Mengakhiri Hubungan
Rendi berdiri di depan pintu utama keluar masuk Rumah Sakit Medika Cahaya, dia lalu masuk dan matanya langsung menangkap ke arah seorang wanita mengenakan jas putih khas Dokter, wanita itu tengah mengobrol dengan seorang pria teman satu profesinya.
"Shelia?" panggil Rendi.
Yang dipanggil sontak langsung menoleh dan melihat ke arah Rendi. "Ck!" Shelia berdecak kesal.
"Dokter Shelia? Saya ke belakang dulu deh ya," ucapnya pada Shelia.
Shelia tersenyum ramah dan mengangguk pada teman yang sejak tadi mengobrol dengannya itu.
Pria itu lalu berbalik dan meninggalkan Shelia dan Rendi berdua.
"Deket banget kayaknya sama dia," ucap Rendi.
Shelia memutar kedua bola matanya malas, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jas, lalu berjalan meninggalkan Rendi.
"Shel?" Rendi meraih siku lengan Shelia.
"Apa sih, Ren? Mau apa lagi?" tanya Shelia berbalik menatap Rendi.
"Mau ngomong sama kamu," ucap Rendi.
"Apalagi yang mau diomongin? Semuanya udah kita omongin semalem dan hasil dari pembicaraan itu udah jelas! Aku mau kita putus! Terus mau apa yang diomongin lagi hah?"
"Kamu tuh kenapa sih, Shel? Ngertiin aku kenapa sih!" ucap Rendi.
"Kamu mau dimengerti tapi kamu gak mau ngertiin aku!"
"Gimana bisa aku ngertiin kamu kalau permintaan kamu itu gak masuk akal!" ucap Rendi dengan nada yang lumayan keras hingga beberapa suster, perawat, pasien atau bahkan orang yang menjenguk melihat ke arah mereka.
Shelia sontak langsung meraih pergelangan tangan Rendi, dia menariknya cepat ke arah ruangannya.
Tap tap tap
Klak!
Shelia menutup rapat pintu ruangannya, dia lalu menatap Rendi dengan mata yang memicing dan mendelik sinis.
"Ayo dong, Shel ... untuk kali ini aja, aku mohon kamu ngertiin aku," ucap Rendi lagi.
Arshelia tersenyum smirk menatap Rendi. "Aku udah ngertiin kamu, Ren. Tapi kamu yang gak bisa jaga perasaan aku terus! Kalau kamu sayang sama aku, apa salahnya sih mengikuti apa yang aku mau? Aku cuma minta kamu jaga jarak sama Syaren, terus keluar dari perusahaan dia dan cari pekerjaan lain! Gak susah kok," ucap Arshelia.
"Kamu tuh keterlaluan banget sih, Shel! Syaren tuh sahabat aku! Gimana mungkin aku jauhin dia!"
"Mungkin! Mungkin-mungkin aja dan bisa-bisa aja kalau kamu mau! Aku cuma minta kamu untuk jaga jarak! Bukan menjauh selamanya! Kamu mau dimengerti kan? Ya udah … ngertiin aku balik dong."
"Cemburu kamu berlebihan!" ucap Rendi.
"Kalau kamu beneran sayang sama aku, harusnya kamu bisa jaga perasaan aku! Aku capek tau cemburu terus, apalagi sama Syaren yang notabenenya dia itu saudara aku! Masa nanti hubungan aku memburuk sama dia cuma karena kamu!" ucap Shelia. "Jadi kalau kamu masih mau jalan sama aku, jaga jarak sama Syaren! Keluar dari perusahaan dia dan cari pekerjaan lain! Dari pengalaman kamu kerja, aku rasa gak akan sulit untuk kamu cari pekerjaan baru! Atau ... sekalipun kamu nganggur lama, aku gak masalah, aku mau nunggu kamu. Atau semisal kamu mau buka usaha atau bisnis sendiri, oke kok ... aku bakalan terus ada disamping kamu."
Rendi menggelengkan kepala, dia menatap Shelia dengan tatapan tak percaya dengan jalan pikiran Shelia. Rendi merasa cemburunya Shelia pada sahabatnya, Syaren, terlalu berlebihan.
"Aku emang sayang sama kamu, Shel. Tapi, aku juga sayang sama Syaren! Aku gak bisa pilih salah satu dari kalian!"
"Bisa, Ren ... harusnya kamu bisa pilih salah satu," ucap Shelia.
"Shel–"
"Ck!" Shelia berdecak kesal. "Udahlah, Ren. Kita putus aja! Beneran deh, susah kalau kamu kayak begini terus, pertengkaran kita tuh masalahnya masalah yang sama! Dan jalan keluar yang aku kasih gak mau kamu ambil, aku aja yang mundur."
"Ya jalan keluar yang kamu kasih gak masuk akal, Shel! Gimana bisa aku jaga jarak sama Syaren, dia itu sahabat aku, ya masa karena cemburu doang kamu minta aku kayak begitu. Aku tuh sayang sama kalian, gak bisa aku pilih salah satu dari kalian, itu berat buat aku!"
"Aku rasa yang kita omongin semalem itu bener, sayang kamu ke Syaren itu bukan sayang persahabatan, tapi sayang seorang pria ke wanitanya. Aku perempuan, Ren. Aku bisa liat bentuk sayang apa yang kamu tunjukin ke Syaren, itu bukan sayang biasa! Kamu cinta sama dia!" ucap Shelia.
"Kamu tuh apaan sih? Itu lagi itu lagi! Aku–"
"Aku belum selesai bicara! Jadi dengarkan aku!" sela Arshelia memotong.
Rendi langsung diam terdiam dan tak lagi meneruskan ucapannya.
"Iya aku percaya kamu sayang sama aku, tapi sayang kamu jauh lebih besar ke Syaren daripada ke aku, terlihat dengan jelas kalau kamu gak mau ninggalin dia! Ck! Enggak! Bukan! Aku hanya meminta kamu untuk jaga jarak, bukan sepenuhnya meninggalkan dia, aku hanya meminta kamu jaga jarak tapi kamu gak mau! Kamu mau selalu ada untuk dia! Selalu di samping dia dan nemenin dia! Tapi kamu gak pernah ada waktu untuk aku! Kamu lebih mengutamakan dia daripada aku! Itu udah terlihat jelas kalau rasa kamu lebih besar sama dia daripada sama aku, Rendi!"
"Ck!" Kali ini Rendi yang berdecak, dia mengusap wajahnya frustasi.
"Udahlah ... kita masing-masing aja dulu, Ren! Aku capek makan hati terus sama kamu, aku capek cemburu untuk hal yang sama terus sama kamu, aku mau hidup aku jauh lebih tenang! Aku males overthinking, aku males banyak mikir yang enggak-enggak! Jadi udah ... kita udahan aja," ucap Shelia kembali meminta untuk mengakhiri hubungan.
"Shel?"
"Hargai keputusan aku! Kamu yang gak mau mundur jauhin Syaren, jadi biar aku yang mundur jauhin kamu." ucap Shelia, dia lalu berbalik dan berjalan ke arah meja kerjanya, Shelia terduduk dan berpura-pura membuka lembaran kertas di atas meja.
"Ck!" Rendi yang melihat Shelia itu sontak langsung memutar kedua bola matanya kesal, kedatangannya untuk meluruskan hubungan ternyata sama sekali tidak membuahkan hasil, dia lalu keluar dari ruangan Shelia.
Brak!
Rendi menutup pintu ruangan Shelia dengan sangat kasar hingga membuat Shelia memejamkan mata karena kaget.
Shelia menelan salivanya saat melihat pintu yang ditutup kasar, bulir bening kristal tiba-tiba saja keluar dari matanya, Shelia langsung menyeka air mata di pipinya itu.
"Apa salahnya sih jaga jarak? Aku hanya meminta untuk jaga jarak! Bukan meninggalkan dan memutus persahabatan! Emang gak capek apa overthinking terus, emang gak capek apa nyesek terus liat mereka ketawa bareng, emang gak capek apa cemburu terus, sakit tau! Nyesek! Mau dimengerti tapi dia sendiri gak pernah mau ngerti!" gumam Shelia.
Shelia lalu menaruh kedua tangannya di atas meja, dia menenggelamkan kepalanya di atas tangan yang terlipat dan terisak pelan.
Bersambung