"Ya,” sahut Vito pendek. “Ada pertanyaan lagi?” Ronald terkejut, meskipun ia sudah menduga- duga itu. “Nggak mungkin!” serunya. Hampir saja ia terjungkir dari kursinya. Kali ini giliran Vito yang memandang tanpa senyum. “Gue serius, Ron. Lo tanya, dan gue jawab. Dan memang, gue suka sama Angel.” “Sejak kapan?” “Sejak gue pertama bertemu sama dia.” Napas Ronald berbunyi cepat. Ia geram. “Jadi itu alasan lo selama ini ngajak gue main PS terus?” Vito menggeleng. “Gue ngajak lo main, ya emang buat main. Tapi gue nggak bakal ngebantah kalau gue selalu pengen ketemu sama dia.” Ronald tidak berkomentar. Sepertinya ia masih berusaha mengendalikan amarahnya. “Ron, lo jangan mencampur- adukkan pertemanan kita sama rasa suka gue ke adik lo,” kata Vito. Ronald tersenyum menyeringai. “Lo yang

