Bagian 26

1432 Words

Sore itu langit Jakarta tampak gelap meski belum malam. Alven turun dari mobil bersama Alvin dengan langkah berat. Keduanya sama-sama diam—bukan karena tidak ada yang dibicarakan, tetapi karena terlalu banyak hal yang membakar kepala mereka. Nama itu masih menggema di telinga Alven. Minthea. Setiap langkah menuju lobi rumah sakit terasa seperti menembus kabut panas. Alven merasakan darahnya masih mendidih, detak jantungnya belum mau turun. Rasanya seperti ada tangan yang mencekik lehernya, menahan napasnya, sejak mendengar pengakuan dua pria di gudang tadi. Alvin menepuk lengan Alven sekilas. “Tenang, Ven. Kita pulang dulu ke Papa. Urus besok.” Alven tidak menjawab. Ia tidak yakin bisa tenang. Mereka masuk ke ruang VIP. Mama Diah sedang tidur bersandar di sofa. Nadira duduk di kursi

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD