hey! Lo pacarnya Nevan yang baru yah?" tanya wanita yang memiliki rambut ombre dengan kesoktahuannya itu Aku menggeleng heran. Aku malas menghadapi wanita yang semacam ini. Aku bahkan hanya bisa meringis ngeri sekaligus malu sendiri melihat wanita yang memamerkan auratnya itu. Sebagai sesama wanita, malu rasanya melihatnya berpakaian mini seperti ini. Apakah pabrik yang membuat pakaian ini kekurangan bahan? "Syukur deh. Mana mungkin selera Nevan menurun drastis seperti ini," ucap wanita satunya yang memiliki rambut curly buatan "Kalian siapa?" tanyaku yang sebenarnya sudah jengah menghadapi mereka. "Ah belum tau kita ternyata dia hahaha ... " kata wanita berambut curly lagi dengan tawa yang menyebalkan jika didengar. "Kita itu mantan dari seorang Nevan. Dan level kita itu lebih dari lo yang kampungan kayak gini," jawab wanita berambut ombre tadi. Aku tertawa pelan. Kenapa mereka malah berbangga diri menjadi seorang mantan? Hahaha lucu sekali. "Heh! Nggak ada yang lucu ya disini," tambahnya begitu melihatku menertawai ucapannya. "Sepertinya anggapan kalian kurang tepat. Kalian bangga menjadi seorang mantan? Bukankah itu berarti kalian---" ujarku yang sepertinya malah memancing amarah mereka. "Hey! Jaga ya ucapan lo!!! Dasar gadis kampungan. Lihat deh pakaian lo, lo salah alamat ya? lo tu cocoknya ke masjid ikut pengajian. Lo nyasar ya? Menyedihkan.." Sergah wanita berambut curly dengan emosi Wanita berambut ombre itu menarik khimar yang aku kenakan. Sontak aku langsung mempertahankan khimarku. "Hey apa yang kamu lakukan?!" pekikku sembari berusaha melepaskan tarikan wanita itu. Bukannya melepaskan, wanita itu malah semakin menarik khimarku dan terjadilah insiden tarik menarik. Aku hampir menangis begitu temannya pun ikut membantu. Sedangkan aku kalah jumlah dengan mereka. "Ly, tarik!" teriak wanita yang mengintrupsikan temannya agar membantu menarik. "Jangan!!! kumohon!!!" pintaku memohon agar mereka tidak menarik khimarku lagi. Sepertinya aku memang salah malah meladeni perlawananya tadi. Kurasa semua orang melihat kearahku. Mereka hanya melihat tak berniat membantu. Ingin menangis rasanya, bagaimana kalau khimarku ini berhasil terlepas? Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Tapi terlambat, khimarku telah ada ditangan wanita berambut ombre. Mataku membulat tak percaya. "Khimarku ... " ucapku pelan dan tanpa aba-aba air mataku meluruh. Aku segera menutup kepalaku yang untung saja aku masih mengenakan inner hijab ninja sehingga tidak langsung mengekspos auratku. "BERIKAN KEPADAKU!!!" teriakku dengan amarah yang telah diumbun-umbun. Demi apapun aku membenci orang yang mengusik aku dalam beribadah. "Uhhh dia menangis, Ta. Kasihan. Nih ambil," ucap wanita berambut curly  lalu melemparkan khimarku ke sembarang arah. Amarahku menggebu-gebu sekarang tapi khimarku lebih penting. Aku dengan cepat mengambil khimarku tetapi ternyata telah diambil oleh sebuah tangan seorang. Aku mendongak dan menemukan seorang pria yang sangat familiar denganku. "SIAPA YANG MELEMPARKAN INI!!!" teriaknya marah. Aku semakin menangis begitu ia mendekat kearahku. Aku langsung menyambar khimarku dari tangannya dan langsung  berlari pergi. Air mata tak henti-hentinya menetes dan membasahi wajah serta khimarku yang telah aku pakai sembari berjalan tadi. Air mataku tak bisa ku bendung lagi. Aku gagal. Sakit rasanya sakit hiks ... hiks ... Ya Allah, maafkan hamba karena hamba belum bisa menjaga diri hamba ... Ayah maafkan aku ... Aku terus berlari keluar area pesta dan pergi tanpa arah. Aku hanya ingin mencari tempat yang bisa membuatku tenang. *** Aku berhenti di pinggir jalan. Mataku menatap nanar jalanan yang kini telah sepi pengendara. Aku pun terduduk di trotoar beristirahat dan menormalkan irama nafasku yang tak beraturan. Kenapa aku tak melawan tadi? Kenapa? Apakah tadi auratku telah terbuka? Apakah ada seorang laki-laki yang melihatku? Ya Allah hamba sangatlah berdosa. Wanita yang tidak menutup auratnya di ancam tidak akan mencium bau surga sebagaimana yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu beliau berkata  قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلَاتٌ مُمِيلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَمْثَالِ أَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَتُوجَدُ مِنْ مَسِيْرةٍ كَذَا وَكَذَا Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (yang pertama adalah) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (yang kedua adalah) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berpaling dari ketaatan dan mengajak lainnya untuk mengikuti mereka, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” [HR. Muslim, no. 2128] Bulir bulir air masih mengalir di pipiku. Aku menyesal, iya aku menyesal masih tak bisa menjaga auratku. Aku mengusap cepat sisa air mataku di pipi begitu mendengar suara langkah kaki di belakangku. "Ra, maafkan aku yang terlambat menolongmu." Sebuah suara terdengar dari belakangku. Aku kenal betul suara ini walaupun aku tak melihat orang itu. Aku seharusnya berterimakasih kepadanya, tapi hatiku masih kacau, sungguh. "Pergilah, aku ingin sendiri," ucapku dengan suara parau. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD