3

1089 Words
Haikal keluar dari ruangan kakek Sulaiman dengan lega, ternyata apa yang ditakutkannya tidak terjadi, malah sebaliknya. “Eh tunggu,” panggil Sasya yang mengejar Haikal dari belakang. “Maaf, ada apa ya Mbak?” tanya Haikal dengan menundukkan pandangannya. “Gua di depan lu, bukan di bawah!” cetus Sasya menatap Haikal dengan aneh. “Iya Mbak,” jawab Haikal mendongakkan wajahnya ke atas melihat wajah Sasya sekilas lalu kembali menunduk. “Masalah tadi yang di dalam, apa pun yang terjadi sama gua dan cowok gua, Lu gak boleh terima perjodohan ini, paham ya?” tegas Sasya. “Memangnya apa yang akan terjadi?” tanya Haikal mengerutkan keningnya. “Ya maksud gua untuk jaga-jaga saja, siapa tahu pacar gua bukan kriteria seperti yang kakek gua harapin, pokoknya Lu harus tolak perjodohan ini, titik!” “Oh, iya Mbak, saya mengerti,” jawab Haikal tersenyum ke arah Sasya, Sasya sadar kalau lelaki di depannya ini lumayan tampan, tapi ... ah gayanya bukan selera dia banget, gak ada macho-machonya, pikir Sasya dengan menggidikkan bahunya merasa geli kalau sampai harus dijodohkan sama Haikal. “Ya sudah, makasih untuk kerja samanya, gua pergi dulu,” pamit Sasya yang meninggalkan Haikal sendiri. Haikal berjalan pelan sambil menunggu Sasya selesai mengeluarkan mobilnya di parkiran, setelah Sasya pergi, baru dirinya mengambil motor yang terparkir di samping mobil Sasya tadi. “Haikal, ada apa?” tanya Mahmud yang langsung menghampiri anaknya. “Tidak ada apa-apa Bi, Abi tenang saja,” jawab Haikal dengan senyum dan tutur kata yang sopan. “Bagaimana Abi bisa tenang, kamu di panggil sama Kakek Sulaiman ke dalam, nah tiba-tiba Non Sasya juga datang ke kantor, bagaimana Abi tidak ke pikiran dengan kejadian berantem kalian kemarin,” ujar Mahmud. “Abi, kita tidak berantem, hanya salah paham,” Haikal meluruskan. “Ya pokoknya gitu lah, memangnya ada apa sih? Kamu sama orang tua main rahasia-rahasiaan,” ketus lelaki berseragam satpam tersebut. Haikal melihat kiri-kanannya, sepertinya aman untuk bercerita sama Abinya. “Pak Sulaiman ingin menjodohkan Haikal sama Sasya.” “Apa?!” pekik Mahmud yang belum selesai Haikal bicara dia sudah sangat kaget. “Sstt, Abi tenang dulu, tapi gak jadi,” sambung Haikal. “Alhamdulillah, syukurlah kalau tidak jadi,”  ungkap Mahmud sambil mengeluskan dadanya. “Tapi kenapa tidak jadi?” tanya Mahmud lagi. “Sasya sudah punya pacar, dan Haikal juga tidak mau sama Sasya.” “Bagus Haikal, kita memang harus tahu diri,” ucap Mahmud menepuk pundak anak lelakinya, “Kita Cuma pembantu di keluarga mereka, iya kan?” tanya Mahmud yang di jawab dengan anggukan oleh Haikal. “Mama kamu sebagai buruh cuci gosok pakaian mereka, dan Abi Cuma satpam di perusahaan ini.” “Iya Bi, Haikal mengerti, Haikal juga tidak berharap bisa memiliki istri kaya raya, kalau begitu Haikal tunggu Abi selesai kerja di luar ya.” “Iya, terima kasih banyak ya sudah menjemput Abi.” “Sama-sama Abi.” ... “Kakek ada-ada saja! Masak mau jodohin aku sama lelaki yang sama sekali tidak aku kenal,” gerutu Sasya yang menyetir mobilnya sendirian, “Aku harus segera menemui Mas Gibran dan ajak dia nikah secepatnya, aku tidak mau sampai di jodoh-jodohi, memangnya aku gak laku apa, pakai acara jodoh-jodohan segala!” lanjutnya lagi dengan ketus. Sasya mengambil ponselnya dan menelpon Gibran, pacarnya. “Halo Sayang, kita ketemuan sekarang ya, ada hal penting yang mau aku omongin,” ucap Sasya setengah merengek. “Iya Sayang, iya, kamu mau bertemu di mana?” tanya lelaki berumur 28 tahun tersebut, terlihat dirinya sedang berbincang-bincang hangat bersama nasabah-nasabahnya. “Kita ketemu di restoran yang biasa saja ya,” jawab Sasya. “Ya sudah, oke Sayang.” Sasya melajukan mobilnya dengan cepat menuju restoran tempat mereka janjian, setelah sampai di sana, dia memilih meja yang nyaman untuk dia bisa mengobrol bebas bersama Gibran. Tidak berapa lama Gibran pun muncul dan langsung menghampiri Sasya yang memasang wajah kesal. “Pacar aku kenapa betek begini, coba cerita sama Mas, apa yang terjadi,” bujuk Gibran dengan menarik kedua pipinya Sasya dengan gemas. “Aku mau kita menikah!” ucap Sasya yang membuat Gibran sedikit terkejut dengan permintaan Sasya yang tiba-tiba. “Bukannya kamu masih kuliah Sayang?” tanya Gibran. “Ya kan walaupun sedang kuliah, kita kan gak masalah kalau mau menikah,” jawab Sasya. “Ya juga sih, memangnya ada apa sih, kok buru-buru mau nikah?” “Mas keberatan nikah buru-buru sama aku? Ya sudah, kita gak usah nikah, aku biar nikah sama lelaki yang dijodohin sama kakekku aja!” jawab Sasya gambek. “Ngambekan deh,” goda Gibran, “Ya sudah, kapan Mas akan temui keluarga kamu?” tanya Gibran lagi. “Malam besok!” jawabnya bersemangat. “Malam besok ... eum boleh, untuk kamu apa sih yang tidak boleh,” godanya lagi yang membuat Sasya tersipu. “Tapi Mas pakai pakaian yang rapi ya, kakek suka lelaki berpakaian rapi dan sopan.” “Siap Sayang.” ... Keesokan harinya, “Kek, pacarnya Sasya mau bertemu sama kakek malam ini, dia mau melamar Sasya,” ucap Sasya memberitahukan pada kakeknya. “Oh ya? Bagus dong, kakek tunggu kedatangan dia dengan tangan terbuka,” jawab kakek Sulaiman dengan tersenyum. Mereka memesan pada pembantunya untuk menyiapkan makan malam yang spesial, karna tamu spesial akan datang. Gibran sudah rapi dengan tuxedo dan celana berwarna senada, warna abu-abu. Dia juga mengajak Mamanya untuk ikut serta dalam acara tersebut. “Bagaimana Sayang, kamu sudah siap?” tanya Mamanya Gibran yang melihat Gibran sedang membenahi letak anak rambut dengan rapi ke belakang telinga. “Sudah Ma,” jawabnya yang berjalan menghampiri mamanya, lalu menggandengnya mesra. “Ah mama sudah tidak sabar untuk segera melihat kamu menikah sama pacar kamu yang cantik itu,” ucap Mamanya membuat Gibran terkekeh. “Kita pergi sekarang Ma,” ujarnya lagi yang membuka pintu mobil untuk mamanya dan mereka naik ke dalam mobil bersama menuju rumahnya Sasya. Keluarganya Sasya menyambut dengan baik kedatangan keluarganya Gibran, dan  mempersilakan mereka untuk masuk. “Ternyata pacarnya Gibran lebih cantik aslinya ya,” tutur Mamanya Gibran yang terkagum-kagum dengan kecantikan Sasya. “Iya dong Ma, Gibran tidak salah pilihkan?” jawab Gibran penuh percaya diri membuat keluarga itu seperti sedang berhadapan dengan seorang tukang lelucon yang bisa membuat semua orang bahagia. “Kamu Gibran kerja apa?” tanya kakek Sulaiman yang membuat  jantung Sasya deg-degan takut kakeknya tidak suka dengan usahanya Gibran. “Saya membuka usaha developer Kakek, perumahan syariah berkonsep asri dan penuh dengan pendidikan agama,” jawabnya tegas membuat kakek Sulaiman mengangguk bangga pada calon yang dipilih oleh Sasya.     Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD