Bab 3 : Mengundurkan Diri

1042 Words
"Tuan, kami tidak dapat memastikannya kapan tugas ini selesai. Tapi kami masih terus memeriksa rumah sakit di ibukota dan mengumpulkan data kelahiran setiap anak yang lahir pada September dua tahun yang lalu." "Sampai sekarang kami masih belum menemukan DNA yang cocok dengan Anda, Tuan. Jadi mohon bersabar," lanjut Hanz seolah meminta keringanan. Theo hanya duduk tanpa menghiraukan Hanz, tapi tatapannya terlihat jelas sekali aura yang dingin dan mencekam. Tiga tahun lalu, kekuasaan Sander Group masih berada di tangan Willy Sander--ayah Theo. Meski begitu Theo telah memegang jabatan penting di Sander Group dan hanya menunggu waktu sampai dia menggantikan ayahnya. Dengan latar belakang yang begitu menakjubkan, ada begitu banyak wanita yang mencoba menggodanya. Mulai dari artis hingga model, semua berjajar ingin menarik perhatiannya. Theo tidak pernah menggubris mereka. Tapi siapa yang menyangka, akan ada seseorang yang berani meracuni minumannya dalam sebuah pesta. Dalam sekejap Theo telah kehilangan separuh kontrol atas dirinya. Dia langsung keluar meninggalkan pesta dan meminta Hanz untuk memesan sebuah ruangan. Dengan membawa sebuah kunci elektronik dia menyusuri lorong dan menemukan ruangannya. Ketika memasuki ruangan, Theo sempat terkejut karena ada seorang wanita di dalamnya. Dia mengira wanita itu dikirim oleh Hanz sehingga tanpa banyak bicara langsung menyalurkan hasratnya yang telah menggebu-gebu. Dia baru sadar jika wanita itu bukan wanita yang disiapkan oleh Hanz ketika tahu jika dirinya memasuki ruangan yang salah. "Tuan ...." Theo yang sibuk termenung spontan memutar wajahnya ke samping dan menatap Hanz. "Kenapa kau masih di sini? Pergilah dan biarkan aku sendiri. Aku akan memanggilmu nanti jika membutuhkan sesuatu." Mulut Hanz langsung membeku mendengar kalimat tuannya. Pria berkulit sawo matang itu mencoba untuk tersenyum lalu meninggalkan ruangan setelah menundukkan sedikit kepalanya. Tapi tidak dipungkiri, dia mengeluh dalam benaknya. "Tuan, asistenmu berbicara panjang lebar tapi Anda bahkan tidak mendengar barang satu kata pun." Melihat Hanz telah pergi, Theo menyeka pelan sudut bibir dengan ibu jarinya. Pria itu lalu tersenyum dan berkata, "Aku tidak mengingat wajahnya, tapi aku masih mengingat jelas rasa bibirnya." Seorang Theo Sander dibuat begitu buruk oleh satu wanita. Ketika orang mendengarnya, tidak akan ada yang percaya jika itu adalah Theo Sander, CEO Sander Group yang terkenal. Tapi begitulah adanya, dia terpikat dengan seorang wanita yang dia renggut pengalaman pertamanya. ... Di apartemen. "Apa Max sudah tidur?" Intan berdiri dari sofa lalu menghampiri Elsa yang baru saja keluar dari ruang tidur. "Sangat sulit membuatnya tidur. Max selalu seperti itu, sangat manja ketika sakit." "Kau ibunya, bukankah itu menurun darimu?" Elsa dengan spontan menempatkan tangannya di bawah dagu. "Tidak, aku tidak begitu." "Hem ... Jika begitu pasti dari ayahnya ... Eh!" Intan langsung menutup mulutnya setelah sadar apa yang telah dia katakan. "Maaf, ... Aku tidak bermaksud mengatakannya." Elsa cukup tersenyum seperti tidak mendengar apa-apa, dia mengajak Intan untuk kembali duduk di sofa. "El, aku benar-benar tidak sengaja." "Jadi tidak perlu pagi membahas masalah itu. Sekarang duduk sini," pintanya seraya menepuk sofa tepat di sampingnya. "Kenapa kau memasang wajah serius seperti itu? Kau membuatku takut." Intan menggunakan kedua telunjuknya membuka senyum Elsa lebih lebar dan natural. "Nah, seperti ini baru terlihat cantik." Elsa tertawa lirih menghadapi kalakuan sahabatnya ini. Intan mengambil gelas air di meja dan menggeser ke hadapan Elsa. "Sebenarnya kau ingin membicarakan apa? Kau bersikap seperti akan pergi saja." "Aku akan pergi ke ibukota." Saking terkejut dengan kalimat Elsa, Intan terbatuk dua kali. Dia mengambil air yang baru saja ia serahkan kepada Elsa dan meneguk nya. "El, kau jangan bercanda. Apa yang kau lakukan di sana? Bukankah kau sudah bertekad untuk tidak datang ke sana selamanya?" Elsa terkekeh melihat tanggapan Intan yang tidak terduga. Dia menghela nafas lalu menceritakan alasannya pergi ke ibukota adalah untuk bekerja. Intan dengan cepat menyipitkan mata lalu berkata, "kau sudah menjadi dosen. Memangnya kau akan bekerja di mana dan sebagai apa?" "Aku akan menjadi sekretaris di Sander Group." Sander Group? Mata Intan tiba-tiba menjuling. "Gila! Apa kau sungguh akan bekerja di Sander Group? Itu adalah perusahaan nomor satu dan terbesar di ibukota provinsi." Elsa dapat melihat mata Intan yang bersinar. "Ya, aku akan bekerja di sana." Sebelumnya Elsa sempat menolak untuk bekerja di Sander Group karena tidak ingin kembali ke ibukota. Tapi setelah kejadian pagi tadi dia sadar. Kondisi Max semakin memburuk dan memerlukan sebuah perawatan. Selain itu dia masih memiliki utang atas biaya operasi persalinannya dua setengah tahun yang lalu pada Intan. Saat itu usia kandungan Elsa baru memasuki bulan keenam, dan mungkin karena dia menghadapi terlalu banyak tekanan, sehingga terjadi komplikasi pada kehamilannya. Max lahir di ruang operasi sebelum waktunya, dan pada saat itu Max sempat kesulitan bernafas sehingga dokter langsung menggunakan ventilator untuk membantunya. Semua biaya ditanggung oleh keluarga Intan. Elsa merasa harus membayarnya kembali meski Intan tidak pernah sekali pun mengungkitnya. ... Keesokan paginya. Elsa kembali menitipkan Max kepada Intan, sementara dirinya seperti biasa datang ke kampus. Tapi kali ini berbeda, dia sayang bukan untuk mengajar, melainkan menyerahkan surat pengunduran dirinya. Orang pertama yang Elsa temui adalah Pak Darwin. Orang yang paling berjasa dalam pendidikannya dan orang yang selalu mendukungnya. "Aku tidak tahu apa yang membuatmu dengan cepat berubah pikiran. Tapi aku yakin kamu memiliki alasan untuk mengambil keputusan ini." Elsa mengangguk pelan. "Saya telah memikirkannya berulang kali, Pak. Terima kasih karena Anda telah membimbing saya selama ini. Saya mohon pamit." Setelah menyerahkan surat pengunduran dirinya, Elsa meninggalkan kampus untuk pulang. Dia menghentikan taksi dan segera masuk ke kursi belakang. Taksi perlahan melaju, tatapan Elsa tidak bisa lepas dari map coklat yang ada di dalam tas hitamnya. "Ini sudah jam sepuluh pagi, tapi kenapa aku belum mendapat pesan dari mereka?" gumam Elsa seraya mengecek notifikasi pada layar ponselnya. Kemarin saat di rumah sakit Elsa menghubungi pihak perusahaan melalui nomor yang tertera pada surat rekomendasi. Kemudian saat tiba di apartemen dia mendapatkan pesan jika dirinya diterima dan diminta datang ke Sander Group. Akan tetapi kapan waktunya mereka berkata akan menghubunginya kembali. Ting! Elsa baru saja menyimpan ponselnya, suara dentingan nyaring itu seketika mengubah raut wajahnya menjadi bersemangat. Dia yakin jika itu adalah pesan dari Sander Group untuk mengkonfirmasi kapan dia harus datang ke gedung mereka. "22 September? Bukankah itu besok?" Elsa menggerakkan jarinya untuk mengoreksi apa yang tampak di depan matanya. "Benar-benar besok, jam sembilan sudah ada di sana?" Elsa sungguh ingin mengumpat kesal. Tapi dia cukup mengeluarkan semua itu dalam benaknya. Dia menarik nafas dan menghembuskannya perlahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD