Viany dan Raga—dua manusia yang ditakdirkan untuk menjadi teman duduk di sebuah kereta menuju Jogja pada hari ini. Saat mereka tidak sadar jika secara tidak langsung, perjodohan itu membuat keduanya bertemu meski dengan kesalahpahaman terlebih dahulu. Keduanya masih duduk berdampingan dengan kesibukan masing-masing yang cenderung mementingkan ponsel mereka masing-masing. Mereka tidak sepenuhnya fokus dengan benda kotak itu.
Raga mengalihkan kedua bola matanya dari ponsel hitamnya ke arah bungkus makanan ringan yang disodorkan perempuan disampingnya itu. Viany yang sibuk mengunyah potongan keripik kentang tersenyum dengan masih menyodorkan bungkus jajanannya. Lagi-lagi, itu hasil dari rengekan pada Randu kemarin. Sudah biasa, apa saja yang dia minta, pasti Randu akan memenuhi selama laki-laki itu bisa. Persahabatan mereka itu ibaratkan nasi dengan kertas. Nempel terus!
Raga menatap takut namun pura-pura diam dengan wajah yang was-was. Apalagi semua kejadian yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri tentang tragedi sampul majalahnya, membuat Raga harus berpikir berulang-ulang untuk berlaku baik pada perempuan disampingnya. Ya, meskipun selama ini Raga tidak pernah ramah pada siapapun.
Si kapten satu itu memang dikenal sebagai tentara yang setia dengan pacarnya meskipun mereka tidak tahu jika Raga akan segera menikah dengan calon pilihan keluarganya. Dari banyaknya orang, tidak ada yang benar-benar tahu kenapa seorang seperti dirinya masih belum menikah padahal sudah punya pacar. Alasannya mudah, Raga sudah dijodohkan dengan pilihan keluarga besarnya yang mengatasnamakan darah biru.
Sedangkan pacarnya sendiri bukan dari kalangan semacam itu. Hanya warga sipil biasa tanpa campuran darah apapun. Namun, semua orang juga selalu memuji kecantikan sang pacar yang tiada duanya. Namun tetap saja, secantik apapun pacarnya, tidak akan mampu membuat keluarga besarnya mengurungkan niat untuk menjodohkan Raga dengan pilihannya.
"Mas, malah bengong. Mikirin apa sih? Mas nggak berubah jadi Zombie kan, ya? Soalnya kata sahabat saya yang suka nonton film, ciri-ciri orang yang mau berubah jadi Zom—" Viany kini hanya bisa diam karena jemari Raga sudah menempel di bibirnya. Membuat jantungnya yang tenang, berdisko-disko ria. Dunianya seakan berhenti dengan cepat dan menyisakan perasaan yang indah.
Raga tertegun saat matanya juga sibuk menatap perempuan yang berusaha dia hindari itu. Raga menatap wajah Viany, melihat betapa cantiknya gadis itu dengan bibir tipis dan juga wajah bersihnya.
"Cewek m***m ternyata ada yang cantik juga," ceplos Raga yang membuat Viany langsung mendelik ke arah laki-laki itu. Spontan Viany langsung membuka bibirnya dan menjilat pelan jari telunjuk milik Raga. Laki-laki itu hanya fokus pada jarinya yang sedang dijilat seenaknya oleh Viany.
Otaknya tiba-tiba blank saat Viany memasukkan jarinya ke dalam mulut perempuan itu. Raga memejamkan matanya dengan perlahan, seakan-akan dia lupa dengan siapa dia berhadapan sekarang. Perempuan yang dia katakan sebagai cewek m***m dan berusaha dia hindari dengan sekuat tenaga, sok tidak peduli padahal ketakutan. Kapten yang biasanya sibuk berkutat dengan senjata tetapi takut hanya pada seorang perempuan cantik yang menjadi teman duduknya dalam kereta.
Raga membuka matanya ketika Viany sudah selesai dengan permainannnya. Kedua bola matanya menajam ke arah laki-laki yang baru saja menghinanya secara tidak langsung. Jemari Raga masih ada dalam genggaman Viany, sedangkan wajahnya terlihat merah karena malu.
"Dasar m***m juga! Masnya juga menikmati kan apa yang saya lakuin tadi makanya cuma bisa diam? Saya tahu, mas pastinya suka dunia malam kan?" tanya Viany dengan keras dan hanya ditanggapi dengan anggukan oleh Raga. Viany mendelik dengan wajah yang kaku. Tebakannya ternyata benar sekarang.
Memang pekerjaannya sering memakan waktu, maka dari itu Raga lebih suka malam hari untuk melumpuhkan musuhnya diam-diam dikala gelap. Bukannya itu juga salah satu tugasnya sebagai seorang tentara. Tapi mengapa perempuan disampingnya malah membulatkan matanya dengan ekspresi kaget.
"Tuh kan, masnya emang bukan laki-laki baik-baik!" tandasnya dengan berapi-api. Raga yang dituduh begitu tidak terima. Dan terjadilah semacam perdebatan kecil antara keduanya yang membahas siapa yang m***m.
"Mas m***m,"
"Kamu yang m***m,"
"Mas tadi diam aja waktu saya jilat tangannya,"
"Kamu juga ngapain cium-cium foto saya pas di itu?"
Keduanya saling menatap dan memalingkan muka. Viany tidak terima dianggap perempuan yang m***m. Tahu begitu, dia tidak akan berdoa soal jodoh pada Tuhan dengan memakai foto laki-laki kurang ajar yang dengan sengaja mengatakan dirinya m***m.
Raga mendengus sebal, "emang baru hari sial, malah ketemu cewek mesum." ucapnya lirih agar Viany tidak mendengar. Namun tetap saja telinganya masih berfungsi dan jelas-jelas dia mendengar apa yang Raga katakan baru saja.
Viany langsung saja menarik kerah baju Raga dan dengan cepat langsung menggigit leher Raga cukup kencang. Membuat laki-laki yang biasanya berseragam tentara itu hanya bisa terdiam dengan wajah yang memerah. Ini adalah kali pertama ada orang yang berani menyentuh dirinya.
Baru setelah pemberitahuan jika kereta sudah sampai di stasiun Lempuyangan, Viany buru-buru keluar meninggalkan Raga yang hanya bisa menarik napasnya dalam-dalam. Raga terengah-engah dengan wajahnya yang sudah tidak karuan kagetnya. Dia tidak menyangka jika orang seperti Viany bisa melakukan hal semacam itu padanya. Namun, yang menjadi kesalahannya adalah, tetap diam meski dia tahu jika dirinya di lecehkan.
"Ada apa denganmu sih, Raga? Kenapa diam waktu cewek itu melakukan itu, kenapa enggak melawan sama sekali. Bikin malu aja sih, untung cuma sekali aja ketemunya. Semoga nggak akan ketemu lagi," ucapnya yang akhirnya beranjak turun.
Raga melangkah keluar dari stasiun dan mencari sang adik yang katanya akan menjemput dirinya saat ini. Sesekali dia menatap jam tangannya karena merasa gugup, lirik sana—lirik sini, sibuk mencari orang sakit jiwa itu, namun sudah tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Sampai sebuah klakson mobil menghentikan aksinya itu.
Raga berjalan ke arah sebuah mobil putih di depannya dan masuk ke dalam mobil tersebut dengan terburu-buru meninggalkan stasiun. Mungkin Raga pikir jika dia pulang, maka semuanya sudah berakhir, pertemuannya dengan perempuan m***m juga hanya sekali. Padahal, kisah mereka baru saja dimulai.
###
Galang menatap adiknya dengan heran. Viany yang biasanya tidak bisa diam, tiba-tiba tidak banyak bicara semenjak mereka masuk ke dalam mobilnya. Galang hari ini memang kebagian jatah untuk menjemput sang adik di stasiun meskipun dia memang sibuk dengan pekerjaannya. Viany hanya menatap keluar jendela mobil Galang dengan ekspresi kesal.
Di juga heran dengan dirinya yang terbilang nekat. Bagaimana bisa dia sebagai anak polos melakukan hal semacam itu pada orang yang tidak dikenal bahkan dengan sengaja karena dia emosi mendengarkan kata-kata laki-laki itu.
Viany mendengus sebal, "kenapa sih gue harus ngelakuin hal kaya tadi. Kan malu kalau sampai ketemu lagi," ucap Viany lirih supaya Galang tidak mendengarkannya. Sesekali Viany melirik ke arah kakak pertamanya itu yang fokus menyetir, masnya satu ini memang tidak banyak bicara.
Mungkin dari kedua kakaknya, dia yang paling cerewet dan juga manja. Apalagi dia anak bungsu ditambah anak perempuan satu-satunya. Jadi, tidak heran jika kedua kakak laki-lakinya memang sangat sayang padanya. Meskipun Viany sendiri juga heran, mengapa dia bisa menjadi adik dari dua laki-laki ganteng yang sudah mapan namun masih single itu. Malah dia duluan yang mau menikah.
"Mas," sapa Viany yang membuat Galang langsung menoleh ke arahnya dengan menaikkan sebelah alisnya.
Viany berpikir sejenak, "by the way, tipe mas Galang kaya apa sih? Aku belum pernah lihat mas bawa perempuan ke rumah atau jalan sama perempuan. Eh bentar, mas nggak maho kan?" ucap Viany asal-asalan yang membuat Galang sontak langsung mengerem mendadak, untung pas lampu merah, jadinya tidak sampai tertabrak dari belakang.
Viany mengelus dadanya karena kaget, "mas bisa nyetir enggak sih? Aku pulang mau dijodohin lho ini, masa iya udah mau mas tabrakin aja. Ya maaf kalau mas kelangkahan aku," ucap Viany yang membuat Galang langsung mengarahkan sepatu kerjanya ke arah sang adik yang suka bicara ngawur. Entahlah, kapan dia melepas sepatunya, yang jelas sekarang sudah siap melayang ke kepala adik perempuannya itu.
Viany langsung melindungi kepalanya, "ih mas kok tega sih sama adiknya. Aku adik cewek mas satu-satunya lho ya," Viany mendengus sebal lalu melipat tangannya di d**a.
"Makanya jangan ngeselin, mas itu laki-laki tulen ya. Belum nikah atau nggak punya pacar karena kamu juga tahu, mas juga bakal dijodohkan. Ya udah sih, pasrah aja. Nggak suka sama ceweknya ya tinggal enggak ditidurin," jawab Galang yang membuat Viany mendelik ke arah masnya itu.
"Mas kok gitu sih, nanti karma yang dapet aku lagi. Aku adik mas lho, perempuan lagi." ucap Viany yang kini memanyunkan bibirnya kesal.
Laki-laki yang biasanya selalu sibuk di bandara itu hanya bisa tertawa mendengarkan ucapan adiknya. Sudah lama mereka tidak bertemu karena Viany memang memilih melanjutkan kuliahnya di Surabaya. Hampir setengah tahun adik perempuan satu-satunya itu tidak pernah kembali ke Jogja karena sibuk dengan urusan kuliah. Palingan setahun sekali berkumpul di rumah juga sudah syukur.
Lampu sudah berubah menjadi hijau, Galang melajukan mobil kesayangannya. Keduanya hanya diam dengan Viany yang sibuk dengan ponselnya. Baru saja menghidupkan data, pesannya tiba-tiba membludak dengan deretan nama Randu semuanya. Hampir ada empat ratus pesan, dua ratusan dari Randu dan selebihnya dari grup yang ada empat, entah grup anak farmasi satu angkatan, atau grup anak farmasi pada mata kuliah tertentu, dan grup anak farmasi yang lainnya.
Viany mendengus karena ada banyak pesan dari seseorang. Pesan yang banyak sekali sampai dia malas. Perempuan itu membuka pesan yang Randu kirimkan padanya.
Randu : udah sampai?
Randu : kok nggak bales pesan gue sih? Elo lagi ngapain, Vi? Nggak di gangguin cowok jahat kan lo? Kalau ada yang jahatin bilang sama gue, gue langsung otw kesana. Tapi nggak cepet juga sih sebenarnya.
Randu : Vi, gue kesepian nggak ada lo. Siapa dong yang habisin makanan gue kalau lo nggak ada.
Randu : cepetan balik ya Vi, sebelum gue hamilin anak orang karena saking kangennya sama lo.
Viany kembali mendelik dengan pesan yang Randu kirimkan. Dia sudah hapal bagaimana sifat dan watak sahabatnya itu. Tapi, apa hubungannya dengan dia tidak cepat kembali dan Randu akan menghamili anak orang? Bukannya sama sekali tidak ada hubungannya?
Galang melirik ke arah Viany yang sibuk dengan ponselnya yang berdering terus, "siapa? Bukannya kamu jomblo ya, dek? Hp geter banyak gitu siapa yang nge-chat?" tanya Galang yang masih fokus dengan jalanan di depannya.
"Orang gila," jawabnya sewot dan mengetikkan sesuatu di sana. Dia sudah terbiasa hidup bersama dengan orang gila seperti Randu, katanya jika menghadapi orang gila, maka kita harus ikutan gila juga. Begitu menurut Viany—seorang mahasiswa farmasi.
Viany : hamilin coba. Nanti lo kirimin videonya waktu proses. Oh ya, btw, pesan lo udah gue screenshoot. Mau gue kasih sama pakdhe Broto. Kira-kira gimana reaksinya ya? Apalagi kalau dia tahu yang bilang anak laki-laki satu-satunya.
Balas Viany dengan tertawa kecil karena dia berhasil mengerjai sahabatnya itu. Mungkin hanya sekedar pembelajaran saja agar otak anak hukum itu bersih dan lebih fokus kepada catatan hukum daripada catatan hitam. Beberapa menit kemudian ada pesan masuk dan itu jelas dari Randu yang pasti akan marah-marah karena Viany mengancam menggunakan nama ayah dari laki-laki itu. Biasa jika orang Jawa memanggil dengan sebutan pakdhe, paklek, budhe, dan bulek.
Randu : kampret! Hapus nggak, atau gue marah. Tapi nggak bisa juga sih marah sama lo, suka lupa kalau lagi marahan. Hapus pokoknya atau gue susul ke Jogja terus ngomong sama calon lo kalau lo hamil anak gue!
Viany kembali tertawa, memang dia sudah gila. Jelas dia sangat mengenal seorang Randu yang tidak mungkin tega marah padanya. Dari kasus-kasus sebelumnya, Randu memang ngambek, tapi beberapa saat kemudian dia lupa jika sedang marah dan menggoda Viany lagi.
"Ck, kalian sahabat dari bocah sampai sekarang nggak bosen? Masa sih nggak ada perasaan suka sama sekali diantara kalian? Nggak normal," Galang berkomentar dengan argumen yang menurut Viany sudah biasa dia dengarkan dari orang lain.
Viany menaruh ponselnya dan memilih fokus pada Galang yang memasukkan mobilnya ke halaman rumah besar milik keluarga besar mereka, tepatnya adalah rumah yangkung dan yangti mereka.
"Nggak tahu, lagian mana mau aku sama cowok tengil m***m kaya Randu. Adanya kalau aku yang jadi pacarnya, bisa dicabuli mulu mas. Parah lah pokoknya," jawab Viany ceplas-ceplos yang membuat Galang hanya bisa tertawa geli.
Namun, kebersamaan keduanya harus berakhir karena yangkung sudah berdiri di depan pintu kayu jati dengan ukiran indah itu. Galang melirik ke arah sang adik, menyuruhnya untuk turun. Viany mendengus sebal karena hari bebasnya sebentar lagi akan terenggut.
"Huft, doain aku selamat ya mas,"
###