Key, gadis cantik yang tinggal di sebuah rumah dengan bangunan khas kerajaan Inggris. Semua kebutuhannya terpenuhi. Lima asisten rumah tangga, tinggal bersamanya. Dia tak perlu takut kehabisan uang. Karena orang tuanya meninggalkan uang yang lebih dari cukup dalam tabungannya.
Kedua orang tua Key meninggal 10 tahun yang lalu. Banyak rumor yang beredar, jika Key-lah yang membunuh mereka. Namun menurut pengakuan Key, iblis yang membunuh kedua orang tuanya. Oleh karena itu, Key dikucilkan oleh anggota keluarganya. Sebelumnya, dirumah tersebut, ia tinggal bersama bibi, paman serta beberapa sepupunya. Namun, setelah orang tua Key meninggal, ia berubah. Dia menjadi penyendiri, mengunci diri dalam kamar dan terkadang berbicara hal-hal yang tak masuk akal. Sehingga membuat bibi dan pamannya ketakutan. Dan membuat mereka, memutuskan untuk pergi.
Dan satu-satunya sahabat Key saat ini adalah, Akando Balder. Laki-laki yang seumuran dengan Key itu adalah keturunan darah biru. Alder, panggilan untuk Akando, sangat tampan. Memiliki mata biru cemerlang. Rambut bergaya pomade pirang. Tubuhnya kurus atletis.
Hanya Alder yang mampu mengerti keadaannya.
Saat ini, Key sedang berdiri di depan jendela kamarnya yang lebarnya dua kali pintu rumah. Mengenakan mini dress berwarna putih. Rambutnya di biarkan terurai, melewati bahu. Dengan mata yang di berhias lingkaran hitam di kantungnya, ia menatap halaman rumahnya yang sangat luas serta ditumbuhi rumput hijau segar.
Key ingin sekali pergi ke luar. Namun, dia takut. Karena rumor tentang dirinya telah menyebar luas ke penjuru Negara Inggris. Key dianggap tidak waras.
Pernah pada suatu hari, Key berjalan menyusuri kota Birmingham. Namun semua orang menatapnya sinis dan sering kali mencibirnya. Bahkan ada yang melemparinya batu dengan berteriak,
"Pergi kau iblis. Dasar pembunuh!"
Dua mata biru gelapnya, berbeda dengan orang lain. Dia mampu melihat sesuatu yang tidak semestinya terlihat. Semua itu berawal, ketika ia berumur 11 tahun. Saat itu, ia mengunjungi neneknya, di kampung bersama ayah dan ibunya.
Di kampung tersebut, neneknya terkenal sebagai ahli sihir yang sangat hebat. Jika di Indonesia, bisa dikatakan dia seorang Dukun. Saat itu neneknya sedang mengadakan ritual, tepat dengan kedatangan Key ke rumahnya. Di sana terdapat sebuah gubuk kecil di halaman belakang. Tempat nenek Key, mengadakan ritual. Nenek Key duduk menyilangkan kaki, di depan sebuah guci tua berwarna coklat. Mulutnya komat-kamit membaca mantra.
"Venite in daemone regis . Principem tenebrarum . Princeps infernum . Et vocat te . Venit ! venit ! venit !"
( Datanglah raja iblis . Raja kegelapan. Penguasa neraka. Aku mengundangmu. Datang! Datang! Datang!)
Langit tiba-tiba berubah gelap. Angin berhembus kencang. Aura gelap menyelimuti. Nenek Key membentangkan kedua tangan, memejamkan mata dan mendongakkan kepala. Asap berwarna hitam mulai berhamburan di atap. Suara gemuruh langit menambah suasana semakin mencekam. Nenek Key tersenyum mengerikan. Merasakan kehadiran Roh jahat yang mengelilingi tubuhnya. Sekumpulan asap hitam melayang cepat menuju dirinya. Tepat di wajahnya, asap hitam tersebut membentuk satu wajah yang sangat mengerikan. Senyum nenek Key semakin mengembang. Dia menghirup udara sedalam-dalamnya.
"Nenek!" Key berteriak, membuka pintu.
Nenek Key melebarkan matanya terkejut. Senyum yang sebelumnya menghiasi wajah Key seketika menghilang. Karena Key melihat sosok iblis mengerikan tepat di depan neneknya.
"Apa yang kau lakukan disini? Key! Cepat pergi!" Sang nenek berteriak.
Namun Key seolah membeku, tak bisa bergerak. Tetap menatap sosok iblis tersebut. Mata hijau menyala iblis tersebut menatap Key. Iblis itu segera mengubah haluan, melayang ke arah Key. Mata nenek Key terbelalak.
"Tidak! Tidak!" Sedangkan iblis tersebut meraung, berteriak.
"Aaaaaa!"
Teriakan Key menggema.
Dalam sekejap asap hitam melewati tubuh Key. Dan Key tak sadarkan diri. Setelah kejadian tersebut, ia koma selama satu bulan. Key telah dibawa ke beberapa dokter. Tapi, setiap dokter tak bisa menemukan penyakit Key. Bahkan dokter terhebat di Inggris sekalipun. Tidak ada kerusakan di otak Key. Semua normal. Kedua orang tuanya pun putus asa. Dan membawa Key kembali pulang ke Birmingham.
"Biarkan aku mengobati Key," Kata nenek Key, yang saat itu sedang berkunjung.
"Tidak! Ini semua gara-gara kau! Aku takkan mengizinkanmu mendekati anakku!" Seru ayah Key.
"Tapi, takkan ada yang dapat mengobati Key," Jawab neneknya.
Sementara Rossa—Ibu Key menangis tanpa henti.
"Apa maksudmu?"
"Jiwa Key terjebak di suatu tempat. Tempat yang dikuasai oleh pangeran kegelapan."
"Kau gila? Kita hidup di zaman modern! Aku takkan mempercayai hal tersebut." Sekali lagi ayah Key berseru.
Rossa mengernyit. "Apa kau yakin bisa menyembuhkannya?"
Dengan tatapan penuh amarah, Stuart—Ayah Key menatap istrinya.
"Sayang! Kau sudah gila? Dia akan mencelakakan Key!"
"Kau tidak ingat perkataan Dokter? Tubuh Key normal. Tidak ada kerusakan apapun pada otaknya. Tapi mengapa ia tak sadarkan diri? Ayolah, buang egomu. Mungkin Ibu bisa membantunya."
Dengan berat hati, sang suami mengizinkan.
***
Nenek Key meletakkan bawang putih di sekitar tubuh Key. Bawang putih dipercaya bisa mengusir makhluk astral. Dia mengenakan beberapa gelang yang terbuat dari kayu tertua dari hutan kematian. Serta membawa sebuah salib. Nenek Key berdiri di dekat kaki Key. Dan mulai membaca mantra. Sementara kedua orang tuanya saling berpegangan tangan, agak jauh di belakang mereka.
Nenek Key membentangkan tangan ke atas
"De principe tenebrarum. Ex eo corpus puellae . De ! de ! retro , est ad infernum !!!"
(Keluarlah, pangeran kegelapan. Keluarlah, dari tubuh gadis itu . Keluar! Keluar ! Kembalilah, ke neraka !!!)
Seketika sekujur tubuh Key bergetar hebat. Ranjangnya turut bergetar. Dalam beberapa detik, tubuh Key terangkat ke atas, dan berputar-putar. Mulutnya menganga lebar.
"Pergilah kau! Pangeran Vandemon!"
Seketika itu Key menjerit sekencang mungkin, di iringi dengan datangnya angin yang sangat kencang. Asap hitam muncul dari tubuh Key. Melayang menuju nenek Key. Dengan cepat, nenek Key membuat benteng pertahanan menggunakan salib. Dia menahan diri sekuat tenaga, agar iblis itu dapat pergi. Nenek Key terpelanting ke belakang, bersamaan dengan hilangnya asap hitam tersebut. Kemudian tubuh Key jatuh tepat di atas ranjang. Suasana sekejap menjadi hening. Dan Key membuka mata.
"MOM!!" dia berteriak.
Semua berpikir, jika semua telah berakhir pada waktu itu. Namun, ternyata itu adalah awal dari kehidupan gelap yang akan dialami oleh Key dan keluarganya.
***
"Apa yang kau lakukan?" Kata Alder, berdiri di belakang Key. Perlahan Key memutar badannya.
"Kapan kau datang? Aku tak mendengar kau membuka pintu?"
"Ck, itu karena kau selalu melamun!" Cetus Alder.
Key kemudian tersenyum ringan.
"Tunggu sebentar," Alder melanjutkan, mengerutkan dahi. Kemudian mendekati Key dan memajukan kepalanya. Menutup jarak di antara mereka.
Key pun membalas menatap wajahnya. "Ada apa?" Tanya Key.
"Kenapa lingkaran hitam itu tak pernah hilang? Apakah mereka tak mengizinkanmu untuk tidur lagi tadi malam?" Key mengangguk.
"Iya, mereka selalu mengajakku bermain."
"Tak bisakah kau berpura-pura melihat mereka?"
"Aku ingin. Tapi, jumlah mereka sangat banyak. Dan aku tak berani melawan."
"Ck! Rasanya ingin aku pukuli mereka!"
"Memang kau bisa? Kau saja tak dapat melihatnya."
Dan membuat Alder menghela nafas.
Terdengar ketukan ringan di pintu, tak lama kemudian.
"Itu pasti bibi pengantar makanan. Kau cepat bersembunyi," Perintah Key.
Alder segera berlari kecil, bersembunyi di kamar mandi.
"Masuk."
Seorang wanita, mengenakan seragam khusus pelayan berwarna hitam dipadukan dengan celemek putih dipinggang, serta membawa nampan berisi beberapa macam makanan masuk ke dalam kamar.
"Ini makan malammu nona," Kata wanita itu, menundukkan kepala.
"Iya. Letakkan di meja," Jawab Key.
Wanita itu mengangguk. Kemudian meletakkan nampan di meja yang berdampingan dengan ranjang. Sementara Key tetap memandang wanita tersebut. Kemudian ia mengernyit. Wanita itu merapikan piring di atas meja.
"Tunggu sebentar," Kata Key.
Wanita itu berhenti sejenak.
"Kau... bukan dia! Siapa kau?"
Wanita tersebut menyeringai. Kemudian menatap Key. Kedua matanya berubah menjadi hitam legam. Setengah kulit wajahnya meleleh, kemudian berubah menjadi tengkorak. Tumbuh kuku hitam di jari-jarinya. Lalu tersenyum mengerikan. Key membelalakkan matanya dan perlahan berjalan mundur.
"Makhluk apa kau?" Ucap Key, gugup.
Wanita itu berjalan terseok-seok mendekati Key.
"Pergi kau! Pergi!" Key berteriak.
Key melemparkan segala benda yang ada di sekitarnya ke arah wanita. Namun wanita itu dengan tangkas menangkisnya. Dua mata kelamnya tetap menatap Key. Sungguh mengerikan.
"Diversa es !ideo elegit te!oportet te mori !" Ucap wanita itu dengan suara yang berat, lebih terdengar seperti lengkingan teriakan di kata terakhir.
Key mengernyit. "Demi Nama Tuhan! Pergilah kau ke neraka!!" ia berteriak, kedua tangannya mengepal.
"Aaaaaa!!" jeritan wanita itu melengking, memekakkan telinga.
Sebelum akhirnya ia berlari ke arah Key. Dan mencekik lehernya, mendorong Key pada jendela besar yang ada di belakangnya.
"PRAAK!"
Jendela pun pecah menjadi kepingan-kepingan kecil, karena tubuh Key menghantamnya dengan keras. Makhluk itu tetap mencekik Key. Bahkan lebih kuat. Sehingga ia sulit bernafas. Matanya mulai mengeluarkan benih lunak yang bening. Otot lehernya semakin nampak. Tubuhnya berubah memerah. Mulut Key terbuka. Seakan ingin menjerit, namun tak mampu. Dia memegang tangan makhluk tersebut, berusaha untuk melepaskan. Tapi makhluk tersebut semakin bengis dan mempererat cengkramannya. Alder yang mengintip dari balik kamar mandi, kebingungan. Apa yang harus ia lakukan. Dia mengedarkan pandangan, lalu melihat salib yang ada di atas ranjang Key. Sejenak ia memejam kesal, lalu berlari, mengambil salib. Dan berlari lagi ke arah Key. Dia menempelkan salib pada dahi makhluk tersebut.
"Hancurlah kau makhluk b******k!" Teriaknya.
Makhluk tersebut mendongakkan kepala, membelalakkan mata.
"Pangeran Vandemon akan menangkapmu!" Ucapnya, sebelum akhirnya berubah menjadi debu.
Key pun kehilangan keseimbangan dan akan terjatuh, saat makhluk tersebut telah hancur. Dengan sigap, Alder menarik tangan Key. Dan membuat Alder jatuh ke belakang, serta Key mengikutinya jatuh tepat diatas tubuhnya. Keduanya tersengal.
"Kau.. baik-baik saja?" Alder bertanya.
Anggukan Key menjawab pertanyaan Alder. Kemudian membenamkan kepala di bahu Alder.
"Lalu, sampai kapan kita dalam posisi seperti ini? Orang akan mengira kita akan melakukan sesuatu yang e****s," Cetus Alder.
Key pun terkekeh. Dan segera bangkit, kemudian berdiri. Alder duduk dengan bertumpu pada kedua tangannya. Lalu menatap Key. Senyum Key merekah menatap sahabatnya. Mata Alder menelusuri tubuh Key. Dari ujung rambut hingga kaki. Yang akhirnya membuat ia mendesah.
"Kau tak merasakan sakit sedikit pun?" Alder bertanya.
Dahi Key mengerut ke atas, lalu menggeleng. Tubuh Key penuh luka juga darah akibat benturan hebat pada jendela tadi. Namun Key tak pernah merasakannya. Sejak kejadian yang menimpanya dulu. Key tak merasakan sakit jika tubuhnya tergores benda apapun, rasa sedih bahkan rasa cinta. Yang ia ketahui hanya tersenyum. Itu saja. Alder kemudian menarik tangan Key. Mengajaknya duduk di kursi sudut kamar.
"Seharusnya kau menangis. Kenapa kau malah tersenyum?" Tanya Alder.
"Kenapa harus? Bagaimana caranya agar aku menangis?"
Alder sejenak menundukkan kepala. Berdiri, memajukan tubuhnya. Matanya bertemu dengan mata Key.
"Jika kau ingin menjadi normal seperti yang lain. Kau harus juga merasakan sakit ketika tubuhmu terluka," Bisiknya.
"Ah seperti itu," jawab Key, ikut berbisik.
Alder tersenyum miring. "Lalu, jika aku melihatmu secara dekat seperti ini.. Apa yang kau rasakan? Atau ada yang ingin kau katakan?"
"Iya. Ada."
"Apa?"
"Kau tampan," Jawabnya singkat, menatap lurus mata biru Alder dengan ekspresi datar.
Kulit pucat Alder, sekejap memerah. Jantung berdegup sedikit cepat. Kemudian berdeham dan kembali pada posisi semula.
"Kau hebat, Key. Semudah itu mengucapkan kata-kata seperti itu."
"Memang apa yang salah?"
"Tidak. Lebih baik kita segera membersihkan lukamu," pungkas Alder, memutar badannya, membelakangi Key.
Key menundukkan kepala, melihat tubuhnya yang penuh luka. Dua asisten rumah tangga, masuk ke dalam kamar Key, saat Alder pergi untuk mengambil obat.
"Nona! Nona!" Mereka berteriak.
Mereka melihat jendela yang berada di samping ranjang telah hancur, begitu masuk ke dalam kamar.
"Demi Nama Tuhan! Apa yang terjadi?" Kata salah satu asisten, dengan nada terkejut.
Sementara salah satu dari mereka menengok ke arah kiri dan melihat Key yang duduk di kursi. Pakaiannya yang berwarna putih telah ternoda dengan darah.
"Aaaaaa! Nona!"
Keterkejutan tak dapat dihindari oleh mereka. Dan segera berlari mendekati Key.
***
Key telah mengganti pakaian. Dia sedang berada di ruang makan. Dena, seorang asisten rumah tangga, sedang mengobati luka serta menutupnya dengan plester. Tak seperti yang lain, Dena tidak takut untuk mendekati Key. Sedangkan Key menatap udara kosong di depannya. Ini bukan kali pertama Key dalam keadaan seperti itu. Sebelumnya, sudah sering terjadi. Bahkan lebih parah.
"Sudah selesai. Kini Nona akan kembali cantik," Ucap Dena.
Tapi Key hanya diam. Ekspresinya datar. Dena yang duduk di sampingnya, sejenak menatap dalam-dalam dirinya.
"Apa yang Nona lakukan tadi? Kenapa kaca jendela bisa hancur?"
"Kau takkan mempercayaiku, jika aku mengatakannya."
Dena tersenyum ramah. "Apa.. karena hantu? Dia yang membuatmu seperti in?"
Key memalingkan wajah, menatap Dena. "Lebih tepatnya iblis," Jawab Key dingin.
Dena terkesiap, sedikit gugup. "A-apakah mereka tidak sama?"
"Tidak. Iblis adalah makhluk yang terkutuk, yang diusir dari surga. Mereka sangat kuat. Dan akan menghasut setiap manusia. Iblis bisa membunuh manusia. Mencuri jiwanya. Tapi hantu tidak. Dia hanya akan menakuti manusia. Seperti yang dilakukan hantu pria di belakangmu," Jelas Key, menghentakkan kepala kearah belakang Dena.
Tentu saja hal itu membuat Dena terhenyak, tercekat. Menelan ludah dan melirik ke arah belakang perlahan. Namun tak ada apapun dan siapapun. Tapi dalam penglihatan Key, sesosok pria berpakaian compang camping, mata putih, wajah pucat yang dilumuri darah, sedang menatap tajam pada Dena.
Dena kemudian tertawa gugup. "Nona bercanda, bukan?"
"Tidak. Sejak tadi ia menatapmu."
Jawaban Key membuat tawa Dena berangsur menghilang.
"N-nona apakah kau ingin makan malam?" Dena mengalihkan topik. Dia tahu, jika pembicaraan tersebut dilanjutkan, ia takkan bisa tidur nyenyak malam ini.
Key menjawab dengan anggukan, saat asisten rumah tangga yang lain datang.
"Dena, kau tak melihat ibu Aida?"
"Tidak. Bukankah dia berada di dapur?"
"Tidak ada."
"Bibi pengantar makanan mungkin sudah mati. Kalian lihat dalam kamarnya."
Ucapan datar serta terasa dingin yang keluar dari mulut Key, membuat mereka terkejut. Seperti perkataan Key, mereka segera berlari menuju kamar Aida, yang berada di gedung lain namun satu halaman dengan rumah tersebut. Mereka berlari, melewati halaman yang sangat luas. bahkan lebih luas dari lapangan sepak bola.
"Aida! Aida! Buka pintunya," Teriak mereka bersamaan.
Namun tak ada jawaban dari dalam. Mereka pun menjadi gugup dan mencoba membuka pintu. Beruntungnya kamar Aida tidak terkunci, saat itu. Decitan pintu terdengar menggema, mereka perlahan masuk ke dalamnya. Kamar Aida sangat berantakan. Segala perabotan tergeletak tak beraturan di lantai. Sedangkan Aida tersungkur di dekat ranjang dengan mata terbuka dan rahang yang patah disertai genangan darah yang mulai mengering.
"Aaaaaa!!!" mereka kompak berteriak.
"Apa yang harus kita lakukan?" Ucap salah satu dari mereka, dengan menautkan jemarinya.
"Tentu saja kita harus memanggil petugas keamanan!" Sahut yang lain.
"Tidak! Lebih baik kita menguburnya saja!" Potong Dena.
"Kau gila? Ini pembunuhan!"
"Tidak. Ini kerap kali terjadi," Jawab Dena.
Dalam rumah tersebut, sering kali asisten rumah tangga mereka mati secara tiba-tiba. Dan keempat asisten rumah tangga saat ini, baru bekerja beberapa minggu. Sedangkan yang bertahan adalah Dena. Tak tahu apa alasannya, Dena selalu lolos dari iblis tersebut. Malam itu juga, mereka mengubur jasad Aida di pekarangan belakang bersama asisten rumah tangga yang lain, yang meregang nyawa terlebih dahulu.
"Ini sudah yang ke-12 kalinya kita berganti asisten. Maaf, aku tak memberitahu kalian sebelumnya. Jika kalian ingin mengundurkan diri. Aku takkan menghalangi," kata Dena, menundukkan kepala. Sementara keempat asisten tersebut gusar.
***
Keesokan harinya, dua dari mereka mengundurkan diri. Yang tersisa hanya tiga orang. Dena, Aila, dan Razita.
"Mengapa kalian tak pergi seperti yang lain?" Tanya Dena.
"Dulu aku pernah bekerja di sebuah gereja. Aku tahu kenapa Nona Key seperti itu. Dan aku tahu, jika kematian Aida adalah karena suatu makhluk," jelas Razita.
"Sama halnya denganku. Aku tahu.. itu adalah hal yang tidak wajar," Sahut Aila.
Anggukan Dena mengartikan jika ia sangat mengerti dengan perkataan mereka berdua. "Terima kasih kalian telah bertahan disini. Sekarang cepat bersihkan rumah, karena akan ada tamu datang."
"Baik," mereka kompak menjawab.
Mereka pun segera menjalankan pekerjaan masing-masing. Sementara Dena, pergi ke kamar Key yang berada di lantai dua. Begitu tiba di depan kamar, ia mengetuk halus pintu dan berangsur masuk.
"Nona.. Kau sudah bangun?" Tanya Dena.
Key sedang berdiri di depan jendela, melipat tangan. Karena kaca telah hancur, maka angin dengan seenaknya masuk dan menerbangkan rambut pirang Key.
"Apa yang kau lakukan? Jangan berdiri di dekat jendela. Bahaya."
"Kau tenang saja."
"Aku akan memanggil orang untuk memperbaiki jendela itu."
"Tidak perlu. Aku suka seperti ini. Sudah lama aku tak merasakan angin yang segar."
Dena mendesah kesal, mendengar jawaban dari Key.
"Tetap harus diperbaiki, Nona. Akan bahaya jika malam hari."
Dena memutar badannya, setelah berbicara.
"Dena.. apakah kau tak melihat seorang laki-laki yang berkeliaran di sekitar rumah?" Key bertanya.
Dan membuat Dena kembali membalikkan badan. "Laki-laki? Apakah dia temanmu?"
"Iya. Dia manusia bukan hantu atau iblis," Key menjelaskan, seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Dena.
"O-oh. Apa kau ingin aku mencari dia?"
"Tak usah. Kau boleh pergi."
"Kemana dia pergi?" Key berkata dalam hati.
Bel pintu rumah menggema di seluruh penjuru ruangan, sepersekian menit kemudian. Dena segera berlari menuju depan dan membuka pintu. Seorang laki-laki berwajah tampan datang.
"Apakah benar ini rumah Key Addison?"
"Iya. Benar. Apakah kau guru Privat untuk Nona Key?" Dena bertanya.
Pemuda itu meyakinkan Dena dengan anggukan.
"Baik. Silahkan masuk."
Dia adalah Aland Barnaby. Seorang mahasiswa serta asisten Dosen di Universitas ternama di kota Birmingham. Aland sangat pandai. Bahkan di usianya yang muda tersebut ia berhasil meraih gelar Profesor. Meskipun telah mendapatkan gelar tersebut, Aland tak berhenti sampai disitu. Seluruh jurusan di kampus, telah ia coba satu persatu. Dan yang paling ia sukai adalah Psikolog serta Kimia. Aland, pemuda yang tampan. Rambut berwarna coklat, sedikit panjang dan memiliki poni yang menutupi bagian dahi, yang ia tata ke arah kanan. Aland adalah pria yang yang sangat rasional. Setiap dihadapkan dengan suatu masalah, dia selalu memecahkannya menggunakan rumus atau menggabungkan dengan ilmu yang ia peroleh dari dosennya. Dia tak percaya dengan adanya ilmu sihir atapun jiwa lain yang dapat bersemayam di tubuh manusia. Terutama dengan adanya dunia lain selain dunia manusia. Sedikitpun dia tak percaya.
Begitu berada di dalam rumah, Aland mendongakkan kepala, mengedarkan pandangan, mengamati setiap bagian rumah Key. Atap rumahnya sangat tinggi, memiliki aksen rumah kerajaan Inggris jaman dahulu, yang menjadi saksi bisu peralihan kekuasaan dari masa ke masa. Serta kurangnya pencahayaan, yang membuat suasana tampak mengerikan. Beberapa hari yang lalu, Dena memasang iklan di sebuah situs, untuk mencari seorang guru privat juga menghubungi beberapa kampus . Namun tak ada satu pun Dosen, yang mau menerima tawaran Dena. Meskipun di iming-iming dengan bayaran tinggi. Bukan tanpa alasan, mereka menolak tawaran menggiurkan tersebut, itu karena rumor yang beredar hebat ke seluruh kota Birmingham. Namun berbeda dengan satu pemuda ini, Aland yang mendengar berita tersebut segera mendaftarkan diri. Finansial Aland memang jauh dari kata cukup. Segalanya telah dimiliki Aland. Otak yang pintar, kepopuleran, wajah yang tampan. Namun ia tak berasal dari keluarga yang kaya. Ayahnya adalah seorang pegawai bengkel mobil, yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan ibunya, hanya seorang ibu rumah tangga. Aland pun menggunakan kepintarannya tersebut untuk mendapatkan beasiswa, agar dapat terus melanjutkan kuliah.
"Silahkan duduk," kata Dena.
Sekali lagi Aland mengangguk. Mereka duduk saling berhadapan. Bola matanya naik dan turun memperhatikan Aland.
"Ada beberapa peraturan yang harus kau ketahui dan patuhi saat berada di rumah ini. Tapi.. sebelum aku menjelaskan apa saja peraturan itu, aku ingin kau menunjukkan identitas dan nilai-nilai belajarmu."
Tanpa berkata apapun, Aland segera mengeluarkan beberapa rapor dan hasil ujiannya dari ransel berwarna hitam yang telah setia menemaninya selama beberapa tahun belakangan. Serta identitas pribadinya. Segera Dena membacanya satu persatu. Dahinya berkerut ke atas, sepersekian menit kemudian.
"Usiamu masih 25 tahun, tapi kau seorang profesor?" Dena bertanya.
"Iya, seperti itu."
"Baik. Peraturan pertama-"
"Jadi, aku diterima disini?" Potong Aland.
Dena mengangguk disertai senyum ramah.
"Peraturan pertama! Jangan pernah bertanya pada Nona Key tentang keadaan dirinya. Peraturan kedua! Jangan pergi ke halaman belakang rumah. Peraturan ketiga! Jangan pernah menceritakan pada siapapun, jika ada sesuatu yang terjadi di rumah ini. Kau pasti sudah sering mendengar rumor tentang rumah ini bukan?"
Aland mengangguk.
"Tenang saja. Aku tak tertarik dengan hal-hal seperti itu."
"Baik. Peraturan keempat! Di lantai dua, ada sebuah kamar yang berada di sudut dan telah di gembok. Jangan sekali-kali kau mengintip atau membuka kamar tersebut. Makan pagi pukul delapan. Makan siang pukul 12.00. Makan malam pukul 19.00."
"Kenapa kau menjelaskan itu padaku?"
"Bagaimanapun kau akan tinggal disini, jadi aku a-"
"Wow! Wait! Wait !wait!" pungkas Aland, terkejut. "Mengapa aku harus tinggal disini?"
"Kau tak membaca persyaratannya? Kau harus tinggal disini."
Aland segera mengambil selembar kertas yang ia lipat dari dalam tas, kemudian membacanya. Bola matanya berputar dan mendesah kesal.
"Apakah tak bisa, jika aku tidak tinggal disini?"
Dena menggeleng.
"Kau harus mengajar Nona Key setiap ada waktu luang. Dia banyak tertinggal. Oleh karena itu dia harus mengejarnya."
"Lalu bagaimana dengan kuliahku?"
"Kau boleh pergi kuliah, tapi kau harus pulang kemari selama kau menjadi Guru nona Key."
Wajah Aland terlihat kesal. "Maaf, aku mundur. Aku disini menjadi pengajar, bukan seorang tahanan!"
Aland berdiri dan berjalan pergi.
Dena menatapnya dengan tenang. "Akan kuberikan kau gaji tiga kali lipat."
Aland menghentikan langkah. Menjadi gusar. Memikirkan tentang biaya kuliah dan orang tuanya.
"Kau juga akan mendapatkan bonus, jika Nona Key bisa lulus nanti."
"Ah! s**t!" Dia mengumpat, memutar badannya. "Dimana kamarku?"