5

1015 Words
Hari acara pun tiba, Haikal sudah dari subuh berada di masjid untuk memantau keadaan masjid supaya acara berjalan dengan lancar. Di rumah mewah kakek Sulaiman, Mahmud dan istrinya sedang bantu membereskan persiapan di rumah, Mereka membantu bagian dapur, entah berapa ekor sapi yang sudah ditumbangkan untuk menyambut tamu mereka, dari semalam rumah mereka tidak sepi dari kunjungan untuk memberikan selamat kepada calon pengantin. “Abi, nanti kita ikut ya ke masjid untuk melihat acara ijab qabulnya,” ucap Istri Mahmud pada suaminya. “Mau ngapain Ummi? Kan di sini banyak kerjaan,” sela Mahmud yang masih sibuk mengangkat lauk yang baru masak. “Yah Bi, Umi kan juga ingin melihat bagaimana Sasya menikah, sekalian Umi belajar bagaimana menyiapkan pernikahan untuk anak lelaki kita satu-satunya,” jawab Ummi kecewa karna mendapatkan penolakan dari suaminya. “Ya sudah, nanti pas pengantin wanitanya datang ke masjid, kita ikut juga dari belakang, tapi Ummi jangan berharap dapat tempat spesial, kan kita bukan keluarga besar mereka.” “Baik Abi, Ummi rela dah ngintip di balik jendela saja, yang penting Ummi bisa melihat acara awalnya sampai akhir,” jawab Ummi sambil tersenyum sumringah dan kembali bekerja. Tukang masak bukan Mahmud dan Istrinya, kakek Sulaiman sudah menyewa beberapa orang tukang masak dan tukang layani tamu, tapi karna kegigihan mereka sendiri, Mahmud mencoba bantu-bantu, dari pada harus duduk berpangku tangan. Di dalam kamar pengantin wanita. Sasya sedang bahagia menelepon bersama calon suaminya yang sebentar lagi mereka akan bertemu di masjid untuk melakukan ijab qabul. “Loh, calon pengantin kok asyik telponan? Sudah selesai di rias?” tanya kakek Sulaiman yang masuk ke dalam kamar Sasya. “Sudah Kek, bagaimana, Sasya cantik?” tanya Sasya. “Tentu dong, tidak ada yang mengalahi kecantikan cucu kakek, nanti tetap di pantau kan riasan kamu sama periasnya?” tanya kakek Sulaiman yang tidak mau kecewa dengan penampilan Sasya. “Pasti Kek, mereka akan terus bekerja agar Sasya terlihat cantik.” “Bagus itu, kalau calon suamimu sudah berangkat, bilang sama kakek, biar kita juga berangkat,” pinta kakek Sulaiman. “Ini Mas Gibran sudah mau naik mobil Kek,” jawab Sasya. “Oh begitu, berarti kita siap-siap terus ya, kakek cek mobil dulu di luar, pokoknya kamu siap-siap terus, kalau kakek bilang kita siap jalan, sudah harus siap,” ucap Kakek Sulaiman yang sangat antusias pada pernikahan cucunya. “Siap Kek,” jawab Sasya. Kakek Sulaiman langsung keluar dari kamarnya Sasya, tidak berapa lama, mama dan papanya Sasya ikut masuk ke kamar Sasya untuk melihat putri semata wayangnya. ~~~ Kakek Sulaiman sudah memantau persiapan mobil, mereka segera menyuruh bridesmaid untuk membawa Sasya ke dalam mobil supaya mereka tidak telat sampai di sana. “Abi, rombongan pengantin sudah mau jalan,” ucap Istrinya Mahmud yang tidak sabar untuk segera ikut dari belakang mereka. “Iya Ummi, ya sudah, hayuk kita siap-siap, biar kita tidak malu-maluin di sana, Abi mau ganti baju dulu sebentar di kamar belakang, baju ini sudah berkeringat,” ucap Mahmud yang memang membawa baju ganti supaya tidak memakai baju yang sudah berbau di acara. “Iya Bi, Ummi juga mau ganti baju,” jawab Istrinya yang menuju kamar pembantu, tadi sebelumnya sudah diminta izin untuk dipakai, karna mereka sudah saling kenal, jadi mereka tidak segan memberikan izin. Mahmud dan istrinya sudah terlihat rapi kembali, mereka langsung mengikuti rombongan pengantin dari belakang, sesampainya di masjid, Ummi Ifah istrinya Mahmud langsung menghampiri Haikal yang sedang memperhatikan rombongan pengantin. “Kamu kapan seperti itu? Umur kamu sudah dua puluh tujuh tahun loh,” bisik Ummi Ifah tepat di telinga Haikal membuat Haikal terkekeh. “Ummi sabar saja, dan terus berdoa, siapa tau langsung dikabulkan sama Allah dan Haikal menikah hari ini juga,” jawab Haikal sambil bercanda membuat Umminya mencubit pinggang Haikal. “Kamu bercanda terus, tiap di tanya kapan nikah, jawabannya ada saja,” gerutu Ummi Ifah memajukan bibirnya ke depan beberapa centi. “Sabar Ummi, Haikal mau lanjutin S2nya Haikal dulu, baru setelah itu Haikal cari calon menantu yang Ummi dambakan,” jawabnya sambil merangkul pundak Umminya. “Ummi mau yang cantik dan Sholehah.” “Siap Ummi, tidak cantik wajah yang penting cantik hati Ummi ya,” ucap Haikal sambil terkekeh. Ummi Ifah tersenyum mendengar jawaban dari Haikal, suara gendang bertabuh dengan riuh pertanda pengantin lelaki telah sampai. Seorang lelaki tampan yang sangat serasi dengan Sasya turun dari mobil mewah bersama kedua orang tuanya. Sholawat di lantunkan sambil mengiringi langkah kaki pengantin untuk masuk ke dalam masjid. Pengantin lelaki telah duduk berhadapan dengan ayahnya pengantin perempuan untuk melakukan ijab qabul segera. Sasya duduk tidak jauh dari samping pengantin laki-laki agar bisa menyalami calon suaminya itu setelah ijab qabul. “Apa semuanya sudah siap?” tanya penghulu. Mereka semua menjawab sudah siap, Ummi Ifah yang benar-benar berdiri di luar masjid hanya mengintip dari jendela dengan rasa terharu, dalam hatinya berkali-kali dia memanjatkan doa supaya dia mampu membuat acara sedemikian rupa untuk menikahkan anak semata wayangnya. “Baik, kepada walinya perempuan, silakan berjabat tangan dengan pengantin lelaki agar iajab qabul segera kita mulai.” Mereka pun mengikuti seperti aba-aba dari penghulu untuk berjabat tangan, dan papanya Sasya mulai menarik nafas untuk melafalkan kalimat ijab kepada lelaki di hadapannya. “Saya nikahkan ....” “Stop! Saudara Gibran Julio, Anda kami tahan!” ucap dua orang lelaki berpakaian biasa sambil mengarahkan pistol ke arah Gibran membuat semua orang gaduh dan berteriak histeris karna takut dengan pistol. “Ada apa ini? Kalian jangan main-main di acara saya!” bentak Kakek Sulaiman dengan marah karna kedua lelaki itu sudah mengacaukan acara cucunya. “Kami dari kepolisian, ini surat perintah penangkapannya, saudara Gibran sudah lama menjadi buronan kami karna melakukan penipuan perumahan syariah bodong!” jawab polisi yang menyamar menjadi orang biasa tersebut, sehingga tidak membuat Gibran curiga. Kakek Sulaiman yang mendengar hal tersebut langsung shock apalagi melihat tangan Gibran yang langsung di borgol. “Pak, saya mohon, izinkan saya melakukan ijab qabul ini sampai dengan selasai,” pinta Gibran dengan wajah memelas. “Tidak ada lagi pernikahan! Saya tidak sudi punya menantu dari seorang penipu!” ucap kakek Sulaiman sambil berteriak kesal, wajahnya merah padam menahan malu.  Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD