Nadira keluar sambil memeluk tas baru itu seperti memeluk bayi anjing. Pipinya berseri-seri, langkahnya ringan, auranya bahagia banget. Alven di sampingnya cuma bisa geleng-geleng, tapi senyum tipisnya keliatan jelas. “Bahagia banget ya,” katanya. Nadira mengangguk penuh kemenangan. “Bahagia dong. Kan kamu yang beliin.” Suaranya centil. Alven mengusap punggungnya pelan sambil membimbingnya keluar ke area koridor mall. “Kalo kamu udah nggak ngambek, aku ikut bahagia.” Nadira langsung menghentikan langkah. Ia menoleh. Matanya berbinar penuh maksud. “Belum.” Alven: “…” “Ngambekku belum hilang.” Alven menahan napas. “Dira… terus apa lagi?” Nadira memainkan rambutnya, pura-pura malu padahal jelas-jelas mancing. “Aku mau kalung.” Alven menatapnya lama. “Kalung berlian ya?” Nad

