fourteen !

1127 Words
Ronald sangat bahagia hari ini. Semua tugasnya sudah beres (termasuk menyelesaikan lampiran tambahan untuk tugas Pengabis), banyak waktu luang yang bisa ia habiskan bersama di rumah, dan ia bisa bermalas- malasan dari jam dua belas siang tadi hingga malam ini. Ia bahkan pulang berbarengan dengan anak- anak TK tak jauh dari rumahnya. Rasanya hidup begitu mudah. Atau belum sulit. Karena kesulitan hidup sepertinya akan Ronald mulai di minggu kedua kuliah, ketika beban- beban mulai memenuhi punggungnya dan menyebabkan rambut beruban. Tapi Ronald tidak ingin memusingkan kuliah di awal minggu kedua dulu ketika ia masih bisa bersenang- senang. Ditambah lagi, emaknya tercinta membuatkan mereka sop iga untuk menu makan malam ini. Sungguh suatu kenikmatan yang tidak bisa didustakan. Setelah menikmati makan malam yang lezat tiada tara, kini Ronald tengah menyusun ancang- ancang kegiatannya sebelum tidur. Ia mengecek media sosialnya, dan tiba- tiba kepalanya terpikir Vinny. Ya, ruang lingkup yang otaknya miliki selain kuliah adalah puisi, Vinny, Macho, dan PS. Ronald masih memikirkan Vinny yang sama sekali tak bisa ia tebak. Kebanyakan waktu memang dihabiskan Vinny dengan acuh tak acuh, masa bodo dengan hal- hal lain. Tapi ia ingat bagaimana isi tugas yang Vinny setorkan padanya seusai praktikum Pengakun bersama Kak Mega tadi. Pertanyaan dan jawaban yang ia kirimkan sangat lengkap dan mendetail, bahkan bagi Ronald sang perfeksionis, Vinny berhak mendapatkan acungan jempol. Kalau dia memang cukup pintar, mengapa ia terlihat sama sekali tidak berminat kuliah begitu? Atau kasusnya sama dengan Igun, yang terpaksa berada di Ekonomi karena orangtuanya? Ah, Igun, batin Ronald. Sudah lama ia tak menghubungi teman- teman sebobroknya. Ares, Vito, Igun, dan Deni. Tapi urusan menghubungi mereka bisa belakangan. Saat ini, Ronald ingin menghubungi Vinny dulu. Ronald membuka laman Facebooknya, lalu melihat ke beranda chat. Ia mencari nama Vinny. Oh, Vinny sedang online! Cepat- cepat Ronald mengetikkan sesuatu. Vin. Pesan itu dibaca dengan cepat, membuat Ronald merasa senang. Vinny terlihat sedang mengetik, dan Ronald menunggu penuh kesabaran. Kenapa? Lo dateng ‘kan, kelas Kewarganegaraan besok? Kenapa emang? Nggak. Mastiin aja, biar besok lo nggak bolos. Butuh waktu lama bagi Vinny untuk membalas pernyataan Ronald yang satu ini. Tak lama kemudian, balasan datang. Mastiin? Gue bisa aja ngebalas ‘ya’ sekarang, dan gue tetep nggak datang besok. Emang. Makanya gue ngingetin kelas besok jam 7. Supaya lo beneran dateng. Ya, oke. Eh? Kok nggak nanya lagi? Vinny sama sekali tidak menjawab. Dengan cepat Ronald mengiriminya pesan lagi. Lo ga berniat ngejawab ‘ya’ dan beneran bolos ‘kan, besok? Masih tak ada jawaban. Ronald menyalin pesannya barusan, menempelkannya dan mengirimkan pada Vinny. Berulang- ulang, hingga lima belas kali. Kabar bagusnya, usaha Ronald penuh tetesan keringat dan air mata itu membuahkan hasil. Iya, b******k! Ronald tersenyum membaca jawaban sopan itu (cuma sedikit sarkas, kok), lalu membalasnya lagi. Oke! Gue tunggu. Gue bakal ngingetin lo lagi besok pagi, Vin. Dan kalo lo nggak ngebales chat gue besok, gue bakal telfonin lo sampe lo muak. Haha! Lo anaknya pendiam eh ternyata rese juga,ya. Sip. Oh, iya, selain Kewarnganegaraan, besok kita juga ada praktikum PIE Mikro. Kita emang beda kelas sih, tapi jadwal kita semua kan barengan. Sampai ketemu besok! Pesan terakhir Ronald sama sekali tidak dibalas Vinny, tapi Ronald sudah cukup puas bahwa pesannya sudah bercentang, sudah dibaca. Ia beralih pada percakapan grup sebobroknya yang biasa : Vito, Ares, Igun, Deni, dan dia sendiri. Sementara itu, Macho perlahan- lahan naik ke atas perut tambun Ronald dan mendengkur di situ. Group Cowo Kece Ronald : Grup sepi, ya? Ares : Pada lagi sibuk kuliah, Ron. Ronald : Kuliah apaan, baru juga minggu pertama. Ares : Ini udah memasuki akhir minggu kedua, Ron. Masih muda kok udah pikun. Ronald : Ya tetep aja, kan belum ada tugas. Ares : Masa? Kok gue udah dapet bejibun, ya? Deni : Bejibun tapi lo tetep heboh di grup, halah! Vito : Ada apa ni brooo? Heboh deh! Deni : Wah ada bau- bau anak teknik yang overproud masuk. Vito : (emoji otot) Ronald : Eh, ngomong- ngomong Guna kok belum nongol? Padahal gue niat ngegibahin dia. Vito : (emoji sosok gundul yang tertawa terbahak- bahak)  Ares : Bener. Sering off juga ni anak. Deni : Kalian berdua kan sekampus sefakultas? @Ronald? Ronald : Iya, tapi gue jarang ketemu Iguana juga, sih. Ares : Guna- guna di Ekonomi jurusan apa? Lupa. Ronald : Ekonomi Pembangunan. Vito : Kok bisa jarang ketemu dia, Krit? @Ronald Ares : Eilah! Bukannya bapaknya kekeuh dia nerusin bisnis mebel? Kenapa nggak ambil manajemen aja sekalian? Deni : Mungkin karena dari awal dia nggak niat ngebisnis, makanya dia nggak ambil Manajemen. Ronald : @Vito, ya iyalah. Kampus mah kan gede! Kali gue ketemu dia tiap hari. @Deni tapi kenapa dia nggak ngambil Akuntansi aja kayak gue? Ares : @Ronald Gue pengen ngegimbalin rambut lo boleh ga, Krit? Akuntansi bukannya lebih susah? Vito : @Ronald Itu bukan jawaban, saudara seperjuanganku -_- Ronald : Ya, emang seperti itulah kenyataannya kawan karibku @Vito. @Ares, menurut gue sih, tiap jurusan ada sulit dan mudahnya. Udah ada porsinya masing- masing. Deni : Betul sekali! Supernya jawaban saudara (emoji tepuk tangan) Ares : Menurut gue lebih baik lo langsung bicara sama bapak lo deh, Guna @IguanaSawah. Ke depannya kuliah bakal jauh lebih susah. Vito : Eh, ini serius Gunandar nggak muncul- muncul? Ares : Nggak usah cemaslah! Nanti dia juga baca chat kita. Dia tetep bakal tahu kalo dia barusan kita ghibahin. Deni : Setuju. Ronald : (emoji mengacungkan jempol) Udah dulu, ah! Ronald langsung keluar dari aplikasi dan mematikan ponselnya, tanpa peduli lanjutan percakapan teman- temannya. Ya, begitulah realita sifat Ronald, yang anehnya tetap disayangi teman- teman sebobroknya. Tapi bagi Ronald malam ini lebih bermakna. Selain sop iga yang enak, dia juga baru saja bercakap- cakap online dengan nikmat bersama Vinny. Akhirnya ia bisa tidur dengan tenang. *** Pagi. Cicit burung gereja yang bermain di atas kabel listrik terdengar begitu syahdu. Udara sejuk memasuki kamar Ronald. Sinar matahari menembus sisi jendela, menerangi sebagian kamar yang berukuran sedang itu. Si pemuda keriting sudah bangun dengan senyum lebar di wajahnya, sambil menggeliat dan meregangkan tubuhnya penuh gaya. Sempurna, seperti iklan kasur. Sebenarnya yang membuat suasana hati Ronald sudah bisa ditebak. Ia langsung meraih ponselnya, lalu mengirimi Vinny pesan melalui f*******:. Semangat pagi! Jangan lupa nanti kuliah Kewarganegaraan jam tujuh di ruang B23! Setelah pesan terkirim, ia menelfon nomor Vinny berkali- kali. Tidak benar- benar menelfon sebenarnya, tapi hanya melakukan missed call. Saat Vinny hendak menjawab panggilan, Ronald langsung mematikannya. Tak lama kemudian, pesan Vinny di f*******: masuk. Brengsek! Lagi- lagi Ronald hanya tersenyum, meski sepertinya Vinny tidak punya kosakata lain saat mengiriminya pesan. Ia mulai mengira- ngira, menebak kegusaran Vinny saat mereka bertemu di kelas nanti. Mungkin Vinny akan membotakinya. Tapi itu sudah lebih dari cukup, gumam Ronald dalam hati. Bisa jadi, ia agak mengharapkan itu terjadi.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD