Bab 2 - Aku Alicia?

1456 Words
Rasa pusing dan mual mendera Nadia, saat terbangun dari pingsannya. "Ssttt ...," rintihnya, menahan pusing. Ia, coba membuka matanya meski sedikit sulit akibat pusing yang dirasa. Lekas, ia memijat dahinya pelan demi meringankan pusingnya. Sesaat, Nadia merasa bingung. Karna, ia hanya merasakan pusing saja. Sedang, tubuhnya terasa seperti baik-baik saja. Padahal seingatnya, ia baru saja mengalami kecalakaan parah. Yang mana, harusnya ia mengalami luka-luka karna tubuhnya jatuh di aspal. Ia memindai tangannya, yang terlihat lebih mulus dari sebelumnya. Bahkan, kulitnya pun, tiba-tiba saja lebih putih dari sebelumnya. Tak ada sedikit pun, luka gores di sana. Terdengar suara pintu yang terbuka. Nadia, terlonjak kaget saat melihat ada yang datang. Ia, begitu takjub melihat lelaki bertubuh tegap berparas tampan berjalan mendekatinya. "Haruskah, kamu melakukan hal gila seperti kemarin, hanya karna orang tuaku meminta cucu darimu?" tatapan tajam, lelaki itu layangkan untuk Nadia. Nadia mengerjap, tak mengerti dengan ucapan lelaki di depannya barusan. "Kenapa kamu cuma diam saja?" Nadia melihat kanan, kiri dan belakangnya. Memastikan, jika memang ia lah orang yang diajak bicara lelaki di depannya. "Maaf, apa anda berbicara dengan saya?" tanya polos Nadia lontarkan, sukses membuat lelaki di depannya geram. Lelaki tersebut mendekati Nadia, dan mencengkram rahang Nadia kuat. "Jangan main-main dengan saya, Al. Jangan membuat saya, semakin marah dengan tingkah lakumu," ucapnya penuh penekanan. Nadia, meringis merasakan sakit di wajahnya. "Maaf, saya tidak mengenal anda. Apa, salah saya pada anda, hingga anda memperlakukan saya seperti ini?" Air mata mengalir dari sudut mana Nadia tanpa disadari. Lelaki tersebut melepas cengkramannya dengan geram. "Jangan berpura-pura lagi, Al. Dokter saja berkata, bahwa keadaanmu baik-baik saja. Jadi, jangan berakting di depanku." "Sungguh, saya ga kenal dengan anda." Lelaki tersebut menatap tajam Nadia. "Apa, kamu lupa ingatan?" tanya lelaki itu, yang langsung dijawab dengan gelengan oleh Nadia. "Lalu, bagaimana mungkin kamu bisa lupa dengan saya? Suami kamu sendiri." Nadia tercengang, seingatnya ia masih menjadi wanita lajang hingga kemarin. Yang bahkan, berpacaran pun tak pernah. Hidupnya, ia dedikasikan hanya untuk mencari uang demi membantu keluarga pantinya. "Ga. Ga, mungkin," sangkal Nadia. "Apa kamu pikir, aku berbohong?" tanya lelaki itu, lagi. Nadia mengangguk pasti, yang dibalas dengan tawa sumbang oleh lelaki itu. "Jika kamu ga percaya, coba kamu lihat dengan teliti foto pernikahan di belakang kepalamu!" perintahnya yang langsung dilakukan Nadia. Nadia menatap heran, pada gambar dua orang yang ada di foto itu. Lelaki di foto itu, memanglah lelaki yang sekarang ada di hadapan Nadia. Tapi, mempelai perempuannya bukanlah dirinya. Samar, Nadia melihat pantulan wajah wanita yang ada di cermin meja rias di samping ranjangnya. "Tunggu, siapa wanita itu?" tanyanya bingung dalam hati. Nadia, memiringkan kepalanya, yang juga dilakukan wanita di dalam cermin itu secara bersamaan. Secara tiba-tiba, lelaki itu sudah ada di belakangnya dan berbisik. "Jadi, kamu sekarang percaya, kan jika kamu adalah istriku." Spontan Nadia mengalihkan pandangannya pada wajah di sampingnya. Lalu, beralih menatap pantulan cermin lagi. Sungguh, ia bingung. Bagaimana bisa, gerak-gerik wanita di pantulan cermin itu sama dengannya. "Ma-maaf. Bisakah, saya meminta cermin sebentar?" pintanya pelan. Lelaki itu, menatap heran pada istrinya, yang sejak tadi berbicara dengan sangat sopan padanya. Tanpa menjawab terlebih dahulu, ia langsung melangkah mendekati nakas, dan mengambil cermin kecil di lacinya. "Ini." Nadia dengan cepat menerima cermin yang disodorkan lelaki itu. "Hah, siapa wanita cantik ini? Mengapa, wajah wanita ini yang kulihat saat bercermin?" tanya Nadia bingung dalam hati. Nadia bangkit dan turun dari kasur. "Apakah, di rumah ini ada cermin yang besar?" tanyanya lagi. Lelaki itu, menatap istrinya semakin heran. "Kenapa, dia jadi aneh begini?" bathinnya bertanya. "Ada. Kamu, bisa gunakan cermin di wardrobe." Jarinya, menunjuk ke arah kanannya. Segera, Nadia berjalan ke arah yang lelaki itu tunjuk, untuk mencari cermin. Begitu menemukan cermin yang besar, Nadia langsung berdiri di depannya. "Hah! Kenapa, wajahku seperti ini?" tanyanya, sambil menempelkan telapak tangannya ke cermin. Jantung Nadia berdegup kencang, mendapati wajah orang lain dalam pantulan cermin itu. Wajah yang kini ia lihat, adalah wajah mempelai wanita di foto tadi. "Tunggu! Mungkin, ini hanya mimpi. Iya, mimpi. Karna ga mungkin, wajahku berubah seketika," ucapnya berusaha menenangkan dirinya. Ia mencubit pipinya sendiri, sebagai bukti bahwa ini memang hanya mimpi. "Awh!?" pekiknya, karna merasakan sakit. "Ini, ga mungkin. Pasti, ada yang salah di sini." Nadia, memutuskan keluar dan bertanya pada lelaki tadi. Tapi, saat ia keluar dari wardrobe, ternyata lelaki tersebut sudah tak ada di dalam kamar. Ia pun, memutuskan untuk keluar dan mencari lelaki tadi. Sebelum keluar, ia berhenti sejenak. Kemudian, ia mulai memindai seluruh kamar. Ia, baru sadar jika sejak tadi ia berada di kamar mewah yang tak ia kenal sama sekali. Ia, juga baru sadar jika sedari tadi ia berbaring di atas ranjang yang sangat empuk dan nyaman. Sangat berbeda, dengan kasur kapuk keras yang ada di kontrakannya. Kembali, ia teringat jika ia harus mencari lelaki tadi. Maka, dengan cepat ia keluar dari kamar itu. "Wahh ...." Mata Nadia, memandang takjub pada ruangan di depannya. Ruangan yang luas, dengan barang-barang yang terlihat mewah dan mahal. "Nyonya." "Astaga!" Nadia, terlonjak kaget dengan sapaan barusan. Terlihat seorang wanita paruh baya, yang menggunakan seragam pelayan seperti yang sering ia lihat di film-film. "Apa, Nyonya membutuhkan sesuatu?" tanyanya sopan. "Maaf. Apa, Ibu lihat lelaki yang keluar dari kamar ini barusan?" Sang pelayan mengernyitkan alis, merasa heran dengan panggilan tadi. Sepertinya, baru kali ini nyonya-nya memanggil ia dengan sebutan 'ibu'. Dan juga, ucapannya terdengar sangat sopan. "Apa, yang Nyonya maksud, tuan Vincent?" tanyanya. "Ahh ...  jadi, namanya Vincent," gumamnya sambil mengingat wajah rupawan itu. "Ehm," pelayan itu berdehem, dan menyadarkan Nadia dari lamunannya. "Jika, memang tuan Vincent yang Nyonya maksud, Nyonya bisa menemuinya di ruang kerja tuan." jelasnya. "Di mana ruang kerjanya?" tanya Nadia, lagi yang membuat pelayan tersebut makin heran. Namun demikian, ia tetap berinisiatif untuk mengantar sang nyonya ke ruang kerja tuannya. "Mari, saya antar, Nyonya." Ia berjalan mendahului. "Eh, tunggu dulu sebentar." Pelayan itu menghentikan langkahnya, dan berbalik menghadap nyonya-nya kembali. "Saya, mau tanya satu hal lagi, boleh?" "Silahkan, Nyonya." "Siapa, saya?" Pelayan itu, makin bingung dengan pertanyaan barusan. Meski begitu, ia tetap menjawab pertanyaannya. "Anda, adalah nyonya di rumah ini," jawabnya sopan. "Nyonya rumah?" gumamnya, yang tak terdengar pelayan itu. "Satu lagi. Siapa, nama saya?" "Pertanyaannya, semakin aneh saja," bathin pelayan itu. "Nama Nyonya adalah, Alicia." Jawaban pelayan tersebut, sukses membuat Nadia tercengang. "Bagaimana mungkin, namaku Alicia. Padahal, dengan jelas aku ingat bahwa namaku adalah Nadia. Apa, wanita ini yang bernama Alicia. Dan, aku sudah masuk ke tubuhnya." bathin Nadia. Ia merasa, jika pemikirannya itu sungguh gila dan tak masuk akal. Untuk memastikannya, Nadia memutuskan untuk menemui lelaki yang bernama Vincent tadi. Ia ingin mendapatkan bukti, apakah benar ia telah masuk ke dalam tubuh wanita lain, yang bernama Alicia atau tidak. Meski, ia sendiri merasa bahwa hal itu mustahil adanya. *** "Ini ruangannya, Nyonya," ujar sang pelayan, yang Nadia ketahui bernama Emma. Kemudian ia berlalu, meninggalkan nyonya-nya yang mematung di depan pintu. Emma menoleh, ketika mendengar suara ketukan pintu. Aneh untuknya, melihat nyonya-nya berlaku sangat sopan hari ini. Tak seperti biasanya, yang sangat arogan. Namun demikian, ia memilih abai dan kembali berjalan demi keamanan pekerjaannya. Nadia masuk ke dalam ruang kerja, setelah Vincent memberinya ijin untuk masuk. "Kenapa, kamu harus mengetuk pintu terlebih dahulu?" pertanyaan pertama, yang terlontar dari mulut Vincent setelah Nadia masuk ke ruangan. "Apa?" tanya Nadia, bingung. "Hahh ...." Vincent memijit keningnya, pusing melihat tingkah Alicia hari ini. "Lupakan saja, pertanyaanku barusan. Sekarang, ada perlu apa kamu ke sini?" lanjutnya bertanya. "Oh, itu. Saya, ingin bertanya sesuatu, boleh?" Vincent, sudah tak menghiraukan lagi ucapan Alicia yang sangat sopan, atau sikap Alicia yang sangat berhati-hati dan membingungkan untuk Vincent. "Tanyakan, saja." Lebih cepat, lebih baik menurut Vincent. "Yang pertama, siapa nama saya?" meski Nadia tadi telah bertanya pada Emma, ia ingin memastikan sekali lagi jika apa yang Emma katakan adalah yang sebenarnya. "Namamu, adalah Alicia. Alicia Bramantyo, tepatnya." jawab Vincent cepat. Nadia, mengangguk. Ternyata, yang Emma katakan benar. "Lalu, yang kedua. Apa benar, kita ini suami istri?" Nadia hanya ingin memastikan, bahwa lelaki di depannya sedang tidak mempermainkan dirinya. Vincent memutar kursinya, lalu memanjukan kursinya mendekati brankas yang ada di hadapannya. Setelah memasukan kodenya, ia membuka pintu brankas untuk mengeluarkan sebuah map berwarna kuning. Ia pun bangkit, dan berjalan mendekati Alicia. "Ini, kamu bisa membaca ini semua dan meyakinkan dirimu sendiri, bahwa aku tidak berbohong padamu." Diletakkannya map itu, di meja depan Alicia. Kemudian, Vincent beralih menuju rak buku dan menarik satu foto album dari sana. "Kamu, juga bisa melihat semua foto-foto ini untuk lebih meyakinkan dirimu." Setelah mengucapkan itu, Vincent memilih keluar meninggalkan Alicia sendirian di ruangan. Dengan seksama, Nadia membaca semua berkas pernikahannya. Juga, menatap lekat satu persatu foto yang menempel di album besar itu. "Sepertinya, aku beneran udah gila," gumam Nadia saat melihat foto album, juga pantulan dirinya di depan kaca. "Bagaimana mungkin, aku bisa berada dalam tubuh Alicia?" tanyanya frustasi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD