(7) Hugeman Diary Part 2

2216 Words
Lavender point of view . . Setelah melihat keberadaan Lea yang menunggu di luar kelas, aku langsung membereskan buku pelajaran serta alat tulis ke dalam tas sampai mejaku rapi kembali. Setelahnya aku segera menghampiri sahabatku yang satu itu untuk pulang bersama. Kami berdua berjalan beriringan menuju gerbang sekolah sambil berbincang ringan. Kala itu kulihat langit mulai gelap diikuti hembusan angin dingin yang berhembus kencang. Melihat tanda-tanda tersebut, lantas aku dan Lea mempercepat langkah kami agar tidak terjebak hujan. Akan tetapi sesuatu yang begitu menarik perhatian membuatku refleks berhenti melangkah sampai Lea kebingungan melihat sikapku. Dengan dahi berkerut aku memperhatikan seorang pemuda berambut coklat yang sedang berdiri di samping mobil sport berwarna merah. Tatkala dia melihat keberadaanku, pemuda berambut coklat tersebut langsung melambaikan tangannya sembari tersenyum kelewat lebar. Sikapnya yang seperti itu tentunya menarik perhatian orang lain hingga kini kami menjadi pusat perhatian. “LAVE!” panggilnya tanpa peduli diperhatikan orang-orang atau tidak. Melihat itu, seketika Lea menyikut lenganku cukup keras. Mata biru tuanya melirik ke arahku seolah meminta jawaban atas semua ini. “Siapa dia?” bisik Lea dengan suara pelan. Sejujurnya aku kurang nyaman dengan hal seperti ini. Apalagi jika harus mengenalkan Lea pada makhluk tampan seperti Tom. Mengingat sikap Lea yang agak agresif, aku jadi bingung harus melakukan apa. Dikenalkan pada Rega saja dia sudah jadi seperti itu. Tapi setelah melihat tatapan menuntut Lea, aku tahu aku tidak bisa menghindari ini. “Err… dia Tom, salah satu dari Watchwizard yang kuceritakan.” Lea ber-oh ria seakan mengerti ucapanku. Habis ini dia pasti akan mengeluarkan sifat fangirl-nya. “Ya ampun! Tampannya!” seru Lea histeris. Di detik selanjutnya dia sudah melotot seram padaku, “Kenapa yang seperti ini baru kau beritahu, huh? Kau ingin menyembunyikannya dariku dan menikmatinya sendiri ya?” Kan, sudah kubilang. Belum sempat aku berpikir untuk mengatasi situasi ini, Lea sudah lebih dulu menghampiri Tom dengan percaya diri. Meninggalkanku seorang yang masih kebingungan melihat tingkah ajaibnya yang sama sekali tidak dapat kuprediksi. “Kau temannya Lavender?” Itulah yang kudengar saat aku mendekati keduanya. Melihat tingkah agresif Lea, aku sontak mencubit tangannya supaya dia tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Akan tetapi secepat itu pula Lea membalasku. Dia menyikut perutku agar aku diam dan tidak menganggu pendekatannya. “Oh, benar. Perkenalkan, namaku Thomson Traveers. Salam kenal ya.” Ajaibnya Tom menjawab begitu saja tanpa meras curiga sedikitpun. Luar biasa. Lea dengan semangat langsung mengulurkan tangannya agar bisa berjabat tangan dengan Tom, “Aku Lea Allinger. Senang bertemu denganmu!” Aku diam saja saat mereka berjabat tangan, dilanjutkan oleh Lea yang menanyakan banyak hal pada Tom. Di saat seperti ini aku benar-benar tidak bisa mengerti apa saja yang mereka bicarakan. Keduanya bisa langsung akrab hanya dalam beberapa detik. Hebat sekali. “Ehem, Lave.” Saat mendengar panggilan tersebut barulah aku menengok. Sepertinya mereka berdua baru sadar kalau aku ada di sana. “Ya?” “Apa pita yang kau pakai di rambutmu itu s*****a milikmu?” tanya Tom, raut wajahnya terlihat sangat tertarik dengan hal ini. Entah kenapa. Aku mengerjapkan mata selama beberapa saat sebelum mengangguk, “Oh, iya.” Tom tampak antusias, “Bagus. Cocok untukmu!” Memujiku hanya akan membuat canggung, percayalah. Jadi aku hanya tersenyum kecil sambil berterima kasih. Setelahnya aku bahkan langsung mengalihkan pandangan, berusaha menyamarkan diri agar tidak di-notice siapapun. “Oh, ya, Lave. Apa kalian mau pulang bersamaku?” ajak Tom kemudian sambil melirik mobil sport merahnya. Kulihat Lea sudah mengedip-ngedipkan matanya padaku, memaksa agar aku meng-iyakan tawaran Tom. tatapan matanya sekarang seolah mengatakan ‘Ayo cepat bilang iya! Awas saja kalau kau menolak! Aku akan menggundulimu nanti!’. Tapi ketahuilah, aku sudah kebal pada ancaman dan paksaan Lea. Maka tanpa ragu aku menggeleng. “Tidak usah, Tom. Rumahku dan rumah Lea dekat dari sini, jadi kami akan berjalan kaki saja.” Seketika Lea langsung mencubitku, wajahnya merengut tidak setuju. Tapi sekali lagi aku tidak akan terpengaruh. “Terima kasih banyak atas tawarannya,” lanjutku sambil tersenyum dengan benar kali ini. Tom tersenyum maklum, “Begitu ya, baiklah. Kalau begitu sampai jumpa di kastil nanti.” Pemuda berambut coklat itu kemudian memasuki mobil sport merahnya yang tampak mencolok di jalanan, lalu melambaikan tangannya sebelum menghilang di balik kaca jendela mobil yang gelap. Begitu Tom pergi, Lea langsung menyerbuku dengan omelannya yang sangat panjang. Sampai-sampai perjalanan pulang kami dipenuhi oleh amukan Lea terhadapku.   =»«=   “Hujan…” gumamku saat melihat langit mulai menurunkan rintik-rintik air. Aku menopang dagu pada pagar pembatas balkon, diam merenung sambil memperhatikan tetes-tetes air yang turun membasahi semuanya. Angin dingin yang berhmbus sedikit membuatku menggigil. Namun hal itu sama sekali tidak membuatku beranjak dari sana. Setelah puas mengamati hujan, aku beralih duduk di kursi. Lalu meraih buku harian Lord Hugeman yang tergeletak di atas meja. Tanpa pikir panjang aku pun langsung melanjutkan bacaanku yang sempat tertunda, kubuka halaman buku yang belum k****a. 20 June Hari ini aku kembali disibukkan berkerja di ruang rahasia. Setelah kemarin dapat ide, sekarang aku akan membuatkan s*****a untuk membantu para remaja itu kelak. Awlanya aku sedikit kebingungan dalam menentukan jenis s*****a yang cocok untuk kekuatan mereka. Tetapi untungnya Katty, istriku, dan Xean bersedia membantu. Aku memberikan kekuatan luar biasa pada empat s*****a yang telah kami buat dengan menambahkan immortal pearl yang aku dapatkan dari empat orang yang kekuatannya tidak diragukan lagi. Aku memberinya sihir pengikat agar s*****a itu hanya bisa digunakan oleh mereka berempat. Dan hasilnya sungguh luar biasa. Keempat s*****a itu adalah s*****a yang paling hebat yang pernah aku buat. s*****a terkuat yang pernah ada di dunia ini. 21 June Aku menuliskan keterangan-keterangan untuk menggunakan empat s*****a itu. Ini untuk memudahkan mereka dalam menggunakannya. Aku hanya tidak ingin s*****a itu mengambil alih kesadaran orang yang menggunakannya, mengingat kekuatannya yang terlampau sangat besar. Terlebih bagi Lize, s*****a berbentuk pita yang dapat berubah bentuk. Ya, aku sengaja menamainya Lize agar inisialnya sama dengan nama penggunanya kelak. Yakni Lavender, gadis cantik berambut coklat. Pemilik kekuatan terkuat di antara keempatnya. Sedangkan nama Holand untuk tongkat yang nanti akan digunakan oleh gadis manis bernama Holly. Pedang katana bernama Rhay yang akan digunakan oleh pemuda tampan bernama Rega. Dan Terra untuk palu gagah yang akan digunakan pemuda periang bernama Tom. Kupercayakan semua s*****a itu pada mereka seutuhnya. Ternyata dari dulu nama kami juga sudah muncul dalam ramalan Lord Hugeman. Membaca tulisan itu, perasaanku jadi tak menentu. Terlebih saat mengetahui bahwa s*****a-s*****a mengerikan itu memiliki nama yang cukup lucu. 22 June Sepanjang hari ini aku hanya terbaring lemah di atas kasur. Tubuhku melemah, napasku sudah terputus-putus. Aku yakin umurku tidak akan lama lagi. Tapi, masih ada satu hal yang membuatku tidak tenang jika meninggalkan bumi ini. Jika aku mati, kekuatanku akan keluar dari ragaku dan mencari pemilik yang baru. Aku takut kekuatan itu akan masuk ke dalam tubuh pihak musuh. Perasaanku makin gelisah memikirkan hal tersebut. Sebaiknya apa yang harus aku lakukan agar kekuatanku tidak jatuh ke tangan orang yang salah? Gerakanku membuka halaman selanjutnya terhenti karena sesuatu yang aneh terjadi. Lantas, aku mengalihkan pandangan ke arah langit, melihat siluet Planet Dusky yang tampak mengeluarkan aura gelap. Terlihat ada asap hitam yang keluar. Semakin lama asap itu seolah membentuk wajah seseorang di atas langit. Setelah beberapa menit, asap itu benar-benar menciptakan wajah seorang pria yang sedang menyeringai lebar. Aura yang dikeluarkannya begitu gelap dan kelam. Bulu kudukku sontak berdiri begitu merasakan aura yang begitu menyeramkan saat aku menatap wajah yang menggantung di langit itu. “Aku akan segera membunuh kalian, Watcwizard! Bersiaplah menghadapi kematian, dan susullah Lord Hugeman di neraka. Hahahaha…” ujar wajah itu dengan suara berat yang menakutkan. 'Jadi dia sudah mengetahui kami?' Perlahan wajah itu terhapus oleh angin yang berhembus kencang, disusul oleh hujan yang turun kian deras. Kejadian tadi membuatku merenungi kembali hal apa yang harus kulakukan sebagai Watchwizad. Sepertinya tanggung jawab sebagai orang yang diutus oleh Lord Hugeman bukan main sulitnya. Tet… tet… Lamunanku buyar ketika communication clock miliku berbunyi. Dengan segera kutekan tombol hijau kecil di dekat layar. Kemudian muncullah sinar transparan berbentuk persegi yang menampilkan wajah pemuda berambut hitam legam. “Lave!” panggilnya dari seberang sana. Ekspresi panik Rega membuatku mengerutkan alis. Itu adalah hal langka yang baru kali ini kulihat. “Ada apa, Rega?” Rega menghela napas sebentar, “Apa kau melihatnya?” “Lihat apa?” “Wajah yang menggantung di langit. Dan ancamannya kepada kita berempat,” beritahu Rega. Wajah panik bercampur khawatirnya benar-benar adalah sebuah hal yang sangat baru. Aku sontak mengangguk, “Aku juga lihat. Agak menyeramkan ya…” sahutku. Bulu kudukku lagi-lagi berdiri gara-gara ingat seringai seram yang kulihat tadi. “Benar. Kita harus berhati-hati!” ucap Rega yang langsung kusetujui. Setelahnya kami berdua terlibat percakapan kecil. Cukup lama kami mengobrol sampai aku lupa waktu. Aku juga sempat memberitahu Rega tentang isi dari buku harian Lord Hugeman yang telah k****a, dan Rega malah memintaku untuk menceritakan detailnya nanti. Orang jenius sepertinya memang menyukai sesuatu secara mendetail ya, hebat. Obrolan kami pun berakhir saat Rega pamit untuk belajar. Sedangkan aku hanya meng-iyakan karena memang tidak ada lagi yang ingin kubicarakan. Kini perhatianku sudah kembali pada buku harian milik Lord Hugeman yang berada di atas pangkuanku. 23 June Sebersit ide yang mungkin konyol muncul di kepalaku. Dengan sisa tenaga aku beranjak menuju puncak Gunung Greenom yang sangat dingin ini. Kemudian aku merentangkan tangan sambil mengucapkan sebuah mantra. Sebelumnya aku telah menyiapkan empat buah kristal langka yang sangat berkilau bagai cahaya bintang. Aku mencoba memecah kekuatanku dan menyegelnya ke dalam kristal tersebut. Rasanya sangat panas. Meskipun tubuhku terasa terbakar saat mengeluarkannya, tapi akhirnya aku berhasil. Setelah mengeluarkan seluruh kekuatanku ke dalam empat kristal tersebut, aku segera menyembunyikannya di sebuah tempat paling tersembunyi, lalu menyegelnya dengan magic circle. Dengan begini, kekuatanku akan aman. Tapi tetap saja. Lambat laun para penyihir hitam pasti akan bisa menemukannya. Maka dari itu kan, aku mengutus empat orang ini? Aku yakin, mereka pasti bisa menjaga kristal-kristal tersebut. Jadi sebutan Watchwizard sepertinya cocok untuk mereka. 24 June Dugaanku benar. Para penyihir hitam datang untuk mencari dan mengambil Magic crystal milikku. Mereka berbondong-bondong menjelajahi seluruh kota. Tetapi betapa beruntungnya aku, sebelum mereka berhasil menemukannya, Katty dan Sean sudah berkerja sama dalam menghilangkan aura Magic crystal. Sehingga kini, kristal ajaib itu tidak terlacak sama sekali. Jika sudah seperti ini, berarti tugasku sudah selesai. Sisanya adalah tanggung jawab para Watchwizard. Setelah semua ini aku harus berterima kasih sebanyak-banyaknya pada istri dan sahabatku sebelum aku tidak sanggup lagi mengatakannya. Aku kembali membuka halaman selanjutnya. Tapi… Kosong? Benarkah hanya sampai di sini saja? Kupikir masih ada sesuatu yang penting yang harus kuketahui dari buku tua ini. Tapi, kenapa halaman seterusnya tidak ada tulisan sama sekali? Karena bingung, aku hanya diam sambil memandangi buku tersebut dengan pandangan bertanya-tanya. Mungkinkah tulisannya tersembunyi sehingga harus dibuka menggunakan mantra? Atau apa? Lalu di tengah kebingungan itu, tiba-tiba buku tersebut bergerak. Dia menutup dengan sendirinya, kemudian bergetar hebat sampai aku kaget dan refleks menjatuhkannya ke lantai. Setelahnya dia melayang rendah masih dalam keadaan bergetar. Namun begitu melihat tanda-tanda dia akan melayang, aku langsung menangkapnya tepat sebelum dia pergi entah ke mana. Kupegangi dia dengan sekuat tenaga karena buku tua itu terus meronta tidak ingin dipegangi. “Kenapa jadi seperti ini sih?” gumamku, kebingungan sendiri. Karena dia terus bergerak dan tidak mau diam, akhirnya aku memilih untuk mendudukinya supaya dia tenang. Untunglah cara ini berhasil. Buku tua tersebut tidak lagi bergerak mencoba kabur ataupun bergetar lagi. Aku menghela napas lega. Rasanya seperti telah menenangkan anak kucing yang mengamuk karena mainannya diambil. Karena sepertinya sudah aman, aku bangkit dan mengambil buku tersebut. Hendak memeriksanya sekali lagi karena kupikir yang tadi itu adalah reaksi ketika dia akan mengungkap rahasianya. Namun sesuatu yang mengejutkan lagi-lagi terjadi. Buku itu sekarang terkunci. Dia tidak bisa dibuka sama sekali meskipun aku sudah mencoba membukanya menggunakan kunci yang diberikan oleh Profesor Peter. Buku tersebut seolah dilem menggunakan lem super. “Aneh sekali,” gumamku, bingung. Karena tidak tahu apa yang terjadi, aku pun segera menghubungi Profesor Peter menggunakan communication clock. Dan untungnya Profesor segera menjawab panggilanku. Begitu melihat wajahnya di layar hologram, aku refleks langsung berseru. “Profesor!” Awalnya Profesor terlihat heran melihat sikapku barusan, tetapi sepertinya dia tidak terlalu menghiraukannya. “Ada apa, Lave?” “Em… sepertinya ada yang aneh dengan buku hariannya,” jelasku gugup. Profesor Peter tampak mengerutkan alis, “Aneh kenapa?” Sebenarnya tidak begitu siap mengatakan ini, karena kupikir aku pasti akan dimarahi. Tapi bagaimana pun juga, ini adalah sesuatu yang tidak bisa kuatasi sendirian. Jika tidak melakukan apapun, selamanya aku tidak akan tahu apa yang terjadi pada buku tua tersebut. “Sebenarnya tadi buku itu tiba-tiba bergerak sendiri. Lalu terkunci begitu saja dan aku tidak bisa membukanya walaupun sudah menggunakan kuncil yang Anda berikan.” Aku pun menjelaskan semuanya secara garis besar, sambil berharap semoga Profesor tidak memarahiku. Mendengar ceritaku, Profesor justru malah tersenyum geli. Wajahnya sekarang tampak seperti manusia jahil yang sudah berhasil mengerjai seseorang.  “Itu tandanya, rahasia yang ada di buku itu belum waktunya diketahui oleh orang lain. Ada saatnya buku itu sendirilah yang akan memberitahukan rahasianya.” Seketika aku bernapas lega, “Ternyata begitu ya. Syukurlah.” “Maaf karena aku tidak sempat memberitahukan hal ini padamu sebelumnya,” sesal Profesor. Aku hanya mengangguk dan tersenyum maklum, “Tidak apa-apa, Profesor. Usia terkadang memang membuat daya ingatan menjadi berkurang.” “Wah, berani sekali kau ya. Ckckck..” sinis Profesor Peter. Meski begitu, setelahnya dia justru malah tertawa terbahak-bahak. “Terima kasih atas informasinya, Profesor.” Aku berucap tulus kali ini, bersungguh-sungguh. Profesor Peter mengangguk, “Ya, itu bukan apa-apa. Jangan lupa berkemas untuk besok ya.” Setelah berpamitan, sambungan komunikasi kami pun terputus. Sekarang aku sudah duduk kembali di kursi, diam menatapi buku harian Lord Hugeman yang masih terkunci. Usai mengetahui faktanya, aku jadi tidak terlalu panik. Malah kupikir, itu adalah buku yang sangat unik karena dia seolah memiliki perasaannya tersendiri. Karena tidak ada hal yang bisa kulakukan untuk membukanya, maka yang bisa kuperbuat sekarang hanyalah menunggu. Membiarkan waktu berjalan hingga buku itu mengungkap rahasia yang tertulis di dalamnya. Sambil menghirup aroma petrichor, aku bergeming memandangi langit kelabu yang masih menurunkan butir-butir air. Memperhatikan bagaimana tetes-tetes air itu jatuh menerpa semuanya sampai basah. Udara dinginnya kali ini tidak membuatku menggigil, malahan dia memberikan sensasi menyejukan yang nyaman. Di tengah-tengah itu, tiba-tiba Ibu muncul sembari membawa dua gelas coklat panas serta beberapa camilan di nampan. Dan sore itu pun aku habiskan dengan berbincang seru bersama Ibu.    =»«=      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD