Hana dan Mama yang Enggan untuk Pindah (lagi)

1120 Words
            Usai makan malam bersama, Adit dan Adhim shalat isya berjamaah di rumah kemudian bersiap untuk ke kamar. Mereka berdua hendak mengecek lagi hasil foto-foto jepretan mereka berdua ketika bertemu Bang Tora tadi sore. Adit dan Adhim bergantian menunjukkan kepiawaian ketika mereka mengambil foto yang mengenali dirinya tahu kalau dari beberapa sudut, lagipula ditunjang penggunaan hape bagus yang kualitas kameranya sudah tidak di ragukan lagi.             “Ihh, keren-keren bener ya hasilnya bang” ujar Adhim ketika menggeser satu demi satu foto dari hape baru Adit yang bermerk apel tergigit itu.             “Ia ya Dhim, jernih banget hasil fotonya. Jadi makin kece kita ya kalau di foto pakai hape mahal ni” ujar Adit sambil terkagum-kagum melihat hasil jepretan dirinya dan juga Adhim yang bergantian mengambil gambar bersama Bnag Tora dan juga sesekali mengambil gambar berupa objek lain ketika sedang tak banyak orang. Rasa segan dari Adit, kalau sampai ada orang lain yang mengenali diirnya tahu bahwa Adit yang hanya sebagai anak tukang ojek bisa memiliki barang mahal yang bahkan orang berkecukupan sekalipun belum tentu bisa membelinya, apalagi dirinya yang hanya orang biasa dengan segala keserhanaannya.             Adit dan Adhim asyik berselancar memainkan hape yang baru saja dimiliki Adit, berbekal keinginan dan membayangkan barang yang ingin ia miliki, akhirnya Adit bisa memiiliki barang mahal yang sebelumnya hanya ada dalam khayalan saja. Satu persatu keinginan yang awlanya hanya berupa khayalan, bisa ia wujudkan dengan sedikit bantuan dari sumpit ajaib yang ia miliki. Siapa yang sangka, jikalau Adit yang adalah seorang remaja tanggung, bisa dipercaya dan di amanahi untuk menjadi pemilik yang menjaga sumpit ajaib untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Sempat terbersit dalam pikiran, bahwa Adit merasa ragu apabila sumpit itu ada bersama dirinya, pesan sang kakek mengatakan bahwa akan ada beberapa orang yang berusaha untuk merebut sumpit ajaib itu dari tangan Adit. Apatah lagi, ia beranggapan bahwa ia akan kesulitan menghadapi serbuan orang yang tentu lebih dewasa yang menginginkan sumpit seperti yang Adit miliki. Sumpit ajaib yang memiliki kekuatan magis hingga membuat siapapun yang memilikinya akan mendapatkan apa saja yang diinginkan, mulai benda terkecil hingga yang benda paling besar sekalipun.             Adhim tertidur lebih dulu, mungkin efek lelah karena hampir seharian asyik menonton pertandingan di lapangan bola yang terletak di antara ke dua kampung. Adit menyelimutin adiknya yang tertidur ketika mereka berdua sedang memainkan hape dengan segala fitur yang di sedikana. Tak lupa, Adit mengisi kuota untuk mencoba menjelajahi media sosial yang ia miliki, ada f******k, ** dan juga WA. Sebelumnya ia juga sudah memiliki akun tersebut di hape yang Adit miliki dulunya. Hape yang sudah ketinggalan zaman, namun masih bisa digunakan untuk sekadar telepon, sms dan juga aplikasi lain. Hanya untuk urusan kamera, masih kurang mumpuni karena memang hape yang ia miliki adalah keluaran jadul sehingga kualitas kamera hape saja sudah kalah jauh dibandingkan hape keluaran terkini.             Adit merebahkan badan di atas kasur yang tak seberapa besar, ia masih membayangkan akan seperti apakah kelak, jalan cerita kehidupan yang akan ia jalani setelah banyaknya keajaiban yang menghampiri dirinya. Untuk sementara semua masih bisa ia smebunyikan dari Nyak dan juga Bapak, tapi akan sampai kapan? Semuanya pasti akan terbongkar suatu saat nanti, dan Adit harus bersiap untuk konsekuensi yang akan di tanggung bila kedua orang tuanya nanti salah paham dengan semua keberuntungan yang Adit miliki. Sebentar lagi Adit akan lulus SMA, ada baiknya ia kuliah plus bekerja saja nanti biar ada alasan untuk sedikit tak terlihat mencurigakan bila Adit punya banyak barang yang sebelumnya tak bisa ia miliki. Entah alibi apa saja yang akan di buat oleh Adit agar semuanya aman terkendali tanpa ada kecurigaan dari nyak maupun bapak. Tak lama kemudian Adit tertidur, dalam tidurnya pun ia ditunjukkan bahwa keberuntungan akan emnghampiri Adit selama Adit tak menyalahgunakan sumpit yang ia miliki saat ini.             “Hana, sudah tidur nak?” terdengar bunyi ketukan pintu. Mama memastikan Hana sudah tidur atau belum, sedangkan suaminya sudah tertidur sejak beberapa menit yang lalu.             “Belum ma, tunggu sebentar ya ma” ujar Hana, ia kemudian membukakan pintu untuk mama yang terlihat seperti masih umur dua puluhan karena rutin melakukan perawatan.             Mama Hana kemudian masuk ke dalam kamar anaknya, memindai sekeliling kamar aanak gadisnya yang sudah beranjak semakin dewasa. Teringat dulu gadis kecilnya itu sangat lucu ketika masih kecil, dan ketika sudah semakin besar. Tampaklah kecantikan Hana yang di turunkan dari mama Hana. Kulit putih, mata besar dengan alis mata leabt dan rambut hitam lurus yang menambah kecantikan Hana. Mama Hana memperhatikan Hana yang kemudian duduk di tepi ranjang berukuran cukup besar, dekat dengan posisi duduknya saat ini.             “Hana setuju kalau papa ngajak kita pindah lagi ke tempat baru?” tanya mama Hana untuk membuka obrolan. Bagaimanapun ia ingin agar tidak ada ketidakrelaan dari putri semata wayangnya, karena kelak akan berpengaruh di bidang pendidikannya kelak, apalagi Hana sudah kelas tiga SMA, sebentar lagi akan menjadi anak kuliahan. Ahh, rasanya wkatu begitu cepat berlalu/ Seperti masih baru saja, ia menggendong bayi mungil buah cinta hasil pernikahannya dengan suaminya yang kala itu masih bestatus sebagai pegawai kantoran biasa. Seiring berjalan waktu, Hana bertumbuh semakin besar dan roda ekonomi keluarga pun semakin meningkat. Suaminya dulu memberanikan membuka usaha penjualan barang antik yang lambat laun justru membuat suaminya hengkang dari pekerjaan yang lama sebagai pegawai kantoran dan lebih memilih untuk menekuni bisnis dunia antik. Bisnis yang menjadi pintu gerbang dari segala kemwehan yang dimiliki oleh keluarganya saat ini. Kemewahan yang dulu sulit untuk di raih, seamkin lama semakin mulus jalan yang ditempuh oleh suaminya untuk bisa lebih membahagiakan anak dan istri.             Hana kemudian menceritakan bahwa ia enggan untuk pindah sekolah lagi, apalagi sudah terbiasa dengan iklim pertemanan yang ada sekarang. Nmaun juga ia jujur mengatakan bahwa tak mungkin emmbantah keinginan papa, apalagi papa Hana sudah membelikan mobil baru untuk Hana. Mobil keluaran terbaru yang harganya cukup mahal. Sehingga tak ada alasan bagi Hana untuk menolak kemauan papa yang menyuruh mereka sekeluarga untuk pindah kemanapun papa ingin. Terlihat egois memang, namun ini smeua demi kemajuan bisnis yang telah Papa Hana kelola sejak lama. Tepatnya ketika Hana maish kecil dan sekarang Hana sudah beranjak dewasa. Mmaa Hana mengelus pundak Hana sambil meyakinkan bahwa memang ini adalah keputusan terbaik sehingga memang mau tak mau apa yang diinginkan oleh Papa Hana pasti terealisasi. Membiarkan anak gadisnya menuangkan isi hati agar tak terasa sesak nantinya. Mama Hana pun sebenarnya berat untuk menyetujui semua keinginan sang suami, namun sebagai istri yang taat ia pun mesti patuh dengan semua yang suami perintahkan selama masih dalam batas wajar dan untuk hal yang positif. Sebagai istri memang masih banyak hal yang harus ia pelajari, di usia pernikahan yang menginjak delapan belas tahun pun ada banyak hal yang harus ia biasakan. Mengontrol ego diri sendiri, lebih banyak mengalah, berusaha untuk menjadi sosok istri dan sosok ibu yang baik untuk keluarga kecilnya hingga kelak nanti,                         
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD