Adit dan Adhim si Anak Baik

1094 Words
            Nyak tentu senang melihat kedua anaknya karab, saling membantu, dan juga menjadi anak yang tak menyusahkan kedua orang tua. Terkadang memang ada saja kenakalan yang diperbuat oleh mereka berdua yang bisa membuat kesal hati orang tua. Selebihnya mereka berdua adalah anak baik yang suka membantu, sopan dan juga mudah di atur. Teringat anak tetangga yang luar biasa nakal, sulit di atur, sering kelayapan, membuat nyak bersyukur memiliki anak seperti Adit dan Adhim yang begitu mudah di atur.             Usai menimba air untuk persediaan air di penampungan air berupa baik air berukuran cukup besar yang biasanya di gunakan untuk keperluan rumah tangga, Adit dan Adhim masuk ke dalam rumah setelah sekalian mandi. Bersiap sebelum nanti hendak shalat magrib berjamaah di musholla dekat rumah bersama dengan bapak. Adit dan Adhim sedari kecil sudah dibiaskaan untuk menunaikan shalat lima waktu walau terkadang Namanya anak-anak malah justru lupa sehingga terkadang lalai menunaikan kewajiban. Namun selagi di rumah, Nyak dan Bapak bersinergi sedemikian rupa agar anak-anak-anak bisa beribadah tepat waktu dan terkhusus untuk shalat magrib diusahakan untuk shalat berjamaah di musholla yang tidak terlalu jauh jaraknya dari rumah.             “Hana sudah pulang nak?” tanya mama Hana ketika mendapati anak gadisnya baru sampai rumah, ketika ia sedang ebrsantai di halaman depan rumah. Papa Hana sedang di kamar mandi sepertinya.             “Ia ma, papa mana ma?” tanya Hana karena hanya mendapati mamanya duduk seorang diri di teras depan sambil meneyeruput secangkir the hangat.             “Lagi di kamar mandi kayaknya Hana, gimana tadi jalan-jalannya, seru?”             “Seru ma, oh ia Hana nggak makan malam bareng ma, tadi Hana sudah makan bareng teman-teman tapi nggak tahu kalau tiba-tiba Hana lapar lagi,hehe” tutur Hana.             Tak lama kemudian ia masuk ke dalam rumah, untuk mandi dan berganti baju. Gerah juga rasanya setelah berjalan-jalan di mall. Ia membiaarkan badannya tersapu air, segar sekali apalagi di tambah dengan wangi sabun dan sampo yang membuat tubuh terasa lebih relaks.Cukup lama Hana berada di kamar mandi. Papa dan mama sudah berada di ruang keluarga karena adzan magrib sudah mulai berkumandnag. Di rumah ini semua anggota keluarga tak begitu rajin beribadah, sehingga Hana hanya mengikuti saja bila melihat mama dan papanya seperti itu, ya ia pun bersikap seperti itu juga. Anak adalah peniru yang ulung, sehingga bila Hana menjadi speerti ini, itu adalah peran dari kedua orang tuanya juga. Mama dan papa Hana pun santai-santai saja, mereka berdua menganggap biasa saja perihal beribadah, menurutnya cukuplah bersedekah dan berbuat baik kepada orang lain, masalah shalat kan bisa nanti-nanti, begitu pikir mereka. Entahlah apa yang salah dari pemikiran seperti ini hingga keterusan sampais ekarang dan nyatanya usaha yang papa Hana jalankan sukses dan justru semakin besar hingga banyak mendapatkan pundi-pundi keuangan yang membuat Papa Hana semakin terlena di buatnya.             “Hana, makan malam dulu nak?” tanya papa dari balik pintu kamar Hana yang tertutup.             “Hana kenyang pa, tadi abis makan sama temen-temen” ujar Hana ketika ia membuka pintu kamar. Rambutnya yang basah ia keringkan dnegan handuk kecil.             “Oh, yasudah. Mama sama papa aja makan malamnya” ujar papa Hana smabil emngecup kening anak kesayangannya itu. Terlebih Hana jalan-jalan cukup lama sehingga ia merasa rindu tak bertemu anaknya selama beberapa jam. Biasanya kalau sedang tak ada kesibukan, papa Hana akan menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta. Kadang rekreasi di beberapa tempat wisata di dalam ataupun luar negeri untuk menghilangkan rasa bosan dengan rutinitas yang selama ini dikerjakan.             “Hana nggak makanmalam ma, sudah kenyang katanya”             “Kan mama dah bilang tadi, papa aja yang masih nanya lagi ke Hana.” Ujar mama Hana menekankan, pasalnya ia sudah memberi tahu papa Hana, namun ia tetap ngeyel bahwa anaknya sedang tak ingin makan malam bersama karena sudah makan bersama teman-temannya di mall.             Mereka berdua makan dengan tenang, sampai akhirnya ketika hendak selesai makan Hana ikut bergabung di meja makan untuk makan bersama, lapar lagi katanya. Padahal ebberapa saat yang lalu ia mengatakan bahwa masih kenyang, cepat seklai anak itu berubah pikiran, batin mama dan papa Hana.             “Hana laper lagi ma,pa, hehe” ujar Hana sambil menyendokkan nasi dan lauk pauk lainnya ke atas piring.             Di rumah lainnya, terlihat empat anggota keluarga yang sedang asyik bercengkrama smabil duduk melingkar di ruang tengah. Hidangan makan mala mini masih sama, namun tak memudarkan Hasrat makan bersama di anatara mereka. Saling menimpali ketika berbicara, membuat komunikasi di antara mereka berjalan dengan lancar.             “Alhamdulillah ya kita bisa man enak hari ini” ujar bapak smabil memasukkan kuah sop ayam ke atas nasi.             “Lahh, berarti hari ini aja Pak bersyukurnya?” tanya nyak yang menimbulkan gelak tawa di antara mereka.             Rasa syukur selalu terpanjat atas nikmat yang telah diberikan kepada kita, begitulah Nyak dan Bapak selalu menekankan pada anak-anak untuk menjadi insan yang pandai bersyukur. Seperpti apapun yang telah diberikan olehNya, itu adalah hal terbaik yang memang pantas diberikan kepada umatNya. Sebagaimanapun manusia, pasti ada rasa yang sekelebat lewat perasaan Lelah, jengah dengan keadaan yang begini-begini saja namun mesti diingat semua yang terjadi pun atas kehndakNya sebab itulah manusia hanya bisa mengusahakan,hasil akhirnya tetap lah Allah yang mengatur semua.             Menu makanan sederhana bagi orang lain justru menjadi sumber kebahagiaan bagi Adit sekeluarga. Dalam hati Adit berujar bahwa ia akan menggunakan sumpit ajaib itu dnegan baik, apalagi sang kakek sudag meninggalkan pesan untuk dirinya bahwa Adit harus menggunakan sumpit itu dengan baik dan menjaganya agar kelak tak jatuh ke tangan orang yang serakah. Orang yang hanya menginginkan keuntungan semata tanpa memperhatikan benar tidaknya, merugikan atau tidak perkara yang sedang ia kerjakan. Tak hanya untuk diri sendiri, apakagi untuk orang lain.             Selesai makan malam bersama, Adit dan Adhim menonton televisi bersama di ruang tengah yang sekaligus dijadikan ruang keluarga. Nyak dan bapak pun sedang bersantai di sebelahnya.             “Dhim, besok ada pertandingan bola antar kampung. Jadi pergi nontonnya besok?” ttanya bapak ke arah Adhim yang sedang asyik menatap layer televisi tabung berukuran sedang itu.             “Ia jadi dong pak, kan Adhim mau ketemu Bang Tora. Idola Adhim itu pak”  kata Adhim bersemangat.             “Ohh, ia bapak pernah denger tu. Hebat ya sudah jadi pemain terkenal dia. Padahal anak kampung sebelah. Nati Adhim juga harus jadi anak sukses, Bang Adit juga biar bisa ngangkat harkat dan martabat Bapak sama Nyak” ujar bapak sambil menatap kedua anak lelakinya secara bergantian.             Adhim dan Adit mengangguk, sebagai anak laki-laki memang ada tanggungan tersendiri bagi mereka untuk membuat kehidupan keluarga menjadi lebih baik daripada sekarang. Beban yang tersemat sedari dini bukanlah kehendak orang tua, namun sebagai anak lelaki memang tonggak kehidupan selanjutnya akan ia kayuh sebagai pelajaran untuk menjadi calon kepala keluarga yang baik kelak.             
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD