2

1044 Words
Tok tok tok “Assalamu’alaikum,” ucap Haikal sambil mengetuk pintu ruangan kerja Kakek Haikal, dia diberitahukan sama karyawan di lobby kalau ruangan Kakek Sulaiman di sini. “Wa’alaikum salam, masuk,” pinta Kakek Haikal, dari suaranya dia bisa menebak, pasti yang datang adalah Haikal, kakek Sulaiman tersenyum lega karna Haikal menyanggupi permintaannya kemarin. Haikal masuk ke ruangan kerja Kakek Sulaiman yang terlihat sangat mewah dengan cat berwarna putih dan sedikit keemasan bagian plafonnya, membuat ruangan tersebut tampak bercahaya. Haikal melihat ruangan kecil yang dilengkapi dengan sajadah, dia bisa menebak kalau itu tempat Shalatnya kakek Sulaiman. “Silakan duduk Haikal,” ucap Kakek Sulaiman yang mengambil ponselnya dan menelpon seseorang. “Halo, kamu ke kantor sebentar ya, kakek tunggu di kantor secepatnya sekarang juga,” ucap Kakek Sulaiman pada Sasya dan langsung menutup telponnya. Sasya yang sedang bersantai di depan teras bersama Mamanya sambil memainkan ponsel membuat dia bingung dengan kalimat kakeknya yang hanya sebaris dan langsung mematikan panggilan ponselnya. “Kenapa Sayang?” tanya Mamanya Sasya. “Kakek menyuruh Sasya ke kantornya sekarang juga,” jawab Sasya masih dengan ekspresi bingung. “Ya sudah, kamu tunggu apa lagi, cepat ke sana, kamu mau lihat kakek kamu marah dan menahan uang jajan kita?” ucap Mamanya. “Ya gak lah Ma, ya sudah, Sasya pergi sekarang ya,” ucap Sasya mengambil tas kecil dan kunci mobilnya, lalu pergi ke kantor Kakeknya. Di dalam ruangan Kakek Sulaiman, Haikal masih menanti kalimat yang akan dilontarkan oleh kakek Sulaiman padanya dengan perasaan cemas. “Kamu pernah kuliah Haikal?” tanya Kakek Sulaiman membuka suara. “Pernah Pak, sudah tamat,” jawab Haikal dengan sopan. “Oh sudah tamat, lalu kamu kerja apa sekarang?” tanya kakek Sulaiman. “Haikal sekarang hanya mengajar Pak dan membuka les di rumah,” jawabnya. “Oh buka Les, kenapa kamu tidak memilih mencari pekerjaan di perusahaan?” “Untuk sekarang saya ingin mengembangkan usaha les saya saja Pak, karna pendapatannya juga lumayan,” jawabnya dengan tersenyum. “Kamu mengajar Les untuk tingkatan apa saja?” tanya Kakek Sulaiman lagi, dia seperti sedang mewawancarai untuk pemilihan calon menantu. “Semua tingkatan Pak, dari SD sampai kuliah.” “Wah, kamu hebat ya, bisa menguasai banyak mata pelajaran,” puji Kakek Sulaiman yang membuat Haikal tersenyum. “Kita tunggu sebentar lagi ya, ada yang mau Bapak tanyakan sama kamu dan cucu bapak sebentar lagi, tunggu dia datang dulu,” lanjutnya lagi. Seperti dugaan Haikal kemarin, sepertinya kakek Sulaiman memanggil dia karna masalah kemarin bersama Sasya, dia sudah menyiapkan hatinya apa pun konsekuensi yang akan dia terima, tapi dia sedikit khawatir dengan Abinya, takut berimbas pada pekerjaan Abinya. Tidak berapa lama, Sasya sudah sampai di kantor Kakeknya, dia melihat motor kemarin yang dia senggol juga ikut terparkir rapi di parkiran, tapi dia tidak melihat tanda-tanda lelaki itu ada di sana, tapi apa pedulinya, yang penting dia tidak mengganggu dia, jadi tidak ada urusan sama dia. Sasya melangkah masuk ke kantor, semua karyawan hormat pada cucu kesayangan bos mereka, hingga Sasya sudah sampai di depan pintu ruangan kakeknya dan langsung membuka pintu tanpa memberi salam atau mengetuk pintu, membuat Haikal yang sedari tadi tegang hampir jantungan. “Sasya! Kalau mau masuk ketok dulu,” omel kakeknya tapi ditanggapi senyum cengengesan oleh Sasya. Sasya melihat Haikal dari atas sampai bawah, lelaki itu terlihat berpakaian rapi seperti sedang melamar pekerjaan, Sasya pikir Haikal akan melamar pekerjaan di kantor kakeknya, dan dia juga tidak peduli, karna bukan urusan dia. “Duduk dulu Sasya, ada yang ingin kakek tanyakan sama kalian berdua,” ucap kakek Sulaiman yang membuat Sasya sedikit kaget dan dia menunjuk pada Haikal lalu kembali menunjuk dirinya sendiri. Sasya duduk di ujung sofa sebelah kiri, dan Haikal ujung sebelah kanan. “Kakek mau tanya sama aku dan dia?” tanya Sasya membelalakkan matanya, “Mau tanya apa?” lanjutnya lagi. “Kakek ingin ... menjodohkan kalian berdua, apa kalian mau?” tanya kakek Sulaiman yang sukses membuat jantung kedua manusia itu hampir berhenti bekerja. “Tidak,” jawab Haikal dan juga Sasya bersamaan membuat kakek Sulaiman melongo. “Kenapa?” tanya Kakek Sulaiman kaget. Sasya dan Haikal kembali saling berpandangan, lalu Haikal mempersilahkan biar Sasya yang lebih dulu berbicara pada Kakeknya. “Sasya sudah punya pacar Kek, lagian ini bukan jaman siti Nurbaya Kek, main jodoh-jodohin,” gerutu Sasya dengan wajah cemberut. “Kalau kamu Haikal, kenapa?” tanya kakek Sulaiman pada Haikal yang masih menunduk. “Saya ... saya tidak pantas untuk Mbak Sasya Pak,” jawab Haikal terbata-bata, dia sangat tahu diri dia siapa, hanya anak dari seorang satpam yang bekerja di perusahaan kakeknya Sasya, mana mungkin dia pantas untuk cucu pemilik perusahaan tempat Abinya bekerja, lagian Mamanya juga seorang buruh cuci di rumah keluarga kakek Sulaiman, walaupun bukan buruh menetap di dalam rumah mereka, tapi yang namanya buruh akan tetap buruh. “Baguslah kalau kamu sadar diri,” cibir Sasya yang mendapat pelototan dari kakeknya karna sudah berani menghina orang lain di depan dirinya. “Kamu ini bilang apa, semua manusia ini sama derajatnya di mata Allah, yang membedakan Cuma imannya, karna Saya lihat kamu sepertinya lebih paham agama, makanya saya tertarik sama kamu untuk jadi suami Sasya, bisa membimbing dia menjadi pribadi yang lebih baik,” tutur kakek Sulaiman dengan lemah lembut. “Tidak Kek, tidak, tidak, tidak! Sasya benaran sudah punya pacar, dan kriteria yang kakek inginkan juga ada sama pacarnya Sasya, besok akan Sasya kenalin sama Kakek kalau kakek tidak percaya,” sahut Sasya dengan cepat, dia tidak mau menikah dengan pria yang ada di sampingnya itu, bukan selera dia banget. “Ya sudah kalau memang kalian menolak, Kakek tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kalau pacarnya Sasya tidak seperti yang kakek harapkan, kamu Haikal mau kan jadi pendamping Sasya?” tanya kakek Sulaiman lagi. “Kan Haikal juga punya pacar sendiri Kakek,” potong Sasya dengan cepat sambil mengedipkan matanya ke arah Haikal supaya mengikuti seperti kemauan dia. “Iya Pak, saya sudah punya pacar,” jawab Haikal malu-malu, tapi sudah cukup untuk membuat hati Sasya menjadi lega. Kakek Sulaiman hanya melihat tingkah cucu semata wayangnya yang memaksa Haikal dengan ujung matanya untuk menjawab iya, memangnya dia bodoh, dari mana Sasya tahu tentang Haikal dan tahu Haikal sudah punya pacar, kenalan saja, mereka tidak.   Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD