Di Hina dan Caci Maki

1273 Words
Tepat hari ini adalah bulan ketiga mereka menikah, Ali memberi kabar akan pulang dalam beberapa hari ke depan. Ada rasa rindu ingin di belai, di manja, dan di beri kasih sayang. Entah mengapa belakangan ini perasaan Mita tak menentu, rasanya ia ingin sekali dekat dengan suaminya, sikapnya berubah sangat agresif sekali. Moodnya setiap hari naik turun, sebenarnya ia hanya ingin mengobrol lama di telepon karena sudah lama tak berjumpa namun suaminya seakan tak pernah mengerti. Dalam beberapa hari ini, Mita seringkali menangis dalam diam, entah apa yang sebenarnya terjadi dan ia rasakan. Mita sendiri merasa sangat aneh dengan perubahan dalam dirinya. Waktu yang ditunggu tiba, tadi pagi suaminya menelpon akan pulang hari ini menggunakan alat transportasi kereta dan minta di jemput di stasiun yang tidak jauh dari sekolah tempat Mita bekerja. Ia hanya ingin dijemput oleh istrinya dengan alasan istri yang baik akan menjemput dan menyambut suaminya dengan senyum bahagia. Ada saja alasan yang dibuat, padahal itu hanya alasan semata, alasan utamanya adalah jika dijemput oleh istri setidaknya ia tidak akan mengeluarkan uang untuk ongkos ojek ke rumah dan lebih cepat sampai rumah pastinya, karena ia ini lelaki yang paling malas dan selalu merasa kesal jika harus menunggu lama. Ali merasa sudah menjadi raja saat menikah dengan Mita dan segala apapun yang diinginkan harus dilayani juga dituruti. Ia ingin dilayani sebaik mungkin oleh Mita, kalau istrinya tidak patuh sudah dapat dipastikan Ali akan marah dan ngamuk lalu berdalih kalau istrinya tidak patuh pada suami dan akan mendapatkan dosa besar. Sebab, sejatinya wanita atau istri kodratnya harus menurut, patuh dan mengikuti semua apa yang diminta oleh suaminya. Aneh? Memang begitu ajarannya, ketika sudah berbicara mengenai kodrat, maka Mita akan diam seribu bahasa. Ia paham betul kodrat seorang wanita dan istri adalah patuh pada semua perintah dan ucapan suami. Mungkin bagi sebagian wanita atau istri akan berpendapat, tergantung bagaimana suaminya dulu tetapi tidak bagi Mita. Ia hanya sedang belajar dan berlomba mendapatkan ridho Allah. Mita akan tetap diam dan selalu diam walaupun diperlakukan semena-mena, karena ia sudah mengabdikan dirinya untuk suami. Setelah selesai pulang sekolah, ia segera membereskan semua perlengkapannya dan bergegas pulang. Lalu sorenya mengajar les menari dan malamnya libur dulu mengajar privat jarimatika. Saat ia hendak keluar dari sekolah, tiba-tiba ada yang memanggilnya. "Mita, buru-buru sekali? Mau kemana?" "Eh Nata, iya aku mau segera pulang ini." "Memang ada apa? Kok terlihat sangat buru-buru sekali?" "Mau membereskan rumah hehe," ucapnya dengan senyum bahagia. "Waahhh … mau ada acara apa?" tanyanya sangat antusias. "Suamiku akan datang, Nata," ucap Mita cepat. Raut wajah Nata mendadak berubah masam, ia tertunduk namun Mita tak sempat melihatnya Nata sudah mengangkat kembali wajahnya. "Hoalah begitu. Baiklah kalau begitu, bahagia selalu ya, Mita. Padahal, tadi rencananya aku ingin mengajakmu makan ramen hehe, tapi enggak pa-pa masih ada lain waktu." "Yah … Nata maafkan aku ya. Untuk kali ini enggak bisa, karena ada suamiku datang. Nanti dia bisa berubah jadi macan kalau liat kamar tidak rapih," balasnya lesu. "Enggak pa-pa Mita. Hati-hati ya di jalannya." "Iya Nata, dadah," ucapnya berlalu ke parkiran dan langsung menancapkan gas sepeda motornya itu. Tadi pagi, saat suaminya menelepon, ia sempat meminta untuk dibuatkan teh panas, karena memang teh panas yang rasanya asli pekat dan getir adalah kesukaannya. Pahit getirnya teh tersebut sama halnya pahit getirnya kehidupan Mita. Setiap kali ia menuangkan atau membuatkan teh tersebut untuk suaminya, selalu mengingatkan dirinya akan sebuah kehidupan pahit yang diberikan oleh suaminya. Mita mulai membuang semua pikiran jeleknya, dan sebagai istri yang baik, ia langsung membuatkan teh yang di pinta dan juga menyiapkan makan malam karena memang suaminya itu sampai sekitar pukul tujuh malam. Tidak hanya itu, untuk menyambut kepulangan suaminya, ia sudah menyiapkan kamar yang rapi dan sangat wangi. Aroma lavender disisipkan di setiap sudut ruangan agar memberikan kenyamanan dan ketenangan bagi mereka yang akan menghirup aroma tersebut. Ini semua dilakukan semata-mata agar dipuji sebagai istri yang baik dan pengertian. Karena, sesungguhnya Mita sangat haus sekali akan sebuah pujian yang dilontarkan dari bibir suaminya. Dulu, sebelum menikah dan saat Ayah masih ada, Mita selalu dipuji dan diperhatikan oleh ayahnya jadi ia berpikir suaminya kelak pun akan sama seperti ayah yang selalu perhatian, pengertian dan memanjakannya. *** Adzan maghrib berkumandang, Mita segera melaksanakan kewajibannya lalu bersiap untuk menjemput suaminya. Kondisi malam itu adalah weekend dan jalanan sangat ramai sekali. Memang sudah tradisinya jika malam minggu itu pasti akan macet karena banyak muda-mudi yang berlalu-lalang pacaran. Mita sudah berusaha cepat agar tidak telat sampai di stasiun, namun ternyata ia telat beberapa menit dan melihat suaminya sudah menunggu di depan. Mita tersenyum bahagia melihat suaminya, namun saat ia sampai di hadapan suaminya bukan kata manis yang diterima atau ucapan baik melainkan maki-maki yang dilontarkan karena telat hanya beberapa menit saja. Senyum yang tadi sudah mengembang dari bibir Mita, berubah menjadi sendu. "Kamu itu bagaimana sih! Mas 'kan sudah bilang pukul tujuh malam, sekarang lihat sudah jam berapa!! Kamu telat sepuluh menit dan itu membuat Mas kesal! Kamu tau sendiri, Mas paling benci yang namanya menunggu!!" "Harusnya kamu itu datang setengah jam sebelum kereta Mas tiba!! Ini malah sebaliknya!!" "Maaf Mas, tadi macet," ucap Mita parau dan menunduk. "Halah! Alasan saja macet! Dasar saja kamu yang lelet!! Dasar istri tidak berguna!!" DEG!! Untuk yang pertama kalinya dalam hidup, ia dimaki dan dihina oleh seseorang yang ternyata itu adalah suaminya. Sungguh, ia tak pernah menyangka, telat sepuluh menit akan membuatnya mengucapkan kata-kata yang sungguh menyakitkan. Hati wanita itu mencelos karena untuk yang pertama kalinya bertemu dengan suami setelah beberapa bulan LDR, bukannya rasa nyaman dan bahagia yang didapat, ini justru kecewa dan sakit hati karena sebuah makian. Mita menahan rasa sakit yang mendera hatinya, ia menahan bulir kristal yang sudah memenuhi pelupuk matanya agar tidak jatuh, ia menahan tubuhnya agar tak terhuyung ke belakang karena kekecewaan seakan menghantam tubuhnya. Ia memegang dadanya, sakit sekali rasanya diperlakukan tidak baik oleh seseorang yang dicinta. Cinta? Apa itu sebenarnya cinta? Mita tak paham betul arti dan makna sebuah cinta, tetapi sejak awal lelaki bernama Imam Hamdali itu melamarnya maka sejak saat itu Mita mulai berusaha untuk mencintainya. Ali mengambil alih menyetir sepeda motor. Ia melajukan dengan kecepatan tinggi dengan posisi jalanan yang memang sedikit macet. Bukan hanya ucapannya saja yang kasar tetapi juga perilakunya. Di jalanan yang ramai, ia seenaknya mengendarai sepeda motor dengan ugal-ugalan, mengendarai sangat kasar dan seenaknya memarahi pengendara lain, padahal sudah jelas ia yang salah. Mita memegang besi yang berada tepat di belakangnya dengan sangat kuat. Ia merasakan takut, takut jatuh dan terhempas jauh. Ya Allah selamatkan aku, jangan buat aku mati konyol karena ulah lelaki gila ini. Ya Allah selamatkan aku, aku mohon, doanya dalam hati sambil memejamkan matanya. *** Sesampainya dirumah, sikapnya mendadak berubah, ia menyapa Bunda dan Kak Anjani juga Mas Rizky dengan sangat lembut sekali. Dan lagi, ia dengan drama barunya menggandeng juga menarik pinggang Mita sangat posesif. "Alhamdulillah, akhirnya sampai juga, Ali. Bagaimana perjalanannya?" sapa Bunda saat melihat menantunya datang. "Alhamdulillah Bunda, ya lumayan melelahkan, Bun. Tadi juga di jalanan cukup ramai ya sayang? Jadi kita berdua agak telat sampai rumah, maaf ya Bun." Dasar lelaki iblis! Banyak sekali drama yang kau mainkan! Bahkan di hadapan orang tuaku juga bisa-bisanya kau drama seakan kau adalah menantu yang baik? Oh lihatlah, jika kau dibandingkan dengan Mas Rizky pun ia lebih baik dan segalanya darimu, iblis sekali! "Iya Mas," balas Mita tersenyum. "Ya sudah, Ali lebih baik bebersih dulu. Lalu setelah itu, kita makan malam bersama, betul begitu Bunda?" ucap Mas Rizky memberi ide. "Betul, Nak. Kami tunggu ya, kalian bebersih saja dulu." Mereka berdua melangkahkan kakinya ke atas menuju kamar untuk membersihkan diri dan bergegas untuk makan malam bersama. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD