Part 3

1452 Words
Seorang gadis berdress pink terlihat berjalan penuh kehati-hatian karena seluruh tubuhnya terasa sakit akibat ulah Arthur semalam. "Lelet!" Bentakan Arthur membuat gadis cantik itu mengerucutkan bibir kesal dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Sungguh, ia tak terbiasa di bentak oleh seseorang. Sementara Arthur tersenyum gemas di dalam diam melihat wajah menggemaskan itu. Sepertinya ini akan menjadi rutinitas hariannya, yaitu membuat gadis itu menangis dan ketakutan. Pria tampan itu membalikkan tubuhnya agar Lily tak melihat senyuman puasnya. Sungguh aneh memang. "Dalam hitungan ketiga jika kau tidak berada di sampingku, maka aku akan memakanmu lagi." Mendengar ancaman Arthur, gadis mungil itu mempercepat langkahnya sambil menahan nyeri. Karena terlalu tergesa-gesa berjalan, ia sampai tersungkur ke lantai akibat tersandung kakinya sendiri. "HUAAAA!!! SAKIT!!!" Jeritan kesakitan Lily membuat Arthur segera berbalik untuk melihat keadaan gadis cantik itu. Miris, gadis itu tertelungkup ke lantai kerajaannya. "Arthurr!! Tolongin Lily!!!" rengekan itu membuat pria tersebut menghela nafas kasar. Dalam hitungan detik, Lily sudah berada di dalam gendongannya hingga gadis cantik itu mengerjap pelan. "Arthur punya kekuatan super ya?" tanyanya polos. Karena terlampau gemas, Arthur menunduk dan mengigit hidung mancung Lily hingga gadis itu menjerit lagi. Bukan jeritan kesakitan, tapi jeritan kaget. "Jangan banyak tanya lagi, honey. Lebih baik kau diam kalau tidak mau kumakan!" Lily langsung menutup mulutnya dengan tangan. Arthur menghela nafas. Kenapa matenya seimut ini? Melangkah cepat ke arah ruang makan guna memberi makan kesayangannya yang mengeluh kelaparan sedari tadi. Didudukkannya Lily di atas pangkuannya tanpa mempedulikan tatapan para pekerja yang kepo dengan matenya. "Arthur, Lily tidak mau duduk seperti ini. Lily bukan anak kecil lagi." protes Lily pelan. "Diam dan jangan membantah!" Lily mendesah pasrah tanpa berani melawan. "Mereka semua memasakkan ikan spesial untukmu, honey. Kau ingin yang mana?" tanya Arthur memecah keheningan. Gadis itu menatap Arthur meski kesusahan. "Lily kurang suka ikan. Lily ingin sarapan roti dan s**u coklat." Arthur tak ambil pusing dan memerintahkan pelayannya untuk menyiapkan kemauan sang mate. Lily bergerak gelisah di atas pangkuan Arthur karena tangan nakal pria itu mulai bekerja. "Kenapa Arthur suka sekali mengelus paha Lily?" Pertanyaan nan polos tersebut berhasil membuat Arthur tertawa. "Karena kulitmu hangat." Lily mengerutkan kening heran. Hendak bertanya namun mengurungkan niat ketika pelayan sudah menghidangkan roti dan s**u coklat. "Buka mulut, aku akan menyuapimu." "Lily bisa makan sendiri." protes Lily dengan nada merajuknya. "Jangan membantah!" Lily mengerucutkan bibirnya kesal. Namun tetap menerima suapan Arthur. Detik demi detik terlewati. Mereka fokus dengan dunia mereka sendiri tanpa menyadari maid yang curi-curi pandang. "Arthur tidak makan?" Entah mengapa perhatian kecil Lily membuat hati Arthur menghangat. "Aku inginnya makan dirimu." godanya dengan senyuman miring. Lily tersenyum kikuk dan mengalihkan pandangannya ke arah lain tanpa menjawab. Takut salah jawab dan berakhir di hukum. "Ingin sekali rasanya aku memakanmu lagi, honey." bisik Arthur pelan lalu mengulum kuping Lily sehingga membuat tubuh gadis cantik itu menggelinjang kegelian. Para maid menutup mata tapi mengintip dari celah-celah jari mereka. Arthur semakin bersemangat mengerjai Lily. Bibir tebal nan merahnya turun ke leher Lily. Dihisapnya leher jenjang Lily dengan kuat hingga menimbulkan jejak merah. Tanpa mempedulikan ringisan kesakitan sekaligus geli Lily, Arthur terus membuat tanda dan tangannya mulai masuk ke dalam baju Lily. Para maid semakin tegang. Berharap di dalam hati pemimpin mereka kelepasan berhubungan intim di hadapan mereka semua agar bisa menikmati pertunjukan hot secara langsung. Sialnya, niat mereka tidak tercapai karena Arthur menggendong Lily keluar dari ruang makan. Lily yang sadar ada maid yang melihat ke arah mereka menyembunyikan wajahnya di leher Arthur. "Arthur, Lily malu." rengeknya manja. "Malu sama siapa?" Arthur bertanya cool. "Pelayan. Mereka semua melihat kita." Jawaban Lily sontak membuat Arthur mengalihkan tatapan ke arah para maid yang kaget setengah mati karena tercyduk. "KALIAN KU BERI PEKERJAAN DI SINI BUKAN UNTUK MEMBUAT MATEKU MERASA TIDAK NYAMAN!" Bentakan Arthur membuat mereka mengigil ketakutan. Takut nyawa mereka akan melayang karena telah membuat sang pemimpin marah. "KA--" Lily yang semakin mengeratkan pelukan pada lehernya membuat pria itu menunduk demi melihat sang mate. Merasakan air mata yang membasahi lehernya membuat pria itu menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa kau menangis? Matamu bocor hah?" tanyanya heran. "Hikss. Arthur jangan marah. Lily takut." Arthur memutar bola mata malas. "Karena itu kau menangis?" Lily mengangguk dalam tangisnya. Arthur memaksa Lily menatapnya. Kemudian menyentil kening perempuan itu pelan. "Jangan cengeng!! Menjadi pasangan seorang Arthur tidak boleh cengeng! Kau dengar itu?!" tekannya. Lily mengerjap polos. "Arthur bukan pasangan Lily." Secara langsung gadis itu menyatakannya hingga membuat Arthur tertohok, tertampar, dan tidak terima. **** Lily mempoutkan bibirnya kesal karena Arthur lagi-lagi memakan bibirnya dengan ganas. Ia tidak suka akan hal itu. Akan tetapi, ia tak kuasa melawan Arthur yang sangat otoriter. "Jangan seperti itu lagi bibirnya jika tidak ingin kucium lagi." Teguran dingin itu membuat Lily semakin mengerucutkan bibirnya kesal. "Kerjakan saja kertas kerja Arthur itu. Tidak usah pedulikan Lily." Mengembungkan pipi kesal sembari melipat tangan di depan d**a dan membuang pandangan ke arah lain. Pria tampan itu menaikkan alisnya sebelah. Apakah matenya sedang merajuk karena diabaikan? Memutuskan untuk mengakhiri memeriksa berkasnya dan berjalan menuju Lily yang ngambek. Susah payah Arthur menahan senyuman gemasnya melihat tingkah menggemaskan Lily. Tanpa aba-aba pria itu mengangkat tubuh mungil tersebut ke atas pangkuannya sehingga Lily terpekik kaget. "Arthur suka sekali membuat Lily terkejut." gumamnya sebal. Masih tak mau menatap wajah tampan yang tersaji di depannya. "Lebih suka lagi melihatmu mendesahkan namaku dengan wajah menahan kenikmatan, honey." Pipi Lily merona, merah padam, seperti udang rebus. Arthur tersenyum miring. Dikecupnya pipi merah itu dengan gemas. "Jangan pernah tunjukkan wajah menggemaskan ini ke siapa pun." Menciuminya lagi, lagi, dan lagi sampai merasa puas. Lily terdiam kaku dengan detak jantung yang tidak beraturan. Entah kenapa semenjak melakukan itu, jantungnya berdebar kencang tanpa alasan tiap kali berdekatan. Gadis itu meringis ketika Arthur mengigit gemas pipinya. Sontak ia menatap Arthur dengan tatapan memelasnya. "Jangan gigit-gigit Lily lagi, Arthur. Lily bukan makanan." rengeknya. Arthur tersenyum miring sembari menangkup kedua belah pipi Lily yang bersemu. "Kau makanan, honey. Lebih tepatnya makanan seorang Arthur." Lily meringis. "Arthur kanibal, ya?" Dielusnya bibir bawah Lily dengan pelan. "Kanibal itu apa?" Lily sedikit membuka mulutnya karena tidak percaya mendengar penuturan Arthur. "Arthur tidak tahu apa itu kanibal?" Arthur menggeleng tak acuh akibat terlampau fokus melihat bibir merah muda Lily yang terlalu menggoda. "Kanibal i-- hmpp!" Rupanya ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menciumi bibir matenya nan menggoda itu. Dihisapnya bibir bawah Lily dengan gemas secara bergantian seraya menekan tengkuk Lily untuk memperdalam ciuman mereka. Lidahnya bergerak lincah di bibir Lily sebelum menerobos masuk dan menggoda Lily agar gadis itu membalasnya. Dan si gadis polos tentu saja tidak membalasnya karena tidak tahu bagaimana caranya. Ia hanya diam menatap wajah Arthur sambil mengerjap pelan. Dilihat dari dekat, wajah pria itu sangat tampan. Alis, hidung, mata, bibir, ah semuanya terlalu sempurna. Pria tertampan yang pernah Lily lihat selama hidup. "Balas ciumanku, honey!" titah Arthur otoriter tapi Lily tidak mendengar ucapan Arthur karena terlampau fokus dengan wajah tampan pria itu. "Honey!" Arthur mencubit kedua belah pipi Lily kuat sehingga gadis itu tersadar. "Melamunkan apa hm?" Lily menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Lily heran." Alis Arthur mengerut. "Heran kenapa?" "Lily heran kenapa Arthur sangat tampan. Selama delapan belas tahun Lily hidup, Lily tidak pernah melihat pria setampan Arthur. Iris sebiru lautan Arthur sangat mempesona, alis tebal Arthur membuat Lily gemas, pokoknya wajah Arthur terpahat dengan sempurna." Gadis itu menyengir. Tidak terlihat malu sedikit pun setelah memuji Arthur. Malah Arthur yang terlihat malu dipuji oleh mate polosnya. "Ya. Aku memang tampan. Asal kau tahu, wanita di sini berlomba-lomba menarik perhatianku." Dikecupnya hidung mancung Lily gemas sekilas. "Hah? Berlomba-lomba? Lalu, yang menang siapa? Hadiahnya apa?" Mata yang berbinar itu membuat Arthur memutar bola mata malas. Dikira perlombaan apa kali ya. "Ah, sudah lah." Arthur kembali meletakkan Lily di atas sofa sebelum beranjak ke kursi kerjanya. Lily mengerutkan keningnya. Tapi tidak berani bersuara karena takut dibentak melihat wajah datar si Arthur. Mengalihkan pandangannya ke luar kamar karena mendengar suara hujan. Dengan wajah yang berseri-seri ia berlari ke balkon. Mengadahkan kedua telapak tangannya, menampung air hujan. Dari dulu, gadis itu memang sangat suka sekali dengan hujan. Hujan adalah moment yang paling ditunggu-tunggunya. "Ish, air hujannya kenapa sangat dingin?" "Kalau dingin gini, biasanya mommy dan daddy akan memeluk Lily secara bersamaan." Kenangan manis itu membuatnya tersenyum bahagia. "Lily merindukan kalian. Nanti Lily minta tolong Arthur untuk nganterin Lily ke rumah." Memejamkan mata dan merasakan sensasi air hujan yang menetesi telapak tangannya. Gadis cantik itu melangkahkan kakinya semakin mendekat ke arah hujan agar tubuhnya dapat merasakan cipratan air hujan. Namun, naas, gadis itu tidak sadar sudah berada di ujung balkon yang tidak diberi pembatas. Alhasil, tubuhnya terjun bebas ke bawah. Teriakannya terdengar begitu menggema. "ARTHURR!!" Itu lah teriakan terakhirnya sebelum pingsan karena terlampau syok jatuh dari lantai lima. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD