Rahasia Edgar

1308 Words
Abel melirik ke kanan dan ke kiri, ia menyeberang jalan untuk sampai ke tempat kerjanya. Gadis berpipi bulat itu baru balik dari membeli makan siang. Abel merasa butuh udara segar selain berapa di lingkungan tempat kerja. Abel seperti berada antara dua dimensi yang berbeda, di satu sisi jiwa nya bersorak heboh karena akan menikah dengan sosok yang selalu ia deklarasikan sebagai calon suami empat tahun yang lalu, disisi lain ia merasa bahwa tujuan menikah bukan hanya tentang cinta sebelah pihak. Hari ini Ella tidak menemaninya  karena sedang ada pelatihan di luar kota. Jadilah Abel sendiri seperti anak ayam kehilangan induk di dalam kandang. Abel bukan tidak dekat dengan rekan-rekan kerjanya, ia sudah bisa berbaur satu sama lain. Sudah Abel katakan, ia hanya gila jika bersama teman-temannya saja jika tidak bersama mereka maka Abel akan jadi gadis pendiam, lugu nan polos seperti sekarang. "Tuh ganteng banget lagi, nyari siapa si ke sini?" Abel tidak sengaja mendengar bisik-bisikan beberapa karyawan kantor,  seperti sudah mengalahkan bisik-bisik tetangga saja. Ia ingin bersikap bodo amat tetapi langkahnya terhenti ketika melihat sosok yang tidak asing menurutnya. Pakaian rapi dari atas sampai bawah, dari belakang saja Abel tahu siapa sosok itu. "Coba deh mintain nomor ponselnya, atau bukan video t****k yang banyak dibuat orang itu lo." "Nah iya kan, mana tahu ketemu di t****k terus jodoh." Abel hanya bisa menarik nafas. Ia sudah pede jika sosok itu tengah mencari dirinya. Untuk apa jauh-jauh kesini, apalagi masih waktu istirahat seperti sekarang. Lebih baik dihabiskan untuk menenangkan diri atau mengisi perut. Abel tidak tahu perasaan apa yang ada di hatinya, setelah Edgar datang ke rumah beberapa hari yang lalu pikirannya mulai kemana-mana. Apalagi Edgar tidak ada menghubunginya sama sekali membuat Abel ingin menghantam apa saja yang ada di depannya. Abel masih mendengar kasak-kusuk beberapa orang, "Nyari siapa?" tanya Abel langsung. Edgar berbalik, "Udah makan?" Jika dalam kondisi normal maka Abel akan berteriak histeris, selama waktu telah berlalu baru kali ini sang dosen menanyakan  "Udah makan?". Nyatanya Abel malah bertambah badmood bukan malah kegirangan seperti biasanya. "Tumben Pak," sindir Abel memelas. Edgar menipiskan bibir, mendekat ke Abel tetapi tidak sampai bersentuhan, "Belajar sebelum nikah kan?" Abel kaget dan langsung memberi jarak, "Udah deh Pak. Saya lagi badmood juga. langsung to the point!" Jika berada di lingkungan kampus, mungkin banyak yang mencibir Abel karena berlaku yang tidak sopan. Tetapi sekarang berbeda, Abel ingatkan sekarang ia dan Edgar bukan menjadi figur dosen dan mahasiswa melainkan calon istri dan calon suami. Itu mungkin hanya dalam pikiran Abel, tetapi dalam pikiran Edgar maka Abel angkat tangan karena ia sama sekali tidak tahu dan sepertinya tidak akan pernah tahu. Edgar memberikan map kertas kepada Abel. "Ini apa Pak? surat cerai? kita kan belum nikah!" celetuk Abel bingung. Kedua ujung bibir Edgar sedikit terangkat ke atas, mungkin orang lain tidak akan sadar. "Sebelum kita terlalu jauh, lebih baik kamu tahu tentang saya. Apa yang tertulis di sana adalah tentang diri saya." Abel menerima map tersebut dengan sedikit kikuk. "Apa saya juga perlu membuat ini Pak?" tanya Abel. "Tidak usah, saya cuma ingin bilang bahwa saya tidak sesempurna yang kamu lihat." Abel tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Edgar. Ia memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut lagi. "Ketika kamu membaca apa yang ada di kertas itu nanti,  kemudian kamu tidak mau menikah dengan saya maka langsung katakan. Jangan pernah menjadi sosok kuat jika hati kamu menolak," lanjut Pak Edgar dengan tatapan yang tidak bisa Abel jelaskan dengan kata-kata. Tatapan itu belum pernah Abel lihat selama ini. Sebenarnya ada apa? Apa yang terjadi dengan dosennya itu? Abel meneguk ludah, berusaha untuk menguasai dirinya sendiri. Edgar memandangi Abel lekat, "Beberapa hari ke depan saya di luar kota karena ada pelatihan dosen." Abel menggigit bibirnya, refleks menunduk. Gadis itu tidak tahu harus merespon dengan apa. Ia benar-benar bingung sekarang.  Ternyata Edgar hanya membicarakan hal tersebut, ia langsung pamit pergi meninggalkan Abel yang mematung sendirian. Mata Abel menatap lekat pada map coklat yang berada di tangannya. Mulutnya ingin berteriak "Ada apa?" tetapi tertahan di tenggorokannya. Abel memilih untuk melangkahkan kaki ke ruangan tempatnya bekerja. Bisik-bisik tetangga masih terdengar, apakah Edgar memiliki pesona yang luar begitu besar? Padahal menurut Abel biasa-biasa saja. Abel memutuskan untuk membaca isi map tersebut saat berada di rumah. Ia harus fokus bekerja. Rumah Setelah shalat isya, Abel membuka isi map misterius yang diberikan oleh Edgar. Abel sudah sangat penasaran sekali. Ia membuka map tersebut dan mengambil isinya. Abel masih menggunakan mukenah karena baru selesai shalat. Perlahan mata Abel meneliti susunan demi susunan kata-kata yang tercetak rapi di sana. Ada informasi pribadi Edgar dari nama, tempat tanggal lahir, alamat, hobi, pekerjaan dan lain sebagainya. Sebenarnya informasi begini Abel tidak terlalu tertarik. Tiba-tiba mata Abel melotot. Urat-urat wajahnya menegang hebat. Abel membaca informasi bahwa sosok Edgar cahyadi sudah pernah menikah kemudian bercerai karena mengidap phobia sexsual. Abel membaca dengan teliti, Edgar sudah menjalankan terapi selama beberapa tahun ke belakang. Otak Abel tiba-tiba tidak bisa berpikir. Maksud dari tulisan itu apa. Kenapa ada orang yang phobia terhadap sexsual. Kepala Abel benar-benar sakit. Ternyata apa yang dikatakan Edgar tadi siang tentang bahwa dia tidak sesempurna apa yang di lihat, ini maksudnya. Abel merasa dejavu sekarang. Pikiran berkecamuk, "Gue harus gimana?" Tidak mungkin Abel meminta pendapat orang lain, pasti sama saja seperti membuka aib orang lain. Di satu sisi Abel kecewa di sisi lain Abel merasa kasihan. Abel melepaskan mukenah dan menggantungnya di tempat yang sudah disediakan. Ia memilih untuk tidur, padahal belum makan malam sama sekali. Ia kehilangan nafsu makan. Tidur adalah cara terbaik daripada larut dalam pikiran yang tidak ia mau. Abel tahu dirinya bukan orang baik, buktinya ketika ia tahu kekurangan orang lain ia malah berpikir untuk membatalkan niat baik mereka. Manusia di dunia ini punya kesempatan untuk berperan sebagai antagonis, netral ataupun protagonis. Semuanya memiliki kesempatan dan pilihan untuk menjadi baik atau jahat. Menjadi jahat bukan takdir tapi pilihan begitu menjadi baik. Jika menjadi baik dan jahat sama-sama lelah, kenapa tidak bertahan untuk menjadi baik? Tanpa sadar genangan air mata mengalir ke pipi Abel, ia tidak tahu alasan kenapa bisa menangis. Dadanya terasa sesak. Di sudut lain, Edgar tengah duduk di balkon hotel dengan sepuntung rokok di tangannya. Ia memandang hamparan kota dengan lampu yang begitu bagus.  Pikirannya berada kemana-mana. Ia sadar betapa buruk dirinya. Phobia seksual, ia baru tahu ketika menikah beberapa tahun yang lalu. Namun istrinya saat itu tidak bisa menerima kekurangan Edgar. Edgar tidak bisa menyalahkan mantan istrinya itu karena siapa yang bisa bertahan dengan dirinya ini. Mereka memilih bercerai setelah 2 bulan pernikahan. Singkat memang. Dokter tidak bisa menentukan dengan pasti berapa lama ia akan sembuh, yang jelas ia harus menikah dengan orang yang mau menerima dirinya. Bersabar dan mau membantunya untuk sembuh. Kehidupan Edgar rasanya hambar, ia tidak pantas mencintai dan dicintai. Siapa yang mau dengannya? Semua pasti akan langsung menolak Edgar, termasuk Abel mahasiswa bimbingannya. Orang suka padanya hanya karena wajah, postur tubuh, profesinya dan kepintarannya saja. Jika mereka tahu apa yang ada di dalam dirinya maka pastilah mereka langsung pergi dan menghilang. Edgar tidak akan memaksa siapapun untuk mau menikah dengannya. Ia sadar hidupnya sekarang, menjadi pria dingin dan tidak tersentuh adalah pilihan. Awalnya Edgar tidak ingin memberitahu Abel, tetapi ia berpikir kembali.  Edgar tidak mau menjebak Abel dalam kehidupannya yang suram. Edgar tahu bahwa masa lalu Abel juga tidak baik, Abel trauma dengan rumah tangga kedua orang tuanya. Ia tidak mau membuat Abel bertambah menderita dengan terikat dengannya. Abel tidak bersalah, ia perempuan baik. Ia pasti akan mendapatkan laki-laki yang lebih baik. Edgar hanya seorang laki-laki yang mendapatkan cacat psikis. Lama termenung, Edgar menghabiskan dua puntung rokok, ia segera masuk ke dalam kamar dan membersihkan diri. Keesokan hari masih ada pelatihan lagi. Meskipun hidup tanpa cinta Edgar akan  berusaha bermanfaat untuk orang lain. Edgar mulai memejamkan mata, jiwanya menanti kabar penolakan yang akan terjadi sebentar lagi.  Ia hanya mampu tertawa samar. Beginilah kehidupannya. Senyum pun rasanya tidak pantas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD