Setelah selesai dari salon, rambut Nadira tampak lebih lembut, mengilap, dan beraroma wangi bunga yang mahal. Ia menatap dirinya di cermin sekali lagi sebelum meninggalkan kursi. “Sempurna,” katanya pelan, lalu mengambil tas Hermès dan ponsel lavendernya. Mall masih cukup ramai, tapi Nadira melangkah dengan tenang. Ia menuruni eskalator menuju lantai bawah, mencari tempat makan yang sepadan dengan suasana hatinya hari itu—mahal, cantik, dan nyaman. Matanya berhenti pada satu restoran dengan interior elegan, dindingnya kaca besar dan pencahayaan hangat. Ia masuk, disambut oleh pelayan dengan seragam rapi. “Selamat siang, Mbak. Sendiri saja?” “Iya, tolong meja di dekat jendela.” Pelayan mengangguk dan menuntunnya ke meja di sudut dengan pemandangan kota. Dari situ, Nadira bisa melihat l

