Bab 4 - Inilah Saatnya

1212 Words
Warning, part ini mengandung adegan 21+, yang mungkin dapat membuat sebagian orang tak nyaman membacanya. Jadi, jika belum cukup umur, atau merasa tak nyaman membacanya, silahkan skip part ini. Happy reading and enjoy it, please... ******* Lima belas menit berlalu, Vincent kembali masuk ke kamar. Mengejutkan Alicia, yang masih larut dalam lamunannya tentang bagaimana ia bisa terjebak di situasi seperti ini. Vincent berjalan mendekati Alicia. Kemudian, mendudukan dirinya di hadapan Alicia. "Jangan menghindar, lagi," titah Vincent, yang langsung dijawab dengan anggukkan dari Alicia. Vincent mengelus pipi Alicia, berlanjut dengan memagut bibirnya. Alicia hanya diam mematung sambil memejamkan matanya rapat. Baginya, sebagai Nadia, ini adalah pengalaman pertamanya. Maka tak heran, jika sekarang ia tak mengerti harus berbuat apa. Rasa takut menderanya. Dibarengi dengan rasa aneh yang menggelitik perutnya. Tubuhnya pun, entah kenapa perlahan menjadi panas. Alicia terlonjak kaget, saat tangan Vincent menyentuh perutnya. Sontak, Vincent menatap Alicia jengkel. "Maaf," cicit Alicia. "Aku katakan sekali lagi, jangan menghindar." Tak ingin membuat Vincent semakin marah, Alicia memilih untuk menahan dirinya. Mona sudah sering memberitahu Alicia, pasal hubungannya dengan sang suami sebelum kecelakaan. Meski mereka jarang berbicara, tapi hubungan ranjang mereka bisa dibilang sangat lancar. Terlebih, sebagai model Alicia memilih untuk menunda memiliki momongan. Hingga, Alicia memilih menggunakan kontrasepsi berupa suntik tiap tiga bulan sekali. Dan, membuatnya tak pernah lagi merasakan haid. Alasan itu lah, yang membuat mereka bisa berhubungan hampir tiap malam. Meski Vincent merasa heran dengan sikap Alicia saat ini. Ia, lebih memilih untuk mengabaikannya. Lebih baik baginya, untuk tetap melanjutkan aktifitas mereka. "Buka mulutmu," titah Vincent. Alicia menurut, dan membuka mulutnya. Vincent melesakkan lidahnya, ke dalam mulut Alicia. Menari-nari, bermain bersama lidah Alicia yang hanya diam saja. "Lakukan seperti apa yang kulakukan." Seperti perintah Vincent, Alicia pun mulai mengikuti gerakan lidah Vincent. Ia, mulai membalas permainan lidah Vincent di dalam mulutnya. Lalu, ketika Vincent kembali memagut bibirnya, ia juga ikut memagut bibir Vincent. Alicia mencengkram sprei dengan kencang. Melihat hal itu, Vincent mengarahkan tangan Alicia untuk dikalungkan di lehernya. Sedikit demi sedikit rasa takut Alicia mulai hilang. Berganti dengan rasa yang entah ia pun tak tau, karna baru kali ini merasakannya. Mereka terengah, berusaha menghirup oksigen sebanyak mungkin saat pagutannya terlepas. Vincent tercenung melihat ekspresi wajah Alicia. Wajahnya yang putih, merah merona. Menatapnya sayu dan malu-malu. Selama pernikahan mereka. Dan, sekian banyak aktifitas ranjang mereka. Baru kali ini, Vincent melihat ekspresi Alicia seperti itu. Ia membuka satu persatu pakaiannya. Begitu pun, pakaian Alicia. Meski sudah ditolak karna Alicia ingin melepaskan pakaiannya sendiri, Vincent tak peduli dan tetap melepaskan dengan tangannya sendiri. Alicia menutup sebagian tubuhnya dengan selimut karna malu. Ia pun, tak sanggup jika harus memandang tubuh Vincent yang indah berotot. Vincent merebahkan tubuh Alicia, dan membalikkannya menjadi posisi tengkurap. Lalu, bibirnya mulai bergerilya menelusuri tiap inci punggung Alicia. Kaca besar di depannya, dengan jelas memperlihatkan aktifitas mereka. Vincent pun, bisa dengan puas memandang ekspresi wajah Alicia yang entah kenapa berbeda dari biasanya. Perpaduan antara ekspresi menggemaskan, juga menggairahkan sekaligus. Entah berapa lama mereka saling bertukar peluh. Yang Vincent ingat hanya, ini pertama kalinya ia tak ingin segera melepas Alicia dengan cepat. *** Paginya, Alicia terbangun dengan tubuh yang terasa remuk. Rasanya, seperti ia baru saja selesai bekerja rodi seharian penuh. Padahal, yang dilakukannya hanya beraktifitas di ranjang. Ia menatap lelaki yang tidur di sampingnya. Merasa tak menyangka, jika lelaki itu akan melakukannya dengan lembut kemudian. Padahal ia ingat, jika awalnya lelaki itu memperlakukannya dengan kasar. Tapi entah apa yang terjadi, ia berubah menjadi lembut dan membuat dirinya mulai melayang. Alicia menghela napas panjang, dan segera turun dari ranjang untuk membersihkan diri. Saat membuka pintu kamar mandi, Alicia mendapati Vincent tengah terduduk di ranjang sambil memainkan ponselnya. Terlupa akan baju yang ia bawa ke kamar mandi, dengan terpaksa ia berjalan keluar kamar mandi hanya menggunakan handuk saja. "Al, kemarilah." Dengan takut-takut, Alicia berjalan mendekati Vincent. Vincent langsung menjatuhkan Alicia ke ranjang. "Akh," pekik Alicia yang kaget. Tak menyangka jika ia akan ditarik oleh Vincent. Lagi. Vincent mulai mencumbunya kembali penuh hasrat. Sampai Alicia pun, merasa kewalahan untuk mengimbanginya. Mereka sama-sama kembali terengah. Sama-sama kembali mengejar kenikmatan masing-masing untuk kesekian kalinya. Entah berapa lama waktu yang berlalu. Aktifitas mereka, baru selesai setelah getaran di ponsel Vincent tak kunjung berhenti sejak beberapa waktu yang lalu. Vincent yang merasa terganggu, terpaksa menjawab panggilan itu. "Halo," ketusnya. Vincent merasa sangat jengkel dengan gangguan kali ini. "Ada apa?" "Maaf, jika saya mengganggu, Pak. Saya hanya ingin bertanya, apakah rapat dengan J Estate pagi ini, Bapak akan hadir?" Vincent tersentak. Merutuki dirinya yang baru kali ini tak bisa menahan hasratnya pada Alicia. Hingga ia melupakan rapat penting pagi ini. "Jam berapa rapatnya?" Vincent melirik ke arah Alicia, yang ternyata sudah terlelap saking lelahnya. "Jam 10 tepat, Pak." "Baik, saya akan segera ke sana." Vincent membelai lembut pipi Alicia. Kemudian, mengecupnya tanpa sadar. "Sial. Kenapa jadi begini," rutuknya pada perbuatannya barusan. Tak ingin ambil pusing, ia pun beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat keluar dari kamar mandi, Vincent masih melihat Alicia terlelap. Dan sialnya, bahu mulus Alicia yang tak tertutup selimut berhasil memancing hasratnya kembali. Vincent mengacak rambutnya gusar, karna harus menahan hasratnya. Jika saja rapat kali ini tak bernilai apapun, bisa dipastikan dia akan menyerahkan rapatnya pada sekretarisnya. Lekas, Vincent memakai pakaiannya. Lalu bergegas pergi sebelum ia mulai kehilangan kendali lagi karna Alicia. *** Suara ketukan di pintu, membangunkan Alicia dari tidur nyenyaknya. Ia, melirik pada jam yang menunjukan pukul satu siang. "Astaga." Alicia yang tersentak, langsung bangun setelah melihat jam di sampingnya. "Nyonya, apa anda baik-baik saja?" suara Mona terdengar cemas di luar. "Iya. Aku baik-baik saja." Suaranya serak, karna terlalu banyak mengerang semalam dan berlanjut pagi tadi. "Saya, akan membawakan makanan untuk Nyonya segera." Setelah mengucapkan kalimat tadi, tak terdengar lagi suara Mona di depan pintu. Alicia meregangkan tubuhnya untuk beberapa saat. Setelahnya, ia berjalan terseok menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. "Apa, kondisi Nyonya baik-baik saja? Haruskah saya memanggil dokter April ke sini, untuk mengecek kondisi Nyonya?" tanya Mona yang sedang menemani Alicia memakan sarapannya. Ah, bukan sarapan. Tapi, lebih tepat jika dikatakan sebagai makan siang. Karna waktu sarapannya, sudah terlewat hingga jam makan siang. "Memangnya, aku kenapa?" tanya Alicia balik. "Tuan bilang, sepertinya Nyonya terlalu lelah. Jadi, tuan ingin saya mengecek kondisi Nyonya dengan baik," jelasnya yang membuat Alicia merasa heran. Alicia menatap Mona penuh tanya. "Apakah, selama ini tuan Vincent begitu perhatian padaku? Atau, pada saat-saat tertentu saja?" tanyanya penasaran. Tentu, Alicia penasaran. Karna selama beberapa bulan ia tinggal di sini, tak sedikit pun Vincent bersikap ramah padanya. Vincent, bahkan sangat dingin padanya tiap mereka berpapasan. Jadi, wajar jika Alicia curiga kalau Vincent perhatian hanya setelah bercinta saja. Mona menggeleng. Ia pun, sebenarnya bingung kenapa tuannya bisa tiba-tiba peduli pada istrinya itu. Pasalnya, selama ia bekerja sebagai asisten pribadi Alicia, tak pernah sedikit pun Vincent peduli pada Alicia. Vincent hanya peduli, apakah Alicia bisa melayaninya di ranjang atau tidak. Sebatas itu saja. Bahkan, pernah saat Alicia jatuh sakit pun, Vincent tetap acuh dan hanya memberikan waktu pada Alicia untuk istirahat saja. Tanpa memberikan perhatian, meski hanya sedikit saja. "Aneh," gumam Alicia. Tak ingin menghiraukan keanehan Vincent lebih lanjut. Alicia, memilih melanjutkan acara makannya, hingga makanan itu habis tak bersisa. Lumayan, untuk memulihkan tenaganya yang terkuras habis, karna ulah Vincent. Ia rasa, ia juga butuh pijatan di seluruh tubuhnya hari ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD