(4) Fact

3453 Words
“Apa ini kami?” Pertanyaan Rega tersebut seketika membuat semuanya langsung melirik ke arah Peter dengan pandangan menuntut jawaban. Pria itu lantas tersenyum, “Kau benar-benar jenius, Rega,” pujinya yang sama sekali tidak dihiraukan oleh Rega. Pemuda berambut hitam tersebut justru malah mengerutkan kedua alisnya menunggu jawaban dengan tidak sabar. “Itu memang kalian! Kalianlah Watchwizard yang diramalkan Lord Hugeman. Sebab itulah aku menyuruh kalian datang kemari,” jelas Peter memberitahu sebuah fakta yang rasanya sangat sulit dipercaya. Sontak saja keempat remaja itu membulatkan mata dengan mulut menganga lebar. Terkejut? Tentu saja! Tapi, mereka tidak akan semudah itu untuk dibohongi. “Bercandamu tidak lucu, Profesor!” Protes Lavender, ia merasa, Peter ini sedang mengada-ngada. Dan jika benar hanya kebohongan, itu tidak lucu sama sekali. Holly, si gadis berambut pirang ikut menimpali, “Ayolah, pasti Profesor sedang bercanda. Tidak mungkin itu kami!” “Aku tidak bercanda, Holly. Ini adalah sebuah kebenaran,” sahut Peter memasang ekspresi seriusnya, membuat mereka berempat langsung diam. Suasana mendadak hening, mereka semua bergeming dalam kesunyian yang mereka ciptakan sendiri. Pikiran dan benak mereka berkecamuk membuat badai. Berbagai macam pertanyaan berkeliaran, tapi tak ada satupun jawaban yang dapat menjelaskan sebab serta alasannya. Peter menghela napas lelah entah untuk yang keberapa kali, lantas dilihatnya wajah keempat remaja di hadapannya satu per satu. “Kalianlah utusan yang dipercaya Lord Hugeman. Ia telah mempercayakan Magic crystal kepada kalian.” “Tapi kami sama sekali tidak memiliki kekuatan apapun,” sanggah Rega. Ia tidak akan percaya sebelum mendapat bukti. Sebuah bukti yang nyata. “Iya, bagaimana bisa kami menjaga Magic crystal?” tambah Tom, membuat Peter lagi-lagi menghembuskan napas lelah. 'Mereka anak-anak yang keras kepala', batin Peter mendesah frustasi. Ia memejamkan mata selama beberapa detik untuk berpikir, encari cara agar dia bisa meyakinkan keempat remaja di hadapannya. “Hm, apa kalian tidak berpikir? Untuk apa Lord Hugeman mengutus kalian kalau kalian tidak memiliki kekuatan apapun?” Ucap Peter seraya menarik kertas berisi gambar dari genggaman Rega. Diperhatikannya empat remaja yang ada di dalam gambar dengan empat remaja yang sedang bersamanya secara bergantian. Dilihat dari segi manapun, mereka memang mirip. Jadi, sudah jelas bukan kalau Peter tidak berbohong? “Tapi kenyataannya memang seperti itu 'kan?!” Tom masih bersikukuh pada pendiriannya. Ia menatap Peter  meminta persetujuan. Akan tetapi Peter malah menggeleng, tidak menyetujui pendapat Tom. “Kalian salah. Kekuatan kalian masih disegel,” katanya, menatap empat remaja tersebut dengan sungguh-sungguh. “Ada sebagian jiwa Lord Hugeman yang terkunci dalam tubuh kalian. Kalian sudah terikat dengan Magic crystal.” Perkataannya itu membuat Rega, Tom, Holly, dan Lavender tidak bisa mengatakan apapun untuk menyangkal ucapannya. Sedikitnya mereka mulai mempercayai apa yang dikatakan Peter. Tapi jauh di lubuk hati mereka, mereka ingin membantahnya, dan menganggap bahwa semua ini hanya mimpi. “Aku bisa membuka segelnya. Tapi jika kalian mengizinkan,” lanjut Peter. Tidak. Mereka tidak mau. Bukankah itu sudah jelas? Mereka ingin tetap menjadi manusia normal. Bukan manusia super seperti dalam cerita pengantar tidur anak-anak. Dulu, mereka bahkan pernah meremehkan keberadaan manusia super. Dan menganggap bahwa itu semua hanya khayalan orang yang tidak punya kerjaan. “Kalau tidak mau. Bersiaplah menghadapi kehancuran. Ini adalah pilihan hidup dan mati,” ucap Peter mengompori, memprovokasi dan sedikit mengancam. Mereka tahu mereka tak punya pilihan lain selain mengangguk setuju. Hanya saja mereka masih ragu untuk melakukannya. Keempat remaja itu terdiam saling pandang, seolah sedang bertelepati lewat tatapan mata. Lavender memejamkan matanya, ia tidak percaya harus mengatakan hal ini. “Apa efek sampingnya jika segel itu dibuka?” Diam-diam Peter mengulum senyum, ia tahu  mereka sudah kalah. “Tubuh kalian akan terasa panas saat segel dibuka. Tapi itu tak berlangsung lama, hanya sekitar 10 menit,” jelasnya memberitahu. Mereka menghembuskan nafas, kemudian mengangguk bersamaan. Dalam hati mereka mulai berharap, semoga nanti mereka tidak menyesali keputusan ini. Dan sepertinya, mulai saat ini mereka harus mengucapkan selamat tinggal pada kebebasan. “Baiklah. Lakukan!” Kata Rega memutuskan dan diangguki semuanya. Membuat Peter berulang kali mengucapkan kalimat syukur dalam hati. Peter menyuruh mereka saling berpegangan tangan. Ada selembar kertas panjang dengan tulisan aneh yang tidak mereka tahu artinya, berada di tengah meja. Peter menempelkan kedua tangannya, lalu mengucapkan sebuah mantra yang sangat panjang. Empat remaja itu menutup mata karena rasa panas mulai dirasakan oleh mereka. Kemudian kertas panjang itu bersinar terang. Semakin terang sinarnya, semakin besar rasa panas yang dirasakan oleh empat remaja tersebut. “Jangan berteriak! Ini hampir selesai!” perintah Peter ketika mendengar ringisan kecil mereka berempat. Karena demi apapun, itu sangat panas. Lavender, Holly, Rega dan Tom hanya menggeram menahan panas yang mendera. Membuat tubuh mereka terasa dilalap api. Nyaris meleleh seperti besi yang dicairkan. Jika boleh, mereka ingin mengucapkan kalimat sumpah serapah paling terkutuk yang pernah ada. Dan jika boleh jujur, mereka ingin berteriak sekencang-kencangnya untuk melampiaskan rasa sakit dari panas di tubuh mereka. Tulisan yang ada dalam kertas itu tiba-tiba keluar, melayang-layang di udara. Kemudian lenyap saat Peter mengucapkan sebuah mantra lagi. Kertas kosong yang ditinggalkan oleh tulisannya itu perlahan mulai dipenuhi simbol-simbol aneh dengan warna yang berbeda-beda. Perlahan mereka merasakan ada sesuatu yang menjalar, melilit pergelangan tangan kiri para Watchwizard. Entah apa itu, yang pasti rasa panas dari sesuatu yang merambat memutari pergelangan tangan tersebut terasa seperti akan memutuskan tangan mereka. Saat sinar dari kertas itu meredup, rasa panas di tubuh mereka juga semakin tidak terasa. Di saat itulah mereka secara bersamaan menghela napas lega. Merasa bahwa penderitaan telah berakhir. “Bukalah mata kalian!” suara Peter kini terdengar menyejukkan, seperti hembusan angin di gurun pasir. Mereka pun membuka mata secara bersamaan, yang langsung disambut senyum lebar Peter seakan-akan mereka berempat baru saja kembali setelah berkelana sangat jauh. Karena penasaran, Tom langsung memperhatikan bagian tubuhnya yang tadi sempat memberikan rasa panas teramat sangat. Dan menyadari bahwa ada sebuah ukiran aneh seperti tato yang melilit pergelangan tangannya. “Tanda apa ini?” tanyanya sembari memperhatikan tanda tersebut secara detail. Melihat pergelangan tangan Tom yang memiliki tanda, ketiga remaja lain juga langsung melihat pergelangan tangan kiri mereka. Sontak kedua alis mereka langsung bertaut mendapati pergelangan tangan kiri mereka juga dililit oleh sebuah tanda. Pantas saja tadi di bagian itu terasa sangat panas melebihi di tubuh bagian lain. “Itu tanda kalau kalian adalah Watchwizard,” ucap Peter memberitahu. Membuat mereka mengangguk mengerti secara bersamaan. Pergelangan tangan mereka dililit oleh ukiran aneh tapi cantik. Tanda milik Lavender berwarna ungu, Holly berwarna merah muda, Rega berwarna biru laut dan Tom berwarna kuning. Biarpun terlihat mengganggu karena sangat mencolok. Namun tanda itu menghias dengan menawan. Tidak buruk. “Lihat! Tanda ini mirip dengan tanda yang ada di kertas itu,” tunjuk Tom pada kertas panjang yang ada di tengah meja. “Oh, benar...” gumam Holly yang berbinar menatap tanda di pergelangan tangannya dan di kertas secara bergantian. Rega yang mulai menyadari sesuatu lantas mengerutkan alis bingung, “Bukankah tadi yang ada di kertas itu adalah sebuah tulisan aneh?” “Iya, tulisan itulah yang menyegel kekuatan kalian. Dan sekarang kekuatan kalian telah terbuka seutuhnya,” jelas Peter yang hanya diangguki oleh mereka berempat. Lavender memperhatikan tandanya selama beberapa saat, “Kenapa tanda di lengan kami memiliki bentuk yang berbeda-beda?” tanyanya. “Dan kenapa warnanya juga berbeda?” Tom menambahkan. Peter melirik kertas di hadapannya sebelum menjawab, “Bentuk tanda itu melambangkan jenis kekuatan kalian. Sedangkan warna melambangkan kepribadian kalian.” Keempatnya hanya saling bertatapan tak percaya. Ada banyak sekali hal tak terduga yang terjadi hari ini. Dan semua hal itu sungguh sulit dipercaya. Seperti mimpi yang terasa nyata tapi tidak benar-benar nyata. Entahlah, semua ini sulit dijelaskan. Tatapan Peter tertuju ke arah Lavender, ada senyum kecil di wajahnya. “Tanda milik Lave membentuk ukiran gabungan dari beberapa elemen yang merupakan kekuatannya. Warna ungu melambangkan sifat Lave yang misterius, unik dan kuat,” jelasnya. Sedangkan di tempatnya Lavender hanya terdiam memandangi tanda di pergelangan tangan kiri dengan perasaan campur aduk. Namun yang lebih mendominasi adalah kecewa. Kecewa karena semua yang ingin dianggapnya hanya halusinasi ini ternyata adalah fakta. Selanjutnya perhatian Peter beralih pada Rega yang tampak tenang duduk di kursinya, “Tanda Rega merupakan ukiran yang melambangkan ilmu pengetahuan dan para hewan. Warna biru langit memberikan arti sifat Rega yang cerdas, bijaksana dan tenang.” Percaya tidak percaya, itulah hal yang Rega dengar. Entah harus senang atau sedih. Rega tidak tahu. Takdir terasa mulai mempermainkannya. “Tanda milik Tom merupakan ukiran yang melambangkan energi besar dan awan. Warna kuning mengartikan sifat Tom yang ceria, optimis dan ramah.” Ini penjelasan Peter yang ketiga. Dan Tom mendengarnya dengan takjub, sangat berlainan dengan Lavender serta Rega. Peter mengulum senyum ketika melihat sorot tak sabar di wajah Holly, “Yang terakhir tanda Holly. Ukiran itu melambangkan tumbuhan dan kekuatan penyembuhan. Warna merah muda menjelaskan sifat Holly yang penyayang, lucu dan lemah lembut,” beritahunya. Mungkin diantara yang lain, Holly adalah orang yang terlihat paling senang mendengar semua penjelasan Peter. Pikiran polosnya mulai membayangkan bahwa dengan kekuatannya, ia bisa menjadi heroine dalam cerita fantasi yang sering dibacanya. Reaksi yang mereka berempat sekarang tunjukkan, sebenarnya sudah menjelaskan bagaimana mereka ke depannya. Peter sudah memprediksikan banyak hal. Mulai dari yang baik hingga yang buruk. Puas bergelut bersama pikirannya, Rega memandang Peter serius. “Apa Profesor bisa menjelaskan secara rinci kekuatan yang kami miliki?” pinta Rega, ada sedikit intimidasi dalam sorot matanya. “Benar, tolong beritahu kami detailnya!” dari tempat duduknya, Lavender menambahkan. Dia bahkan melakukan hal yang sama dengan Rega, memandang Peter dengan tatapan sedikit mengintimidasi. Peter tersenyum, lalu mengangguk pelan. Sedikitnya dia mengerti apa yang tengah dirasakan Rega dan Lavender. Peter berharap, penjelasannya ini bisa sedikit menjawab pertanyaan buntu di kepala mereka. Serta berharap, semoga setelah ini mereka bisa menerima kenyataan sebagai Watcwizard. “Oke. Kita mulai dari Holly.” Peter menopang dagunya pada meja, wajahnya mulai serius kembali. “Seperti yang kukatakan sebelumnya, Holly mempunyai kekuatan tumbuhan dan penyembuhan. Itu artinya, kekuatanmu adalah mengendalikan tumbuhan. Itulah kekuatan utamamu, Holly. Tumbuhan itu bisa dijadikan s*****a ataupun pelindung untukmu. Kau juga mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan, baik itu luka ringan ataupun berat sekalipun.” “Woah, benarkah?!” Holly berdecak kagum. Binar senang makin terpancar dalam sorot matanya. “Semua keterangan lengkapnya ada di sini. Gulungan ini merupakan salah satu ramalan Lord Hugeman. Kau bisa membacanya nanti,” ucap Peter sembari menyerahkan sebuah gulungan kepada Holly yang diterima gadis itu dengan senang hati. “Jadi, selain mengutus kami. Dia juga telah memprediksi kekuatan kami sampai sedetail itu?” Rega menggelengkan kepalanya tak percaya. Sebenarnya, makhluk sejenis apa Lord Hugeman ini? Dewa? Malaikat? Pria setengah baya itu hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan Rega, “Dia memang penyihir terhebat yang pernah ada,” katanya. Lalu menyerahkan gulungan sisanya pada Watchwizard, “Ini gulungan kalian bertiga,”  Di dalam gulungan, semuanya sudah dijelaskan sangat detail. Mulai dari kelebihan, kelemahan, teknik-teknik sihir, larangan, sampai cara menggunakannya pun sudah tertulis lengkap di sana. “Bisa kita lanjutkan penjelasannya?” Lavender berdeham, memandangi teman-temannya yang tampak sibuk melihat isi gulungan masing-masing. Peter melipat kedu tangannya di atas meja, “Baiklah, selanjutnya Tom. Kau punya kekuatan yang paling unik di antara teman-temanmu yang lain, Tom” ujar Peter, tatapannya fokus memperhatikan Tom yang kini terlihat mengerutkan dahi bingung. “Unik?” Tom mengerjap tak mengerti. “Sebelumnya kau mengatakan energi besar dan awan. Apa maksudnya itu?” Tom menatap Peter, menunggu jawaban dengan tidak sabar. “Itu artinya, kau mempunyai kekuatan memanipulasi ukuran dan berat makhluk hidup ataupun benda. Seperti cerita anak-anak itu. Apa ya namanya? Yang superhero pake celana dalam di luar itu" Peter berpkir keras. “Oh! Maksudmu Superman?!” Pekik Tom. Menyebutkan superhero yang diingatnya. Peter pun mengangguk membenarkan. “Maksud Profesor, Tom memiliki kekuatan seperti Superman?” Tanya Rega dengan dahi berkerut. “Ya, seperti itu!” jawab Peter singkat, membenarkan pendapat Rega. “Apakah aku mempunyai mata laser juga?” Tom bertanya dengan bersemangat. Wajah polosnya saat bertanya membuat ketiga temannya yang lain mengulum senyum geli. Peter tergelak atas pertanyaan konyol Tom, “Tentu saja tidak,” responnya cepat. Tom mendesah kecewa, “Yah... kukira aku punya mata laser seperti Superman,” ujarnya lesu, wajah semangat Tom menghilang seketika. “Lalu, yang dimaksud awan itu apa maksudnya?” tanya Lavender sambil menopang wajahnya menggunakan kedua lengannya. Sontak ketiga remaja lain yang sebelumnya sibuk dengan kegiatan masing-masing langsung melihat ke arah Peter. Ikut merasa penasaran dengan pertanyaan Lavender barusan. Terutama Tom yang kini memandang Peter tidak sabar. “Itu artinya Tom bisa mengendalikan dan membuat awan,” Peter menatap Tom dengan senyum lebar. Sekali lagi Tom berseru antusias. Senang karena memiliki kekuatan unik yang tidak dimiliki oleh orang lain. “Lebih lanjutnya, baca saja yang ada di gulungan tersebut,” Perintah Peter, telunjuknya mengarah pada gulungan yang ada di hadapan Tom. Tom pun mengangguk patuh, “Siap!” “Selanjutnya siapa?” Holly bertanya agar Peter segera menjelaskan kembali kekuatan kedua temannya yang tersisa. Kali ini tatapan Peter beralih ke arah Rega, “Rega, apa kau sudah paham maksud pembicaraanku sebelumnya mengenai kekuatanmu?” tanya Peter. Sebenarnya Peter yakin kalau Rega sudah mengerti meskipun tanpa dia jelaskan. Sebab anak yang satu ini memiliki kecerdasan dan IQ di atas rata-rata. Dan Peter merasa beruntung karena ada seseorang yang jenius di dalam keempat anak ramalan Lord Hugeman. Pemuda berambut hitam itu tampak mengerutkan dahinya, berpikir. “Mungkin kekuatanku berpusat pada otak. Jadi, sepertinya aku bisa mengendalikan dan membaca pikiran seseorang. Mungkin juga aku bisa berkomunikasi dengan siapapun melalui pikiranku, seperti semacam telepati? Sebab itu juga mungkin aku bisa mengendalikan pikiran hewan-hewan?” ungkap Rega, memberitahukan pendapatnya. Seketika Peter tersenyum lebar, dugaannya benar, dia tidak perlu repot-repot menjelaskan karena Rega sudah mengerti. Rega rupanya adalah anak yang luar biasa. Tom yang tampak tertarik, memperhatikan Rega dengan berbinar, “Menghipnotis? Bisakah?” tanyanya. Peter langsung mengangguk, “Ya, dia bisa menghipnotis. Dia juga bisa membuat apapun menuruti perintahnya hanya melalui tatapan mata,” jawab Peter mewakili Rega. “Geniuses boy,” gumam Lavender seraya melemparkan senyum tipis pada Rega yang duduk di samping kirinya. “Thank's!” Rega membalas senyuman tipis Lavender. Holly yang sebelumnya hanya diam mendengarkan, kini bersuara, “Bagaimana dengan Lave? Apa kekuatannya?” Peter langsung terdiam, mimik wajahnya berubah sangat serius. Ia menghela napas dalam, kemudian menghembuskannya dengan kasar. Dalam sekejap suasana menjadi tegang, terlebih lagi saat mereka melihat bayangan hitam di wajah Peter. Semuanya diliputi rasa penasaran dan kecemasan disaat yang bersamaan. Entahlah, ekspresi wajah Peter sedikit menjelaskan bahwa apa yang akan disampaikannya tidak terlalu baik. Sekali lagi Peter menghela napas panjang, “Lave, mungkin bisa dibilang kekuatanmu yang paling besar di antara temanmu yang lain. Sangat berbahaya kalau kau tidak bisa mengendalikannya.” Kata-kata Peter membuat mereka ikut-ikutan memasang ekspresi tegang. “Kekuatanmu adalah pengendali seluruh elemen. Mulai dari angin, tanah, api, air, petir, salju, bahkan cahaya. Biasanya penyihir hanya memiliki satu elemen. Tapi kau memiliki semuanya. Mengendalikannya bukanlah hal mudah. Kalau kau tidak bisa mengontrol emosi, kekuatan itu akan lepas kendali. Nyawamu dan semua orang di sekitarmu akan terancam jika hal itu terjadi. Bahkan lima negarapun akan hancur jika Lavender dikuasai oleh emosinya.” Penjelasan Peter membuat mereka bergidik ngeri. Di tempatnya Lavender tercekat, lidahnya tiba-tiba kelu dan tenggorokannya terasa kering. Susah payah dia menelan ludahnya. Ternyata alasan dibalik kegelisahan yang ia rasakan sedari tadi adalah ini. Lavender tidak menyangka akan mendapat takdir seberat ini. Bahkan dalam mimpi sekalipun, hal seperti ini tak pernah dialaminya. Sekarang, dia harus bagaimana? “Kenapa kekuatan seperti itu diberikan padaku?! Terlebih lagi, aku kan perempuan,” protes Lavender. Ekspresinya berubah keras, nada suaranya terdengar dingin dan sinis. Peter yang menyadari perubahan itu lantas menghembuskan napas kasar, sepertinya ini akan sedikit sulit. “Tenanglah... kau pasti bisa mengendalikannya. Terutama elemen petir dan salju. Dua elemen itu akan sangat mudah lepas kendali,” lanjut Peter, ada nada kekhawatiran dalam kalimatnya. Gadis berambut coklat tersebut menggeram tertahan, tampak tidak terima dengan semua hal yang didengarnya. “Bagaimana kalau aku tidak bisa?” ujar Lavender sinis. Sejujurnya Peter pun ragu. Hanya saja... hanya saja dia tidak boleh menunjukkannya. Maka dari itu Peter memilih tersenyum, sebuah senyum yang ia harap mampu menenangkan Lavender. “Ada mereka di sampingmu. Apa kau meragukan mereka?” ujar Peter sembari menunjuk Rega, Tom dan Holly. Mereka bertiga tersenyum lebar, kemudian mengangguk menyetujui. “Kami akan membantumu!” kata Rega dengan senyum tipis. “Kita akan selalu di sampingmu, Lave!” tambah Holly sambil tersenyum manis. Tom juga tak tinggal diam, “Jangan khawatir!” timpal Tom yang juga tersenyum ke arah Lavender. Kalimat yang diucapkan mereka bertiga sedikitnya berhasil membuat Lavender merasa lebih baik. Ada perasaan lega yang menelusup ke dalam hatinya meskipun hanya sedikit. Batinnya langsung mengatakan kalau ia harus mulai mempercayai mereka bertiga. Perlahan Lavender tersenyum, meskipun hanya senyum kecil yang samar, setidaknya itu sudah memberitahu kalau dia baik-baik saja. “Terima kasih.” Diam-diam Peter tersenyum melihat ikatan pertemanan mereka yang mulai terbentuk erat, “Kalian akan menjadi tim yang hebat!” puji Peter ikut menyemangati. Keempatnya mengangguk setuju. Masing-masing dari mereka mulai membentuk sebuah tekad yang kuat dalam hati. Karena sesulit apapun rintangan yang harus mereka hadapi nanti, mereka harus tetap menerimanya. Inilah takdir. Sebenci apapun kau terhadap takdirmu, dia akan tetap menjadi bagian dari hidupmu. Suasana berangsur normal kembali, hawa ketegangan yang sebelumnya menyelimuti, kini seolah menguap begitu saja. Di saat itulah Peter beranjak dari duduknya. “Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan pada kalian,” katanya seraya berjalan mendekati sebuah rak buku yang ada di sudut ruangan. Ia kemudian menggumamkan sebuah mantra tepat di depan rak buku tersebut. Perlahan, rak buku itu bergeser, menampakkan sebuah ruangan yang gelap. “Kemarilah!” pinta Peter kepada empat remaja itu. Mereka berempat menurut, berjalan menghampiri Peter. Lalu berdiri di belakang pria berusia setengah abad itu. Peter kembali membuat bola cahaya di tangannya. Kemudian, melangkah masuk ke dalam. Lavender dan yang lainnya pun mengekorinya dari belakang. Di dalam ruangan itu terdapat empat buah kotak kaca beserta benda yang tersimpan manis di dalamnya. Melihat benda tersebut, tiba-tiba darah di tubuh mereka berempat berdesir, seolah sedang menyapa sesuatu yang menjadi bagian tubuh mereka. “Apa ini?” Holly yang penasaran lantas bertanya, dia menempelkan kedua lengannya di permukaan kaca, memperhatikan sebuah tongkat kayu berukiran cantik yang menarik perhatiannya. Peter meliriknya sekilas, “s*****a yang disiapkan Lord Hugeman, khusus untuk kalian,” jawabnya tenang. Seketika mata mereka berempat membelalak lebar. Satu lagi hal yang tak terduga mereka dapati di hari ini. Kegilaan macam apa lagi ini? Mereka sudah cukup lelah karena terlalu sering dibuat terkejut. “APA?!” teriak mereka bersamaan. Peter hanya bisa tutup telinga, mengamankan pendengarannya yang mungkin terancam bahaya akibat teriakan membahana mereka berempat. “Bagaimana bisa dia menyiapkan semua ini dengan sangat sempurna?” Rega berujar tak percaya. Dia mendekati salah satu kotak kaca tersebut, manik mata abu-abunya memperhatikan sebuah pedang katana dari balik kaca dengan wajah yang masih diliputi keterkejutan. “Bagi penyihir sepertinya, tidak ada yang tidak mungkin,” balas Peter santai, seolah sudah terbiasa. Lavender memperhatikan s*****a-s*****a tersebut dengan tidak percaya, “Apakah benar ini dibuat khusus untuk kami?” gumamnya pelan, tapi masih terdengar oleh Peter. “Begitulah. Hanya kalian yang bisa menggunakannya. Hanya. Kalian.” Peter menjawab dengan menekankan kata-kata terakhirnya. Mereka mengangguk paham, setidaknya untuk beberapa hal. Karena sebenarnya masih ada banyak pertanyaan tak terjawab di pikiran mereka. “Apa benar semua ini s*****a? Maksudku yang ini?” Tom menunjuk salah satu kotak kaca yang di dalamnya terdapat sebuah gulungan pita berwarna ungu muda. “Tentu! Hanya Lave yang bisa memakainya! Karena ini s*****a miliknya,” jawab Peter sembari melirik Lavender yang tampak terkejut. “Aku?” Lavender menunjuk dirinya sendiri, terlihat tidak yakin. Setelahnya ia melihat ke arah gulungan pita tersebut, “Err... ini terlalu feminim,” gumamnya ragu. Tak sengaja mendengar gumaman Lavender, sontak Tom mengerutkan dahi bingung. “Kau tidak mau disebut feminim?” Tom memandang Lavender heran. “Tidak,” jawab Lavender cepat, bahkan tanpa berpikir. Tom memandangnya aneh, 'Baru kali ini aku menemukan perempuan yang tidak mau disebut feminism. Sebenarnya dia perempuan macam apa?', batinnya, tidak mengerti dengan pola pikir Lavender. “Yeah, baiklah. Sudah cukup melihat-lihatnya!” seru Peter, “Sekarang silahkan ambil s*****a kalian masing-masing!” perintah Peter tiba-tiba. “Rega, senjatamu pedang katana. Palu silver itu milik Tom, sedangkan tongkat yang di ujung punya Holly!” beritahunya. Sesuai perintah Peter, mereka berempat langsung mengambil s*****a masing-masing dan bergegas keluar dari ruangan tersebut. Dan begitu sudah duduk di tempat mereka semula, keempat remaja itu langsung sibuk meneliti senjatanya. “Kapan kita bisa menggunakan s*****a ini?” Tom bertanya sembari memperhatikan palu berukuran sedang di genggamannya. “Kau sudah seperti Thor saja dengan palu itu, Tom,” ujar Lavender seraya meletakan gulungan pita miliknya di atas meja. Kalimat itu tentunya membuat Tom senang, “Benarkah?” ucapnya antusias, “Aku pasti terlihat gagah sekali dengan palu ini.” Tom berujar dengan penuh percaya diri, mengundang tawa dari empat manusia yang duduk manis di depannya. “Kau terlalu berlebihan. Badanmu yang kurus kerontang itu sama sekali tidak bisa disamakan dengan tubuh berotot milik Thor!” ledek Rega sambil mengibas-ngibaskan tangannya. “Hei! Hei! Hei! Kau tidak lihat? Tubuh atletis begini kau sebut kurus kerontang?” protes Tom sambil berkacak pinggang. Melihat perdebatan kecil itu Peter menggeleng-gelengkan kepalanya, “Sudahlah, Tom. sebaiknya kau duduk. Ada yang ingin kubicarakan,” perintah Peter. Dengan sedikit berat hati Tom pun akhirnya duduk. Wajahnya masih menampilkan raut kesal, terlebih tatapan sinis yang ia berikan kepada Rega. Sedangkan Rega hanya tertawa pelan, merasa puas karena sudah membuat Tom kesal. Setelah semuanya duduk manis di tempat masing-masing, Peter berdeham, “Ehm... sebelumnya kalian harus berlatih menggunakan s*****a dan mengendalikan kekuatan kalian. Itu membutuhkan waktu yang cukup lama,” beritahunya. “Untuk sekarang kubiarkan kalian pulang ke rumah kalian masing-masing selama dua hari. Ingat! Hanya dua hari! Setelah itu, kalian kembalilah kesini! Aku sudah meminta cuti yang lumayan panjang kepada pihak sekolah kalian. Jadi, kalian tidak perlu khawatir,” jelas Peter yang seketika mendapat respon yang berbeda-beda dari keempat remaja tersebut. Kata 'cuti' tentunya membuat Tom senang bukan main, “Yeay! Akhirnya aku bisa berlibur!” serunya girang sembari mengangkat kedua lengannya tinggi-tinggi. Melihat kelakuan remaja yang satu itu Peter tidak bisa untuk tidak menggelengkan kepala sambil menghembuskan napas lelah, “Kau memang cuti. Tapi, kau harus tetap menjalankan amanahku untuk melatih kemampuanmu, Tom,” Peter memperingati. Ia memandang tajam ke arah Tom. Yang ditatap tajam malah nyengir dengan wajah innocent. “Kami mengerti, Profesor,” kata Rega yang kemudian beranjak dari duduknya, hendak pamit pulang. Namun gerakannya terhenti karena Peter segera menginterupsi, “Mau kemana? Masih ada satu hal lagi yang ingin aku tunjukkan!”   =»«=      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD