6

1012 Words
“Tidak ada lagi pernikahan! Saya tidak sudi punya menantu dari seorang penipu!” ucap kakek Sulaiman sambil berteriak kesal, wajahnya merah padam menahan malu. Semua keluarga kakek Sulaiman kaget, Gibran sudah di bawa oleh polisi dengan mobil yang diikuti oleh orang tuanya Gibran dari belakang. Sasya yang tidak percaya Gibran penipu mencoba mengejar Gibran, tapi di tahan oleh Mamanya, Mamanya tidak mau Kakek Sulaiman marah pada Sasya hanya karna mengejar lelaki yang sudah jadi incaran polisi selama ini. “Kakek harus bantuin Mas Gibran, Mas Gibran tidak bersalah Kek,” ucap Sasya pada kakeknya yang bergeming. “Bagaimana ini? Mau taruh di mana muka keluarga kita kalau tau Sasya batal menikah, kita sudah mengundang teman, rekan kerja dan kerabat baik kita dari seluruh penjuru dunia, tapi setelah mereka sampai di sini mereka malah menyaksikan kegagalan ini!” ucap kakek Sulaiman yang terduduk lemas di lantai masjid. “Bapak yang sabar, setiap kesusahan pasti ada jalan keluarnya,” ucap Mahmud yang duduk di samping beliau. Kakek Sulaiman menoleh dengan tajam ke arah Mahmud membuat Mahmud ketakutan, takut ada kalimatnya yang salah. “Mahmud, aku melamar putramu untuk menjadi suami cucuku satu-satunya! Sudah lama aku mendambakan anakmu menjadi suami cucuku!” ucap Kakek Sulaiman yang membuat Mahmud terkejut, begitu juga dengan orang lain yang mendengarnya. “Kakek! Sasya tidak mau menikah dengan lelaki itu, dia bukan tipe lelaki yang Sasya suka!” bantah Sasya dengan cepat. Haikal yang mendengar permintaan kakek Sulaiman tidak kalah terkejut untuk yang kedua kalinya setelah kejadian di kantor, dia hanya menunduk tidak tahu harus jawab bagaimana. Tidak mungkin dia menolak permintaan kakek Sulaiman di depan orang banyak, cukup Sasya sebagai cucunya sendiri yang menentang keinginan kakek Sulaiman, jangan dia yang hanya anak dari ibu dan bapak yang mengais rezeki di keluarga besar kakek Sulaiman. Mahmud bekerja sebagai satpam, sedangkan Ifah bekerja sebagai buruh cuci gosok yang hanya datang 3 hari sekali untuk mencuci pakaian keluarga itu. “Ayah, tidak mungkin kita menikahkan Sasya, pewaris satu-satunya keluarga kita dengan anak pembantu yang tidak ada pendidikan tersebut!” ucap mamanya Sasya membuat darah kakek Sulaiman meninggi mendengar ucapan menantunya yang selalu saja memperalat Sasya untuk jadi mesin uang dan bahkan dengan sadisnya dia menghina profesi seseorang hanya karna orang tersebut pembantu. “Kalau kalian tidak setuju aku nikahkan Haikal dan Sasya, kalian silakan keluar dari rumahku dan jangan pernah membawa sepeser pun hartaku!” jawab Kakek Sulaiman tanpa melihat ke arah siapa pun. Emosinya sudah memuncak mendengar ucapan pembangkangan menantunya, bukan tanpa alasan kakek Sulaiman memilih Haikal, dia sudah mempertimbangkan dari awal, bahwa Haikal bisa menjadi suami yang baik untuk Sasya. Mendengar ucapan kakek Sulaiman, bergetar tubuh mamanya yang tidak mau keluar dari rumah tersebut, dia sadar diri, dulu suaminya sudah pernah di beri modal untuk meneruskan usaha yang sudah di bangun oleh Ayah mertuanya itu, tapi karna suaminya selalu keluar negeri untuk menemaninya jalan-jalan, akhirnya usaha tersebut bangkrut. Kakek Sulaiman tidak lagi memberikan usaha untuk dikelola oleh Papanya Sasya, tapi dia memberi jabatan terbaik, dan hasil perusahaan akan diberikan seperempat setiap bulannya untuk mereka berdua, dan seperempat lagi untuk Sasya. Walaupun tidak jarang tiap akhir bulan mereka masih meminta uang pada kakek Sulaiman dengan kata pinjaman, tapi tak pernah ada bayaran, kakek Sulaiman juga tidak menuntut untuk di bayar, karna sayang pada mereka. “Ma, bagaimana kalau Ayah mengusir kita dari rumah, Mama kan tau sendiri kita tidak punya tabungan, apa lagi bulan ini, uang kita sudah Mama habiskan untuk melakukan perawatan karna pernikahan Sasya!” bisik papanya Sasya pada istrinya. “Ya sudah, ikuti saja permintaan Ayah!” jawab mamanya Sasya yang bingung harus bagaimana. “Ma, tapi Sasya tidak mau,” rengek Sasya pada mamanya. “Sudah, kamu turuti saja kemauan kakek kamu, setelah menikah kamu cari kesalahan lelaki itu biar kakek kamu juga benci sama lelaki itu dan kalian bisa pisah dengan cepat!” jawab mamanya sambil berbisik. Sasya yang mendengar ide gila mamanya hanya bisa pasrah. “Kakek, Sasya setuju menikah dengan pilihan kakek, semua yang Sasya lakukan demi membahagiakan hati kakek,” ucap Sasya pada kakek Sulaiman membuat kakek Sulaiman tersenyum bahagia. Haikal dan kedua orang tuanya yang mendengar hal tersebut jadi shock. “Abi, Umi tidak mau anak kita dijadikan alat sama mereka,” ucap Ummi Ifah yang sangat keberatan anaknya akan dijadikan kambing hitam di pernikahan tersebut. “Abi juga bingung Ummi, biar Abi bicara dengan kakek Sulaiman lebih dulu,” jawabnya yang beranjak mendekati kakek Sulaiman. “Kakek Sulaiman, sepertinya kita harus berbicara berdua lebih dulu,” ucap Mahmud dengan menunduk. “Mari, bicaralah, karna waktu terus beranjak semakin siang, kita harus melakukan ijab qabul secepatnya,” jawab kakek Sulaiman yang keluar dari kerumunan untuk berbicara dengan Mahmud. “Kakek, dengan segala kerendahan hati kami, kami tidak setuju jika Haikal di jadikan kambing hitam dalam pernikahan ini,” ucap Mahmud berterus terang membuat kakek Sulaiman mengangguk-angguk tanda paham. “Saya berjanji, saya akan mengusahakan supaya Sasya cucu saya dan Haikal anak kamu hanya akan menikah sekali seumur hidup, pernikahan yang hanya hari ini!” jawab kakek Sulaiman dengan tegas. “Tapi saya tidak yakin apa Haikal setuju, saya tidak ingin memaksa dia pada hal yang tidak dia inginkan,” jawab Mahmud lagi membuat hati kakek Sulaiman berdesir, karna dia sudah memaksa Sasya untuk menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak dia cintai. “Mahmud, aku mohon, setujui lah pernikahan ini, aku sudah sangat mendambakan anakmu supaya jadi menantu cucuku satu-satunya, aku ingin Haikal membimbing Sasya supaya jadi wanita yang lebih baik lagi,” ucap kakek Sulaiman yang memohon pada Mahmud. Mahmud menarik nafas dengan berat, “Sepertinya kakek harus bertanya pada Haikalnya sendiri,” jawab Mahmud yang tetap tidak mau gegabah menikahkan anak lelakinya tanpa persetujuan darinya sendiri. Tanpa menunggu lama, kakek Sulaiman langsung meminta Haikal untuk datang berbincang dengan mereka bertiga, dan Haikal pun menyanggupi permintaan kakek Sulaiman. “Haikal, apa kamu mau menjadi suami yang akan membimbing Sasya menjadi wanita yang lebih baik? Kakek mohon, bimbinglah dia menjadi wanita Shalihah yang rajin Shalat dan selalu menutup auratnya,” ucap kakek Sulaiman membuat Haikal bingung harus menjawab apa. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD